Jangan lupa vote dan komentarnya yaaaa
Absen dulu yg udah nungguin Cia dan An ✋✋✋✋✋✋✋✋
Setelah baca bab ini, kalau kalian jadi Cia, apa yg akan kalian lakukan? Komen di bawahhhhhhhh
Selamat Membaca
Cia sadar betul kebersamaannya dengan An setahun, tidak bisa menggeser begitu saja kebersamaan lelaki itu dengan Lovita selama tujuh tahun. Ia sangat mengerti. Dan, seharusnya An mengatakan itu sedari awal. An harus bilang jika ia masih belum bisa melepas kenangan selama tujuh tahun itu. Lalu, Cia yang akan berhenti. Gadis itu akan memilih pergi sejak awal jika An mengatakan Lovita masih memenuhi semua sudut di hatinya.
“Tunggu sebentar,” kata An sembari menutup pintu mobil yang telah dibukakan Biru untuk Cia. Lelaki itu menyusul kepergian Cia dan Biru sampai di halaman rumah Langit. Sebenarnya bukan hanya An, tapi Langit, Angkasa, dan Jeff juga ikut mengejarnya. Sedangkan Citra, Dela, dan Nana, sudah sangat mabuk dan jatuh tertidur di ruang tamu.
Lelaki itu menatap Cia yang juga tengah menatapnya dengan wajah berlinang air mata. “Karena kamu telanjur tahu malam ini, jadi ayo akhiri semuanya sekarang,” katanya yang membuat Cia menatapnya tidak percaya. An menarik napas dan mengembuskannya kasar. “Aku masih mencintai Lovita, bahkan setelah setahun yang kita habiskan bersama, kamu belum berhasil menggeser posisinya, Cia.”
Cia mengalihkan pandangan ke arah lain, tampak kecewa dengan jawaban jujur yang An berikan. Sedangkan Biru yang sedari tadi diam dan mendengarkan, ikut emosi. Lelaki itu hendak kembali menghajar An, namun Cia memegang erat lengannya.
“Ayo putus,” kata An dengan tatapan yang tidak lepas dari gadis yang sudah menemaninya selama setahun terakhir itu.
“Enggak,” jawab Cia yang membuat An menatapnya bingung. “Kamu pikir, setelah mempermainkan aku selama setahun, setelah membodohi aku kayak gini, kamu bisa putus dengan mudah?”
Gadis itu menggeleng, “Silakan kamu mengejar mantan kamu lagi. Tapi, aku nggak akan lepasin kamu gitu aja. Kita akan terus pacaran, sampai aku bosan, sampai aku muak, sampai aku udah nggak cinta lagi sama kamu, aku akan tetap mempertahankan kamu di hubungan yang kamu bangun atas dasar rasa kasihan ini!” Dengan napas yang terengah-engah, Cia mengusap kasar air matanya di depan An. Menatap lelaki itu dengan rasa kecewa yang begitu besar. “Aku akan terus mengikat kamu di hubungan ini, sampai aku sendiri yang akan membuang kamu.”
Setelahnya, gadis itu berbalik pergi menuju mobilnya. Biru menyusulnya, hendak mengantarkannya pulang. Namun, gadis itu menolak. Ia butuh waktu sendiri. Setidaknya Cia butuh waktu untuk meminta maaf kepada dirinya sendiri. Karena bahkan setelah apa yang sudah ia dengar, perasaannya tidak berubah untuk An. Pada akhirnya yang bisa Cia lakukan, hanya menyakiti dirinya sendiri.Cia sampai di rumahnya setelah memasukkan mobilnya ke halaman rumahnya, gadis itu masih terdiam. Dan, tidak lama kemudian tangisnya kembali terdengar. Isak tangisnya terdengar menyakitkan. Gadis itu menangis tanpa suara sembari memegangi dadanya yang terasa sesak.
Tuhan mengambil orangtuanya sejak Cia berusia dua puluh tahun. Tiga tahun sendirian ia habiskan untuk menyembuhkan diri. Untuk bertahan di tengah semua pikiran gila yang datang di kepalanya. Sebelum An hadir, dengan lelaki itu, Cia punya harapan besar. Gadis itu mulai kembali berani bermimpi. Mempunyai akhir yang bahagia.
Sampai akhirnya malam ini tiba, semua harapannya, semua bayangan indahnya, hancur begitu saja. Dan, penyebabnya masih lelaki yang sama, yang begitu Cia cintai. Cia sudah telanjur menggantungkan bahagianya dengan An, karena itu rasanya sangat menyakitkan. Lelaki itu menusuknya, menyakitinya di tempat yang tepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Melcia Jahanara
RomanceLakshan Janardana? Mas An? Dia sepuluh, tapi takut sama pernikahan, jadi- gitu. Percuman enggak, sih? Melcia Jahanara. *** Cia sembilan. Alasannya? Ya, karena gue nggak pernah memberikan nilai sepuluh ke siapapun. Lakshan Janardana.