Selamat Membaca
Jangan lupa vote dan komentarnyaa, kirim api yang banyakkk 🔥🔥🔥🔥🔥🔥
Sastra masih diam di tempatnya, lelaki itu membuang napas pelan. Ia sudah tahu ini yang akan terjadi. Sastra menoleh begitu merasakan sentuhan lembut di lengannya, ia menemukan Cia yang tengah memegangi lengannya dan memberi anggukan pelan. Gadis itu tahu betul kelemahannya, Sastra tidak akan bisa menolak, jika Cia yang meminta.
Lelaki itu akhirnya membuka pintu, dan berjalan masuk. Ia menatap ke arah Lasmi yang duduk di ranjang dengan kamar yang gelap karena tirai jendela gadis itu tertutup sempurna. Sastra menutup pintu, berjalan ke arah jendela, menyibak tirai dan membiarkan cahaya matahari masuk, sebelum duduk di kursi rias Lasmi, menatapnya dari jauh.
“Bukannya ini terlalu jahat ya, Sas?” tanya Lasmi lirih. Ia tidak menyembunyikan apapun di hadapan Sastra saat ini. Wajahnya yang terlihat berantakan karena terlalu banyak menangis, matanya yang memandang sayu, gadis itu memperlihatkan kerapuhannya di depan Sastra. “Aku pikir kita bisa memulai lagi semuanya, tapi kamu malah berakhir dengan gadis lain. Apa karena aku yang kayak gini, makanya kamu memilih Mbak Cia?”
“Enggak,” jawab Sastra tegas. Matanya memandang Lasmi dengan pandangan serius. “Bahkan meski kamu bisa jalan seperti dulu pun, pilihanku nggak akan berubah, Lasmi.”
“Kenapa?” tanya gadis itu seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Karena aku mencintai Cia.”
“Kamu juga mencintai aku dulu.”
“Tapi, kamu memilih pergi.”
“Mbak Cia juga sempat pergi. Apa bedanya aku dengan dia, Sas? Kami sama-sama pernah meninggalkan kamu,” ujarnya tidak terima.
Sastra mengembuskan napas kasar. “Kamu salah, kalian berbeda. Kamu dan Cia sangat berbeda. Cia pergi setelah menyelesaikan masalahnya di sini, sedangkan kamu pergi tanpa alasan yang jelas. Karena itu juga cintaku berbeda, Lasmi. Aku jauh lebih mencintai Cia, daripada kamu. Cinta tidak menjamin apapun, aku tahu. Tapi, seenggaknya cinta adalah pondasi pertama dalam sebuah hubungan.”
Lelaki itu bangkit berdiri yang membuat Lasmi menatapnya dengan wajah berlinang air mata. “Aku bukan hanya sekadar mencintai Cia, tapi aku menghormati dan menghargai dia. Karena itu, aku mohon jangan lakukan hal kayak gini lagi. Yang pertama aku masih bisa memaklumi, tapi jika ada yang kedua atau ketiga, aku benar-benar nggak akan peduli. Alih-alih kamu, yang harus aku jaga adalah perasaan wanita yang aku cintai, dan itu bukan lagi kamu.”
Sastra mengembuskan napas pelan mendengar isakan Lasmi yang terdengar semakin keras itu. “Aku masih mau berteman dengan kamu. Tapi, kalau kamu mengharapkan sesuatu dari sikap baikku sebagai teman, aku rasa lebih baik kita menjadi asing lagi seperti dulu,” ujarnya sebelum berjalan keluar kamar meninggalkan Lasmi begitu saja.
***
Beberapa hari setelah kejadian di rumah Lasmi waktu itu, Sastra sudah mengatakan kepada Cia untuk tidak lagi mengurusi permasalahan mereka. Lelaki itu mengatakana jika An dan Lasmi adalah dua orang dewasa yang harusnya bisa menyelesaikan permasalahan mereka sendiri, tanpa campur tangan orang lain.
Sore menjelang malam ini, Cia sudah berada di rumah Sastra atas undangan Mama dari lelaki itu. Sejak resmi menjalin hubungan, Sastra memang langsung membawa Cia untuk dikenalkan kepada orangtuanya. Awalnya Cia memang sempat ragu dan takut, namun kedua orangtua Sastra menerimanya dengan baik.
“Yang dia lakukan saat awal-awal kepergian kamu, cuman diam, banyak merenung. Sekali ngomong, ngomongnya sama foto kamu di handphone. Udah kayak orang stress.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Melcia Jahanara
RomanceLakshan Janardana? Mas An? Dia sepuluh, tapi takut sama pernikahan, jadi- gitu. Percuman enggak, sih? Melcia Jahanara. *** Cia sembilan. Alasannya? Ya, karena gue nggak pernah memberikan nilai sepuluh ke siapapun. Lakshan Janardana.