Bab 12

2.2K 479 91
                                    

Selamat Membaca










Bakar dulu yeorobunnn 🔥🔥🔥🔥









Dua-duanya kehilangan. Dua-duanya sama sama terluka. An dan Cia hanya mencoba menyembuhkan diri dengan cara yg berbeda.

















Cia saat ini tengah berada di rumah sakit, bukan untuk mengantarkan An makan siang seperti dulu. Hari ini gadis itu pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan tangan kanannya yang sering terasa sakit dan kram. Jika biasanya Cia selalu melakukan semuanya sendiri, kini tidak lagi. Gadis itu menoleh dan menatap Sastra yang duduk tenang sembari memakan roti coklat. Iya, lelaki itu memaksa untuk mengantarnya.

Setelah beberapa hal yang sudah terjadi, keduanya menjadi dekat. Sejauh ini Sastra adalah lelaki yang baik. Dia tidak pernah memaksa masuk terlalu jauh karena Sastra tahu, Cia masih tidak mengizinkannya. Namun, Sastra juga tidak diam di tempat dan membiarkan. Lelaki itu selalu memastikan keberadaannya di samping Cia, selalu memastikan jika gadis itu tidak sendiri.

Seperti beberapa waktu yang lalu, ketika Cia harus menghadiri acara bedah buku di Bandung, ia harus berangkat sebelum subuh karena acaranya akan dimulai pagi. Lalu, ketika langit masih terlihat gelap, Sastra sudah berada di depan rumah Cia, mengatakan akan mengantar gadis itu karena ia tidak percaya jika Cia bisa membawa mobil sendiri sampai ke Bandung. Memilih melaksanakan UTS secara online hanya untuk menemani Cia bekerja.

"Lo itu emang serakus ini kalau makan?" Tangan Cia tergerak dan membersihkan coklat di sudut bibir Sastra, yang membuat lelaki itu diam dan menatapnya.

"Gue masih lapar," kata Sastra setelah Cia menjauhkan tangannya.

"Itu dua roti, satu susu, sama satu mineral, larinya ke mana?" tanya gadis itu sedikit kesal sembari memukul pelan perut rata Sastra yang membuat lelaki itu mengaduh pelan.

"Gue kebiasaan makan nasi kalau sarapan, kata Mama kalau belum makan nasi, nggak akan kenyang."

Cia terkekeh singkat mendengarnya. Iya selalu suka bagaimana Sastra menceritakan keluarganya. Dia anak tunggal, dan sepertinya selalu dimanja. Tumbuh di keluarga yang baik dan penuh kasih sayang, membuat lelaki itu tidak pernah sungkan menunjukkan rasa pedulinya terhadap orang-orang di sekitarnya.

"Dasar anak Mama," ledek Cia yang membuat Sastra menatapnya cemberut, sebelum mengacak rambut gadis itu gemas yang membuat Cia berteriak kesal.

"Cia!"

Sastra dan Cia menoleh ke asal suara, Citra, Dela, dan Biru berdiri tidak jauh dari mereka masih menggunakan jas dokter mereka masing-masing. Cia tersenyum menatap ke arah mereka, sebelum ia kembali menatap Sastra, memberikan lelaki itu kode untuk menjauhkan tangannya yang masih berada di atas kepala Cia.

Sastra mengacak sekali lagi rambut Cia, sebelum bangkit berdiri, "Gue mau ke kantin cari makan, lo butuh sesuatu?" tanyanya yang dijawab gelengan oleh Cia. Setelahnya, lelaki itu berjalan pergi dari sana, setelah  memberikan anggukan sopan kepada ketiga teman Cia itu.

"Lo ngapain di sini? Mau kasih—" Cia menggeleng pelan menjawab pertanyaan Dela yang tidak sampai itu. Gadis itu menunjukkan tangan kanannya, lalu berucap.

"Mau periksa tangan gue, keram terus, takutnya kenapa-napa," jawab gadis itu yang membuat ketiga teman-temannya manggut-manggut mengerti. Mereka sudah lama sekali tidak bertegur sapa. Cia bukan membenci mereka, hanya saja ia perlu jarak dari semua tentang An dan dunia lelaki itu, termasuk teman-temannya.

"Yang tadi siapa?" tanya Citra yang mengerti jika saat ini Cia enggan di tanya mengenai An dan hubungan mereka yang rasanya belum diselesaikan dengan benar.

Melcia JahanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang