Selamat Membaca
Konfliknya aku keluarin di bab 11. Alasan kenapa An sejahat itu. Alasan kenapa An setega itu. Kita akan ungkap pelan pelan dari sudut pandang An mulai bab 11 ini yaaa
Bakar dulu sebelum lanjut bacaaaa 🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥
Malam ini An pulang ke rumahnya terlalu larut, sesampainya di rumah, salah satu pembantunya mengatakan jika Lasmi – adik kandungnya – telah tertidur sejak tadi. Ia juga memberikan informasi jika Nana sedang berada di dapur, tengah menunggunya setelah puas menemani Lasmi.
“Nggak ada kerjaan lo?” tanya An sembari membuka kulkas, dan meraih mineral di sana. Meminumnya sembari menatap Nana yang tengah membuat sesuatu di sana.
“Hari ini gue ambil libur.” Masakannya telah siap, gadis itu memindahkannya ke piring sebelum duduk di stool, yang membuat An mengikutinya, dan mengambil tempat di samping Nana.
“Ambil libur kenapa malah ke rumah gue? Lo bisa istirahat di rumah atau jalan sama Citra dan Dela?”
“Gue kangen Lasmi,” jawabnya sebelum menyuapkan pasta ke dalam mulutnya, hasil masakannya sendiri.
Nana dan An berteman cukup lama. Lebih lama sebelum mereka mengenal teman-teman yang lain. Mereka saliing mengenal sejak masih berada di sekolah dasar, terus berteman hingga saat ini. Nana tahu semuanya yang dialami An, begitu pun sebaliknya.
An diam, manggut-manggut mengerti sebelum mengeluarkan ponsel dan memainkannya, membiarkan Nana menghabiskan pastanya juga dalam diam. Sampai kemudian, ketika gadis itu telah memakan hampir setengah isi piringnya, Nana berucap.
“Cia jarang ikut kumpul, dia juga jarak sama gue dan yang lainnya,” ujarnya yang membuat An diam, dan mematikan ponselnya. Meletakkan di meja, dan menunggu Nana melanjutkan perkataannya. “Cia hancur banget, An. Kita semua tahu itu. Lo nggak ada simpati sama sekali dengan keadaannya?”
An masih diam, kedua tangannya di meja mengepal erat, tatapannya lurus ke depan, “Gue juga sama hancurnya, Na,” jawabnya pelan yang membuat Nana kembali menghela napas.
“Lo masih punya Lasmi, sementara Cia? Dia sendirian, An.”
Kali ini, pernyataannya dari Nana membuat An menoleh ke arah temannya itu, menatapnya dengan tatapan mata marah. “Lo tahu gimana keadaannya Lasmi, Na. Keluarga gue hancur karena dia.”
Nana menyerah, perdebatannya dengan An mengenai hal ini tidak pernah ada ujungnya. Gadis itu bangkit sembari meraih piringnya, membuang sisa pastanya ke tempat sampah, sebelum mencucinya di wastafel. Sedangkan An masih duduk di stoolnya.
“Oke, katakanlah gue ngerti marah lo ke Cia, tapi Lovita? Kenapa lo harus melibatkan dia lagi?” Selesai mencuci piringnya, Nana menatap punggung An dengan bingung. “An, lo tahu apa yang sudah diperbuat Lovita. Lo tahu alasan kenapa Citra dan Dela nggak menerima lagi dia di pertemanan kita. Lalu, sekarang untuk apa, An?”
“Karena gue masih mencintai dia,” jawab An, masih tidak ingin menoleh ke arah Nana yang menatapnya di belakang.
Dengusan sinis keluar dari mulut Nana, gadis itu menatap punggung An dengan pandangan ragu. “Itu bukan cinta, An. Itu cuman ego lo yang nggak terima dengan alasan kenapa kalian putus dulu. Dan, sekarang lo juga memanfaatkan Lovita untuk menyakiti Cia, untuk mengakhiri hubungan lo dengan Cia.” Nana menghela napas berat. “An, ini keliru. Lo udah sangat jauh melangkah di jalan yang salah. Ini cuman... akan menyakiti lo lagi. Lo cuman kembali membuat jalan untuk menghancurkan diri lo sendiri.”
![](https://img.wattpad.com/cover/320139174-288-k641417.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melcia Jahanara
RomanceLakshan Janardana? Mas An? Dia sepuluh, tapi takut sama pernikahan, jadi- gitu. Percuman enggak, sih? Melcia Jahanara. *** Cia sembilan. Alasannya? Ya, karena gue nggak pernah memberikan nilai sepuluh ke siapapun. Lakshan Janardana.