ASMARA-43

8.3K 894 40
                                    

Dila memulai adaptasinya sebagai seorang istri untuk pertama kalinya. Selepas sholat subuh, Dila malah merebahkan dirinya di atas sajadah dan memejamkan matanya, bersiap untuk kembali tidur.

"Lho? Kok malah tidur lagi?" ucap Daffa sambil berdiri untuk melipat sajadahnya dan mengganti baju koko nya.

"Adek ngantuk, mau tidur bentar ya?" izin Dila menatap Daffa.

"Ganti dulu mukenahnya kalau gitu, tidurnya juga jangan di lantai," ujar Daffa. Dila menggelengkan kepalanya.

"Gak mau ah, enak gini tidurnya," jawab Dila kemudian dia memejamkan matanya. Daffa hanya menghela napas, dia memilih untuk segera menyiapkan perlengkapan kerjanya.  Tak butuh waktu lama Dila sudah tertidur nyenyak.

Suara terompet yang selalu menjadi alarm pagi di asrama terdengar, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Suara terompet itu tentu saja mengganggu tidur lelap Dila, membuat gadis itu langsung beranjak duduk.

"Kayak alarm hp Papi," gumam Dila lalu dia meregangkan ototnya.

Dila segera merapikan alat sholatnya lalu dia beranjak untuk mencuci muka dan mencari keberadaan Daffa. Suaminya itu rupanya sedang menyemir sepatu larsnya.

"Kok kakak gak bilang adek biar dibantuin?" tanya Dila lalu duduk di sebelah Daffa dan menyandarkan kepalanya pada pundak lelaki itu.

"Emang biasanya sendiri kan?"

"Itu dulu, sekarang udah ada adek," ujar Dila.

"Adek tadi tidur. Terus sekarang kenapa bangun?"

"Kan denger alarm, kayak dibangunin Papi tahu kak," ucap Dila membuat Daffa tertawa. Dila kembali menegakkan tubuhnya.

"Kakak mau sarapan apa?" tanya Dila.

"Udah beli tadi, tuh ada di atas meja," jawab Daffa. Dila menggaruk pelipisnya.

"Terus adek ngapain dong?" tanya Dila, mendadak dia merasa gabut, apalagi sekarang dia hanya tinggal berdua saja dengan Daffa. Biasanya kan kalau di rumah, Mami akan memberikan Dila simulasi untuk menjadi asisten rumah tangga.

"Adek dengerin kakak mau ngomong sebentar," ucap Daffa lalu meletakkan sepatu yang baru selesai dia semir lalu pamit ke kamar sebentar. Dila menganggukkan kepalanya. Tak lama kemudian Daffa kembali lagi dan duduk di tempatnya tadi.

"Adek sekarang udah jadi istri, terus di kasih bonus jadi Ibu Persit. Iya?"

"Iya."

"Karena udah jadi istri, adek yang urus rumah dan keuangan rumah tangga kita," ucap Daffa lalu menyerahkan sebuah atm dan buku tabungannya.

"Semua gaji kakak di transfer ke atm ini, jadi harus adek kelola dengan baik biar bisa cukup sampai bulan berikutnya lagi," jelas Daffa.

"Kalau duitnya habis duluan gimana?"

"Ya adek harus pikirkan, gimana pengelolaannya supaya kebutuhan kita selama sebulan itu tercukupi," jawab Daffa.

"Oke." Dila mengangguk paham. Untung saja beberapa kali Daffa sudah pernah membahas perihal keuangan pada Dila, hanya tinggal bagaimana pengelolaan Dila saja.

"Terus, adek kan udah lulus kuliah, mau kerja atau gimana?" tanya Daffa. Mereka belum sempat membahas hal ini.

"Adek kalau mau kerja, emang boleh?"

"Boleh, asalkan Adek bisa atur waktu dengan baik antara pekerjaan, rumah, dan persit."

Dila berpikir sejenak, jika melihat kesibukan Ibunya selama ini, Dila jadi ragu dia bisa melakukan semua itu dalam satu waktu.

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang