ASMARA-10

15.8K 1.9K 143
                                    

"Harus banget ya Mi, Dila ikutan hadir juga?" tanya Dila dengan wajah cemberut. Mami menganggukkan kepalanya lalu mengangsurkan paperbag dengan logo salah satu butik ternama di Jakarta.

"Apa kata keluarga kalau kamu gak hadir, nak? Apalagi Oma pasti rewel nanyain kamu," jawab Mami.

Dila menghela napas pasrah, tidak bisa menolak lagi. Padahal tadi pagi dia sudah menolak ajakan teman-temannya untuk ke pertunangan Zafran bersama-sama, tetapi sialnya Dewi adalah sepupunya yang otomatis membuatnya harus menghadiri acara itu.

"Mi, beneran deh, Dila malas ke sana," ucap Dila lagi masih bernegosiasi.

"Dari kemarin aja kamu sudah dicari sama tante-tante mu, udah sana kamu mandi terus siap-siap. Habis maghrib kita berangkat," ucap Mami tak terbantahkan lagi. Kali ini Dila betulan pasrah.

Dila berbalik kembali ke kamarnya, bayangan wajah Dewi langsung terngiang di benaknya, bagaimana Dewi merebut Zafran darinya.

Tidak ada yang tahu memang jika Dewi dan Dila adalah sepupu, Papanya Dewi adalah kakak dari Maminya Dila. Dila juga tidak mau mengakui jika mereka bersepupu, bahkan teman-teman Dila pun tidak ada yang tahu karena hubungan mereka sejak kecil tidak pernah akur.

Maminya Dila adalah anak perempuan satu-satunya, bungsu pula membuat beliau menjadi kesayangan. Lalu saat Dila lahir, dia otomatis menjadi kesayangan. Dewi yang lahir beberapa bulan kemudian jelas menjadi saingan Dila.

Keduanya selalu bersaing mencuri perhatian keluarga, walaupun tanpa perlu bersaing Dila selalu menjadi kesayangan Oma dan Opa. Hingga puncaknya saat mereka SMA, mungkin Dewi sudah tidak tahan hingga kobaran kebencian itu tak terelakkan lagi.

Dewi selalu merebut kebahagiaan Dila, menjelekkan citranya di depan keluarga besar hingga ya.. Dia berhasil. Dengan wajah sok polosnya dan tingkah sok anggunnya, Dewi berhasil membuat Dila dipandang remeh oleh sebagian keluarganya.

Dila yang memang dasarnya petakilan pun akhirnya sering dibandingkan dengan Dewi yang anggun hingga sekarang.

Lamunan Dila buyar saat ponselnya berdering dan menampilkan nama sang kekasih. Dila segera menjawab panggilan itu.

"Ya kak?"

"Acaranya jam berapa?"

"Hah? Acara apa?"

"Pertunangan sepupu adek, kata Mami hari ini ya?"

"Oh.. Iya hari ini. Aku perginya habis maghrib, kak."

"Oke, ketemu di sana aja ya?"

Dila mengerjapkan matanya, berusaha mencerna ucapan Daffa.

"Iya kak."

Setelah mengucapkan salam, sambungan telepon itu pun berakhir. Dila menggaruk pelipisnya hingga senyumannya terbit sesaat kemudian.

Here we go! Mami paling jago kalau urusan membungkam haters.

Ketahuilah, Maminya paling tidak suka menjadi bahan nyinyiran keluarga apalagi sampai direndahkan.

🏵🏵🏵

Suasana ballroom itu dipenuhi oleh kolega bisnis keluarga pemilik acara malam ini. Acara itu terbilang elegan untuk ukuran sebuah pertunangan.

"Malas banget akutuh kak," ucap Dila yang masih enggan memasuki ballroom hotel itu.

Dia sudah memberitahu Daffa tentang masa lalunya dengan Zafran begitu mereka bertemu di lobby. Mami dan Papinya sudah lebih dulu ke ballroom.

"Mau pulang saja?" tanya Daffa untuk kesekian kalinya karena Dila belum juga melangkah masuk. Mereka sudah menjadi objek perhatian divisi penerima tamu acara itu.

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang