ASMARA-26

12.3K 1.9K 245
                                    

Dila duduk di atas motor trailnya sambil menatap matahari yang akan segera tenggelam. Di depannya terhampar laut dengan ombak yang berderu serta angin sore yang berhembus membuat jilbab yang di sampirkan Dila secara asal sedikit berantakan.

Entah sudah berapa jam dia berdiam diri di tempat itu. Setelah melihat hal yang membuatnya terluka, kemudian Dila pulang ke rumahnya dengan taksi online. Setelah tiba di rumah, Dila segera mengganti pakaiannya lalu dia pergi dengan motor trailnya dan hanya membawa sling bag yang kemarin dia pakai ke kampus. Untunglah Dila belum mengeluarkan dompetnya dari tas itu.

Dila bahkan sengaja menonaktifkan ponselnya sesaat setelah dia keluar dari hotel setelah memesan taksi online. Dila tidak tahu apa yang terjadi sekarang.

Mungkin Daffa juga sedang kebingungan mencarinya.

Ah tapi apa pria itu peduli? Dia kan sudah bertemu kembali dengan masa lalunya. Tidak menutup kemungkinan keduanya menjalin hubungan lagi. Dengan Sea yang sudah 2 tahun saja Daffa bisa putus semudah itu, apalagi dengan Dila yang baru beberapa bulan.

Dila menghela napas, dia sudah lelah menangis sejak tadi walau dalam hatinya dia masih ingin menangis sepuasnya.

"Sudahlah Dil, kak Daffa kan gak pernah cinta sama lo," gumam Dila membesarkan hatinya.

Dila merogoh ponselnya, memandangi benda pipih yang layarnya gelap. Saat ingin mengaktifkan kembali layar ponselnya untuk memotret senja, Dila menggeleng. Dia lebih memilih menikmati sunset yang jarang dia saksikan seperti sekarang ini.

Setelah matahari sempurna terbenam dan meninggalkan langit yang gelap, Dila kembali memakai helm nya. Entah dia akan ke mana lagi hari ini.

Dila memutar kunci motornya, tetapi pandangannya terhenti pada cincin yang melingkar di jari manisnya. Dila tersenyum getir, sebuah pikiran tiba-tiba terlintas dalam benaknya. Maka tidak membutuhkan waktu lama, motor trailnya sudah melaju dengan kecepatan penuh, meninggalkan pantai yang terletak di Jakarta Utara itu.

🏵🏵🏵

Kediaman orangtua Daffa menjadi tujuan Dila. Dila ingin mengembalikan cincin yang sudah dia lepas dari jari manisnya. Tidak ada gunanya bertahan dengan orang yang masih terkurung dalam masa lalu, hanya menyita waktu saja.

Dila menghembuskan napasnya lalu dia menekan bel, tak lama kemudian, seseorang membukakan pintu untuknya. Seorang wanita paruh baya tersenyum lebar begitu mendapati kehadiran Dila. Dila balas tersenyum, walau dalam hatinya dia merasa bersalah karena sebentar lagi akan menyampaikan berita buruk.

"Yaampun Dila, sini masuk nak. Loh? Sendirian? Katanya Daffa ada di rumah Dila?" Ibu mengajak Dila masuk dengan menggenggam tangan Dila yang terasa dingin karena membawa motor. Ada sedikit kelegaan mendengar Daffa tidak ada di rumah.

"Kebetulan kita lagi ngumpul, pas banget Dila datang ke sini. Sekalian makan malam bareng gimana?" tawar Ibu yang segera di tolak Dila. Dia tidak bisa berlama-lama.

"Maaf Bu, Dila tidak bisa lama. Ada hal yang ingin Dila sampaikan," ucap Dila. Kening Ibu berkerut bingung tetapi dia mempersilakan Dila untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Ibu panggil Ayah kamu dulu ya?" ucap Ibu. Sepertinya Ibu mulai merasa ada yang tidak beres dengan Dila. Apalagi senyum gadis itu terlihat dipaksakan. Dila mengangguk pelan, sayup-sayup Dila dapat mendengar suara tawa dari dalam, sepertinya keluarga Daffa berkumpul lengkap hari ini.

Tak berselang lama, Ibu kembali bersama Ayah. Dila segera mencium punggung tangan lelaki yang sangat mirip dengan Daffa itu lalu tersenyum sopan.

"Maaf ganggu waktu Ayah dan Ibu," ucap Dila tidak enak.

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang