ASMARA-12

15.7K 1.9K 125
                                    

Lagu milik Tulus yang berjudul Pamit mengalun memenuhi seisi Cafe. Sejak satu jam yang lalu, Dila sudah duduk di kursi dekat jendela dengan segelas greentea favorit nya.

Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
'Ku tetap teman baikmu

Suara gesekan kursi dengan lantai menarik perhatian Dila dari layar laptopnya. Dila terpaku melihat kehadiran Daffa lalu dengan santainya pria itu mengeluarkan ponselnya.

"Kok kakak di sini?" tanya Dila

"Kan kemarin saya bilang mau temani," jawab Daffa.

"Aku lama lho nulisnya," ucap Dila mencoba mengusir secara halus.

"Yaudah gak apa-apa, ditungguin sampai selesai," jawab Daffa kemudian dia memasang headset bluetooth nya dan mulai tenggelam dalam game nya.

Dila mengedikkan bahu. Yaudah, udah dibilang gue lama. Gumam Dila kemudian dia memilih melanjutkan kegiatan menulisnya.

Tetapi Dila merasa terganggu dengan matahari sore yang bersinar membuat Dila menyipitkan matanya, Dila memundurkan kursinya ke samping agar tidak terkena sinar matahari, tetapi itu hanya bertahan beberapa menit.

Dila menghela napas, dia kembali ingin menggeser kursinya tetapi Daffa sudah berdiri dan menutup tirai jendela. Tanpa mengucapkan apapun dia kembali ke tempatnya.

"Makasih kak," gumam Dila entah didengar Daffa atau tidak.

Kadang Dila merasa bingung, di sisi lain dia tidak berharap Daffa mencintainya tetapi di sisi lain Dila juga ingin dicintai walaupun rasanya pada Daffa sejauh ini masih di tahap 'nyaman'

Dila meneruskan kegiatan menulisnya, sedangkan Daffa meletakkan ponselnya ke atas meja. Dia mulai bosan bermain game.

"Adek," panggil Daffa. Dila hanya bergumam pelan menjawab panggilan Daffa.

"Habis ini mau ke mana?" tanya Daffa lagi.

"Balik ke rumah," jawab Dila dengan santainya.

"Beli cilok yuk," ajak Daffa.

Dila melirik jam di ujung kanan layar laptopnya, hampir memasuki waktu ashar, berarti sudah hampir dua jam dia di Cafe ini.

"Batagor aja kak, di depan komplek tuh ada," ucap Dila. Daffa mengangguk, daripada dia hanya diam di Cafe.

Dila segera menutup layar laptopnya kemudian memasukkan ke dalam ransel kecilnya.

"Sini saya yang pegang laptopnya," ucap Daffa mengambil alih tas ransel Dila.

"Kakak ke sini naik apa?" tanya Dila.

"Jalan, mobilnya ada di rumah adek," jawab Daffa.

Cafe itu memang tidak jauh dari kediaman orangtua Dila. Sekitar 5 menit jalan kaki lewat jalan pintas.

"Yaudah, kakak yang bawa motor aku kalau gitu, nih," ucap Dila menyerahkan kunci motor trailnya.

"Adek naik motor ini?" tanya Daffa dengan tatapan tidak percaya. Dila mengangguk santai.

"Tiap hari juga ke kampus naik motor trail kok," jawab Dila lalu dia duduk lebih dulu di jok belakang motor.

Daffa kemudian ikut naik refleks tangan Dila memegang ujung baju Daffa.

"Pegangan yang bener," ucap Daffa saat sudah menyalakan mesin motor Dila.

"Iya, ini udah bener kok," jawab Dila. Tangan Daffa lalu menarik kedua tangan Dila dan melingkarkan ke perutnya.

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang