ASMARA-55

4.1K 433 15
                                    

Langkah kaki Dila terlihat mantap menapaki rerumputan, di tangannya sebuah bouquet bunga tergenggam dengan erat. Senyumnya terukir lebar pada lelaki yang berdiri di tengah lapangan. Saat pandangan mereka akhirnya bertabrakan, Dila mempercepat langkahnya lalu masuk ke dalam pelukan lelakinya. Rasa hangat langsung menjalar di tubuh mungilnya.

"Congratulation, Capt," ucap Dila sambil mendongakkan kepalanya.

Hari ini adalah upacara kenaikan pangkat Daffa, kini di pundaknya terdapat tanda pangkat balok 3 dengan tanggung jawab baru tentu saja. Dila menjadi salah satu orang yang amat bangga. Dila tahu sekali untuk pangkat ini tidak mudah didapatkan Daffa, prosesnya pun tidak mudah. Dila juga harus menjaga perilakunya selama mereka menikah, jika salah sedikit saja maka taruhannya pembatalan promosi Daffa.

"Terima kasih," jawab Daffa lalu mencium puncak kepala Dila. Wanita yang ia pilih menjadi ibu persitnya, wanita yang akan mendampingi kariernya hingga pensiun nanti, wanita yang telah bersabar dan mengerti dengan jam kerjanya yang tidak menentu.

Dari kejauhan terlihat Ibu dan Ayah Daffa. Daffa segera mengurai pelukannya dengan sang istri. Hal pertama yang Daffa lakukan adalah memberi hormat pada sang Ayah yang hari ini menggunakan pakaian dinas upacaranya. Setelah itu ia memeluk sang Ayah, lelaki yang selalu menjadi idola dan panutannya, lelaki yang sangat ia hormati dan sayangi hingga akhir hayat.

"Ayah bangga sekali sama Daffa, nak. Selamat ya. Tetap amanah dalam tugas barunya nanti," ucap Ayah menepuk pelan punggung putranya.

"Siap, Ayah. Terima kasih banyak."

Daffa kemudian menatap Ibunya yang matanya berkaca-kaca. Daffa tersenyum lalu meraih tangan Ibunya dan menciuminya kemudian ia bersimpuh di depan Ibunya. Wanita yang telah melahirkannya dengan taruhan nyawa, wanita yang akan selalu menjadi cinta pertamanya.

"Maafin Daffa ya Ibu, Daffa banyak salahnya sama Ibu, selalu buat Ibu khawatir dengan profesi Daffa ini," ucap Daffa. Ibu menunduk lalu meraih bahu Daffa agar putranya itu berdiri. Air matanya tak terbendung lagi.

"Selama Daffa masih pulang dengan utuh, Ibu tidak apa-apa, nak. Anak Ibu sudah hebat sekali, semoga karier Daffa selalu lancar ya nak. Sesibuk apapun, selalu ingat selain Ibu dan Ayah, ada istri kamu juga sekarang yang selalu menunggu dengan doanya," ucap Ibu sambil tersenyum disela air matanya. Daffa menyeka air mata Ibunya.

Tak lama kemudian, semua saudaranya datang bersamaan. Batari, sang kakak yang walaupun galak tetapi selalu peduli padanya datang bersama suami dan kedua anaknya. Lalu Evan yang datang disela kesibukannya dengan tugas barunya di Kepolisian, dan Freya yang juga datang bersama suaminya. Mereka bergantian mengucapkan selamat.

"Kalau mau nangis, nangis aja sih," ledek Daffa pada Batari dan Freya.

"Apaan sih! Enggak ya!" Batari dan Freya menjawab bersamaan membuat Daffa tertawa geli. Keduanya lalu memeluk Daffa dan tentu saja tak bisa lagi menahan tangisannya.

Mereka sebangga itu dengan Daffa walaupun tentu tidak mengucapkannya.

"Ih mau juga lah pelukan." Evan langsung berdiri di antara Batari dan Freya lalu memeluk sang kakak dengan erat. Dila yang sedang menggendong Dera tentu saja juga tidak dapat menahan air matanya.

"Keren lho Abang, aku bangga banget," ucap Evan dengan tulus. Alasannya menjadi Abdi Negara selain mengikuti jejak Ayahnya, juga karena Daffa. Evan selalu kagum dengan kecerdasan kakaknya itu hingga berhasil masuk dalam Pasukan Khusus yang ditempatkan pada tim yang membutuhkan otak cerdas karena berurusan dengan teknologi serta taktik hebat.

Keluarga Dila juga ikut hadir, bahkan semua saudara Dila juga menyempatkan hadir. Hari ini dua keluarga itu berkumpul lengkap untuk merayakan Daffa yang baru saja naik pangkat.

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang