ASMARA-45

10.2K 843 48
                                    

Kehamilan Dila dengan cepat diketahui oleh keluarganya yang tentu saja menyambut dengan antusias, bahkan berulang kali Dila disuruh ke rumah sakit untuk periksa akan tetapi Dila ingin menunggu Daffa pulang agar mereka bisa pergi bersama.

Satu minggu ini Dila berada di kediaman orang tua Daffa dan perhatian benar-benar tercurahkan untuk Dila. Setiap pagi, Ibu akan menyiapkan segelas madu hangat saat Dila habis mual, lalu Ayah dengan sigap berusaha menuruti setiap makanan yang Dila ingin makan, belum lagi Batari yang berusaha memastikan kondisi Dila dalam keadaan baik-baik saja.

Selain keluarga dari Daffa, keluarganya juga sama hebohnya. Mami yang setiap sebelum menemani Papi dinas akan mampir ke rumah besannya terlebih dahulu, setiap malam Papi akan menelepon menanyakan kondisi Dila hari ini.

Seperti biasa, sebelum tidur Dila akan mengajak janin di perutnya bicara walaupun janinnya masih berbentuk gumpalan darah.

"Hai nak, tumbuh yang sehat ya, gak sabar deh kasih tau ke Ayah kamu. Eh kak Daffa maunya dipanggil apa ya?" Dila mulai bermonolog sambil tersenyum. Membayangkannya saja sudah membuat Dila bahagia, apalagi jika anak mereka nanti lahir.

"Kita coba telepon Ayah kamu, yuk, nak," ucap Dila lalu mengambil ponselnya. Setiap malam, Dila selalu mencoba menghubungi Daffa walaupun ponsel lelaki itu tidak aktif. Dan setelah itu, Dila akan mengirim chat untuk Daffa, menceritakan kesehariannya.

"Belum aktif," gumam Dila kemudian dia mengirim chat untuk Daffa.

Setelah itu Dila meletakkan ponselnya dan bersiap untuk tidur, siapa tahu saja saat bangun nanti Daffa sudah pulang, hal yang setiap hari diharapkan Dila. Tidak butuh waktu lama bagi Dila untuk tidur, apalagi tadi siang dia memang tidak tidur siang karena menemani Ibu ke super market walaupun harus mendengar ocehan Ibu yang khawatir dan mereka tidak sampai satu jam di super market.

"Ibu gak mau kamu capek, Dila. Kamu itu hamil muda, masih rentan."

Awalnya Ibu tidak mengizinkan Dila ikut, tetapi Dila yang tadi siang sangat bosan di rumah pun memohon pada Ibu dan untungnya ada kakak iparnya yang membelanya.

"Kalau Dila diam aja, stress lho nanti, Bu. Berpengaruh juga dengan janinnya. Turutin aja sih, Bu."

"Oke. Tapi kita gak lama."

Memiliki mertua dan ipar yang baik memang adalah anugerah terindah. Akan tetapi setiap pernikahan memiliki cobaannya masing-masing dan cobaan Dila adalah suaminya yang raganya untuk negara sehingga jarang berada di dekatnya.

Tidur Dila terusik karena merasakan kerongkongannya yang kering. Dila perlahan membuka matanya dan langsung menangkap sesosok siluet hitam yang berdiri di depan pintu, tangannya terulur seperti hendak mencekik leher Dila. Dila beranjak bangun lalu memekik panik bersamaan dengan lampu kamar Daffa yang menyala.

"Kenapa sih teriak-teriak?"

Sosok itu menjelma jadi lelaki yang mirip dengan Daffa. Dila menghela napas lalu pandangannya jatuh pada kaki lelaki itu yang menapak di lantai.

"Ya Allah aku pikir hantu, tapi kakinya napak," ucap Dila bermonolog.

"Adek pikir kakak hantu?" Tanya lelaki itu, suaranya juga mirip dengan suami Dila. Dila mengerjapkan matanya.

"Kakak!!" Dila langsung menerjang Daffa dan memeluknya saat sadar lelaki itu memang suaminya. Walaupun masih bingung, tetapi Daffa balas memeluk Dila. Lelaki itu benar-benar merindukan istrinya.

"Kok lama pulangnya? Adek kan nungguin," tanya Dila yang sudah menangis. Daffa menundukkan kepalanya.

"Adek nangis?"

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang