ASMARA-18

13.6K 1.8K 97
                                    

Selain menjadi tempat untuk pulang, kadang keluarga juga bisa menjadi tempat yang paling dihindari. Bagi Dila, definisi keluarga adalah kedua hal itu. Keluarga bisa menjadi tempatnya untuk pulang, kedua orangtuanya dan kakak-kakaknya. Tetapi keluarga juga menjadi tempat yang dia hindari, seperti jika ada acara di mana seluruh keluarga besarnya berkumpul.

Hari ini, Dila yang menjadi sorotan keluarga. Banyak keluarga di luar sana yang lebih mengutamakan harta, tahta, dan paras untuk menilai pantas atau tidaknya seseorang. Mungkin sudah bisa ditebak, pilihan Dila mengadakan lamaran di rumah menjadi perbincangan setelah Dewi, sepupunya mengadakan acara pertunangan besar-besaran di sebuah ballroom hotel bintang lima.

Dila memilih untuk tidak ambil pusing. Tapi jelas Maminya yang pusing. Bukan pusing karena Dila tetapi karena ocehan yang terus didengar tiada henti.

"Katanya calon suaminya tentara, pantas sih acaranya biasa aja."

"Halah, dari zaman Vanya nikah juga udah malu-maluin kok, orang acaranya biasa banget."

Itu sedikit kritikan pedas dari keluarga besar Maminya Dila yang memang sebagian besar suka menjatuhkan keluarga lain. Saling menjatuhkan lah pokoknya.

"Kalau bukan keluarga Mami juga udah Mami katain," gerutu Mami yang berjalan mondar mandir sambil mengibaskan kipas tangannya yang berwarna merah terang.

Dila yang menatap Maminya dari pantulan cermin hanya menukar senyum dengan MUA yang dikirim calon Ibu mertuanya.

"Mi, ntar aura cantiknya hilang kalau ngomel terus," ucap Dila dengan tenang. Mami menghela napas.

"Kamu bener dek, Mami masih cantik kan?"

Dila tertawa dan mengacungkan jempolnya.

"Selalu cantik, Mi."

Mami tersenyum kemudian keluar dari kamar Dila setelah menenangkan dirinya. Ini pertunangan putri bungsunya, putri semata wayang keluarga Mukti Abimana.

"Duuh, Dila makin cantik kalau make up gini, Mas Daffa pasti deh pangling," ucap Lala, Dila tersenyum salah tingkah. Kata Mbak Tari, Lala adalah MUA langganan Ibunya setiap ada acara di kesatuan Ayahnya dulu.

"Emang keluarga Wiraatmaja bibit unggul ya Dil, punya anak cantik dan tampan, calon menantunya juga cantik gini."

"Mbak Lala mah tau aja buat salting."

"Biar gak gugup, Dil."

Keduanya tertawa. Dila akui, sejak semalam Dila sangat gugup, apalagi saat memeriksa dekorasi acara lamarannya, kegugupannya terus meningkat padahal dia baru akan bertunangan dengan Daffa.

Mengingat pria itu membuat Dila tak berhenti tersenyum. Terakhir mereka bertukar kabar itu semalam sebelum Dila tidur. Mungkin sekarang pria itu juga sedang bersiap.

"Mas Daffa tuh sopan banget Dil, terus baik juga. Biar diomelin sama Mbak Tari juga dia cuma diem dengerin," ucap Lala. Sering bertemu dengan keluarga Wiraatmaja membuat Lala sedikit tahu bagaimana watak keluarga itu.

"Mbak pernah lihat kak Daffa marah gak?" tanya Dila dengan penasaran.

"Gak pernah sih Dil, wajahnya datar terus."

Dila mengangguk setuju, pria itu jarang tersenyum, sangat tidak peka tetapi selalu menunjukkan perhatian lebih pada Dila.

"Nah, udah selesai, Dila ganti baju gih."

Dila menatap wajahnya yang benar-benar terlihat cantik, Dila bahkan tidak mengenal seseorang dari pantulan cermin itu.

"Yaampun kayak bukan aku deh mbak," ucap Dila. Selama ini Dila jarang sekali make up, paling hanya make up tipis untuk ke kampus.

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang