[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]
●●●
“Indah, kamera gue dimana?!”
Teriakan Andra dari kamarnya menggema ke seisi rumah. Padahal hari masih pagi, tapi entah apa yang dilakukan lelaki itu hingga membuat keributan di Senin pagi. Dia bangun kesiangan hingga membuatnya kalap karena belum menyiapkan semua yang harus ia bawa ke sekolah. Hari ini dia akan mengerjakan tugas kelompok setelah pulang sekolah. Belum lagi dia lupa menaruh kunci mobilnya. Ah, benar-benar pagi yang menghebohkan.
Terhitung 2 hari Nara, ibunya, dan adiknya tinggal di rumah besar ini. Kemarin dia dibelikan seragam, tas, dan perlengkapan sekolah lain oleh Arman agar tak perlu kembali ke rumah, begitu juga dengan adiknya. Tak hanya perlengkapan sekolah, kebutuhan mereka juga semua dibelikan oleh pria kaya itu.
Andra berlari kecil menuruni tangga sembari menggendong tas sembari membawa beberapa barang. Terkadang dia lupa jika kekasihnya tinggal di rumahnya untuk beberapa waktu. Jadi sekarang Nara sedikit tahu apa saja tabiat pacarnya yang memalukan. Itu cukup menyenangkan untuknya.
“Indah, Indah!”
Dengarlah, suaranya begitu nyaring. Pasti lelaki itu menuju meja makan sekarang. Padahal di meja makan semua orang sedang sarapan dengan tenang. Pagi ini lelaki itu begitu rewel. Sepertinya dia mulai menyadari bahwa dirinya adalah tuan muda yang harus dilayani.
“Pagi-pagi udah teriak-teriak, gak tau malu” gumam Arman tak habis pikir dengan putranya.
“Kamera sama tripod gue mana?” tanya Andra kesal.
Indah menggeleng-gelengkan kepalanya. Sekarang dia benar-benar menjadi kakak dari si Troublemaker Ganteng. Wanita itu memberikan dua barang yang dicari lelaki itu.
“Nih, siapa yang kemarin tes kamera di luar gak dimasukin lagi?”
Andra tak memedulikan ucapan Indah dan langsung memasukkan kedua barang itu ke salah satu tas. Kepalanya menoleh pada Nara yang baru saja selesai makan. Tangannya bergerak mengacak-acak rambut pacarnya tanpa menyadari bahwa calon mertuanya sedang menyaksikan.
“Andra, ngapain kamu?” tanya Arman menegur putranya. Dia benar-benar malu dengan tingkah sang putra.
Mendengar hal itu, Andra pun menyadari keberadaan Tina dan membuatnya malu. Begitu juga dengan Nara yang sepertinya telah merah padam akibat ulah Andra. Lelaki itu berdeham untuk menetralkan rasa malunya. Kemudian dia menyalami tangan calon mertuanya dengan sopan.
“Maafkan anak saya, ya, bu. Dia memang gak tau situasi kalo lagi sama Nara” ucap Arman sembari tersenyum kecut.
“Iya, gapapa, pak. Namanya juga anak muda” jawab Tina sembari tersenyum canggung.
“Udah kan sarapannya? Ayo berangkat” sahut Andra pada sang pacar dan Naya.
“Kamu gak sarapan dulu?” tanya Indah sembari merapikan seragam Naya.
“Males, keburu telat” jawab Andra apa adanya.
Lelaki itu langsung pergi sembari membawa barang-barangnya. Arman menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang putra. Nara tersenyum melihat Arman yang tampak mengkhawatirkan Andra.
“Gapapa, om. Nara udah bawa bekal buat Andra makan, kok” ucap Nara sembari menggendong tasnya.
“Makasih, ya, sayang. Kamu hati-hati di jalan” jawab Arman sembari tersenyum.
Setelah Nara berpamitan, dia mengajak adiknya untuk berangkat ke sekolah. Dia memperhatikan adiknya yang tak seceria biasanya. Pasti pertengkaran kedua orang tuanya sangat mengganggu pikirannya. Dia harus menghibur adiknya agar kembali ceria seperti sedia kala.

KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga
Teen FictionIni sebuah kisah. Tentang tiga manusia yang melalui berbagai rintangan dalam perjalanan hidupnya. Arti Keluarga masih menjadi tanda tanya besar yang belum dapat mereka pecahkan. Mereka kehilangan rumah untuk pulang. Namun, mereka menemukan 'rumahnya...