13. Takut

5 0 0
                                    

[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]

●●●

Sabtu malam yang tak cerah. Bintang tak tampak sama sekali di langit walau jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Angin kencang sedari tadi berembus. Cuaca malam ini sangat buruk. Sementara seorang wanita sedang berlari kecil memasuki pagar tinggi. Dia memasuki rumah besar yang seperti tak memiliki penghuni.

Itu Indah. Dia datang sembari membawa beberapa barang. Rumah ini sudah seperti rumahnya sendiri sehingga dirinya bisa keluar masuk dengan santainya. Dilihatnya ruang tamu yang sangat sepi. Dia bertanya-tanya apakah ada orang di rumah. Kepalanya menoleh ketika melihat seorang lelaki yang berjalan dari arah dapur sembari membawa mangkuk.

“Andra” panggilnya.

Lelaki itu menoleh. Dia berjalan ke arah sofa untuk duduk dan menaruh mangkuknya di meja. Dilihatnya Indah yang mendekat ke arahnya dan duduk agak jauh darinya. Dia melihat barang-barang yang dibawa wanita itu.

“Kamu makan mi?” tanya Indah sedikit bingung karena biasanya lelaki itu sangat sulit untuk makan.

Andra hanya mengangguk dan mulai memakan makanannya. Diliriknya wanita yang tersenyum saat melihatnya makan.

“Tumben baru dateng”

Mendengar gumaman lelaki itu membuat Indah sedikit terkejut karena biasanya Andra tak menginginkan kehadirannya. “Ada banyak urusan yang harus aku selesaiin”

Lelaki itu fokus dengan makanannya. Suara notifikasi ponselnya membuatnya mengambil benda pipih itu dari sakunya. Dilihatnya pesan dari Nara, kemudian dia meletakkan ponselnya di meja. Indah melihat banyak yang berubah dari lelaki ini selama dirinya tak ada. Dia penasaran siapa yang bisa membuat lelaki itu seperti ini.

“Urusan yang lo maksud itu tentang gue?” tanya Andra memastikan.

Indah terdiam. Bagaimana menjawabnya? Sejujurnya itu benar, tapi pasti Andra tak akan suka dengan jawabannya. Tak mendengar sebuah jawaban, Andra pun tak menghabiskan makanannya. Dia menoleh pada wanita itu dan menatapnya.

“Gue gak masalah kalo harus balik” ucap Andra tanpa ragu.

“Gak, kamu gak akan balik ke sana. Aku janji” jawab Indah dengan cepat.

“Jangan bikin janji ke gue” Andra memalingkan wajahnya. Dia menyandarkan tubuhnya sembari memperhatikan ponselnya.

“Kamu udah banyak berubah, Andra. Itu kemajuan, jadi kamu gak akan balik ke sana lagi” ucap Indah mencoba meyakinkan.

Andra menoleh pada Indah. Ditatapnya wanita yang tampak sangat memperjuangkan kesehatan mentalnya walau dirinya telah banyak bersikap buruk. Sejujurnya dia lelah, sangat lelah dengan semua. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini harinya terasa sedikit menyenangkan. Dia merasa terhibur bersama Jovan dan Tari. Dia juga merasa berharga dan layak ketika bersama Nara. Namun di sisi lain, dia selalu merasa hancur, jatuh, dan sakit ketika melihat ayahnya. Bagaimana cara menjelaskan semua perasaan ini?

“Kalo laper bikin sendiri di dapur” ucap Andra mengalihkan pembicaraan.

“Emang ada makanan?” tanya Indah yang mengimbangi topik pembicaraan Andra.

Lelaki itu mengangguk sembari menjawab, “Ada orang gila meres gue buat beli makanan”

Tak tahu kenapa Indah terkekeh mendengar hal itu. Orang gila katanya? Dia jadi penasaran siapa orang gila yang mengisi dapur Andra dengan cara yang menarik. Sepertinya dia harus banyak belajar dari orang gila itu.

KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang