12. Hukuman

3 0 0
                                    

[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]

●●●

Keesokan harinya, Nara sangat takut untuk pergi ke sekolah karena ketahuan bolos. Dia sangat ingin tak hadir ke sekolah hari ini, tapi pasti kedua orang tuanya tak mengizinkannya karena tak ada alasan yang jelas. Tasnya saja masih berada di sekolah. Memang dasar Nara bodoh.

Gadis itu tak melihat ayahnya saat sarapan. Hal itu pun membuatnya sedikit lega. Dia mempercepat sarapannya agar bisa segera berangkat sekolah. Baru kali ini dirinya berangkat ke sekolah tak membawa tas. Sepertinya dia akan menyusul Andra untuk mendapat gelar Troublemaker.

Tampaknya dia datang ke sekolah terlalu pagi. Tapi itu bagus, sekolah pasti masih sepi. Dilihatnya masih sedikit anak yang datang ke sekolah. Gadis itu pun menuju kelasnya. Keningnya berkerut melihat lelaki yang sedang tidur di bangku paling sudut. Langkahnya pun membawanya untuk mendekati lelaki itu. Dia duduk di samping lelaki itu. Tumben sekali lelaki itu tak menghadap dinding. Nara pun turut meletakkan kepalanya di atas meja.

Matanya menikmati pemandangan yang sedang dilihatnya. Wajah tegas teman sebangkunya saat menutup mata benar-benar tampak mengagumkan. Pantas saja lelaki ini digemari banyak gadis di sekolah. Bahkan mungkin anak kecil juga bisa tahu jika lelaki itu tampan.

Nara terkesiap ketika teman sebangkunya membuka mata. Pandangan mereka bertemu beberapa detik sebelum gadis itu menegakkan badan. Gadis itu tersenyum canggung sambil merapikan rambutnya. Dia mencoba menetralkan rasa gugupnya.

"S-selamat pagi"

Tak ada balasan dari teman sebangkunya. Yah, Nara sudah terbiasa dengan itu. Gadis itu bingung harus mengarahkan tangannya ke mana, jadi tangannya bergerak untuk merapikan rambutnya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Kepalanya menoleh di sekitar bangkunya. Melihat loker mejanya untuk mencari sesuatu.

"Loh, tas gue kok gak ada?" gumamnya yang bisa didengar teman sebangkunya.

"Palingan diambil guru" sahut Andra santai.

Nara langsung menoleh pada teman sebangkunya. Wajahnya terlihat takut berkat ucapan lelaki itu.
"Yah... kalo gue dipanggil BK gimana?"

Andra hanya mengangkat bahunya tak peduli, membiarkan gadis itu takut dengan pikiran-pikiran negatif. Tak lama kemudian, kelas pun menjadi ramai. Hal yang dirasakan Nara tak dirasakan oleh Tari karena kemarin Jovan menelepon temannya untuk mengambil tas miliknya dan juga Tari. Tinggallah Nara yang ketakutan hingga gelisah. Bahkan saat pelajaran berlangsung pun dia tak bisa fokus.

Satu jam pelajaran telah berlalu. Sejauh ini semuanya baik-baik saja hingga Pak Sarwo menyela kegiatan pembelajaran. Wajah Nara langsung pucat pasi. Namanya dipanggil oleh guru BK itu. Seisi kelas memperhatikannya. Gadis itu pun berjalan dengan kepala tertunduk mengikuti Pak Sarwo ke ruang BK.

Melihat hanya Nara yang dipanggil, Tari menoleh pada Jovan yang juga sedang menatapnya. Keduanya merasa tak enak hati karena hanya Nara yang dipanggil. Mereka menoleh saat melihat Andra berdiri dari duduknya lalu keluar kelas. Wakil ketua kelas itu memberi isyarat pada Jovan lewat tatapan mata.

Untungnya Jovan dapat mengerti apa yang diisyaratkan oleh Tari. Mereka pun turut keluar kelas setelah meminta izin pada guru yang sedang mengajar.
Sementara itu, Nara berdiri sambil menundukkan kepalanya. Dia memilin jarinya untuk menyalurkan rasa gelisah. Di hadapannya, Pak Sarwo masih diam dan memperhatikan dirinya. Wajar jika mendapat hukuman, dia memang melakukan kesalahan.

KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang