Prolog

27 3 0
                                    

[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]

•••

"ARGH!!!"

Jerit, tangis, dan tawa adalah hal yang biasa di tempat ini. Suara-suara itu akan menjadi sangat bising hingga bisa membuat seseorang sensitif dan berteriak. Kemudian orang-orang berbaju putih akan menghampirinya dan memberi tali kekang padanya. Setelah itu mereka akan memberikan suntikan padanya.

Seperti yang dialami lelaki malang ini, dia tengah terkurung di sebuah ruangan kecil yang seluruhnya berwarna putih. Terbangun dengan rasa cemas dan takut. Kepalanya menoleh ke sana-kemari menyadari dirinya berada di ruangan ini. Sontak dia langsung mundur ke sudut ruangan.

Lelaki itu memeluk kakinya sambil menutup kedua telinganya sangat rapat. Matanya menyapu seluruh ruangan dengan tatapan waspada. Dia menggigit bibirnya kuat. Seolah sedang menyalurkan ketakutannya lewat gigitan itu.

Netranya melihat seseorang. Seorang wanita dengan baju putih yang melangkah ke arahnya. Wanita itu berjongkok di hadapannya. Tatapan hangat dan senyum manis membuat lelaki yang ketakutan itu berhenti menggigit bibirnya.

"Mama" gumam lelaki itu.

Wanita yang dipanggilnya 'Mama' itu mengangguk pelan. Membuat lelaki itu melepas tangannya dari telinga. Senyum 'Sang Mama' mengembang saat ketakutannya perlahan mengurang. Namun tetap saja kewaspadaannya masih sama.

"Mama, ayo keluar" bisiknya pada wanita itu.

"Di sini serem" lanjutnya.

Matanya terus memperhatikan sekitarnya dengan waspada. Dia kembali menatap wanita yang sedari tadi tersenyum padanya. Lelaki itu bergerak mendekat. Berniat memeluknya untuk membuatnya sedikit lebih tenang. Namun wanita itu menghilang saat dia hendak memeluknya. Kepalanya langsung menoleh ke seluruh sudut ruangan.

Dia kembali menutup telinganya rapat-rapat. Rasa cemas, takut, dan frustrasi bercampur menjadi satu. Dia kembali menggigit bibirnya hingga berdarah. Seakan tak cukup dengan itu, dia menjambak rambutnya dan membenturkan kepalanya ke dinding.

Dari kamera pengawas, seorang perawat mengetahui tindakan lelaki itu. Dua perawat pria langsung berlari ke ruangan tersebut sembari membawa tali kekang serta suntikan dan obatnya. Mereka masuk ke dalam ruangan. Lelaki itu terlihat berantakan akibat ulahnya sendiri.

Dengan susah payah kedua perawat itu mengikat lelaki itu di brankarnya. Tentu saja lelaki itu memberontak ingin dilepaskan. Teriakannya mungkin bisa memekakkan telinga. Salah satu perawat menyuntikan sesuatu ke tangan lelaki itu. Tak butuh waktu lama, lelaki itu mulai berhenti memberontak dan meraung. Kemudian kelopak matanya tertutup perlahan dan dia tertidur.

Dirasa pasien telah tenang, kedua perawat itu pun keluar dari ruangan tersebut. Kembali meninggalkan lelaki itu sendiri di ruangan yang semua orang tak ingin berada di dalamnya.

Kalian bertanya tempat apa ini? Sepertinya sudah bisa ditebak bahwa tempat ini adalah rumah sakit jiwa.

Siapa lelaki malang ini? Ya, dia salah satu pasien di rumah sakit ini.

Dan apa yang terjadi padanya? Itu mungkin akan menjadi cerita yang cukup panjang.

Dia adalah seorang lelaki berusia 16 tahun. Harusnya dia adalah siswa ajaran baru di bangku SMA, tapi hal itu digantikan dengan keputusan orang terdekatnya yang menempatkannya di penjara seperti ini.
Kehilangan seseorang yang sangat dia cintai membuatnya marah, frustrasi, dan putus asa. Dia kehilangan akal dan sering kali berniat mengakhiri hidupnya.

Dia kehilangan pegangannya dalam hidup. Namun orang terdekatnya justru membuangnya di tempat asing. Berbaur dengan jeritan yang lain hingga menyatu di sini.

Sesungguhnya bukan ini yang lelaki malang itu harapkan. Banyak orang yang salah mengambil tindakan dalam kasus seperti ini. Mereka akan 'membuang' seseorang ketika orang itu mereka anggap kehilangan akal sehat atau tidak waras. Hal itu membuat mereka yang 'dibuang' merasa tidak berguna dan tidak memiliki alasan untuk hidup.

Mereka yang seperti itu tidak seharusnya dibuang begitu saja. Orang-orang terdekatnya adalah faktor terbesar yang membuat mereka jatuh dan putus asa. Namun, orang-orang itu juga yang seharusnya menarik tangan mereka untuk kembali bangkit. Sangat disayangkan, tak banyak orang yang peduli atau hanya sekedar ingin tahu. Bahkan orang-orang cenderung tak menginginkan 'mereka'.

Seperti lelaki yang malang itu, banyak orang di luar sana yang sedang putus asa karena sebuah perpisahan, penyesalan, atau lainnya. Kita mungkin tak bisa membantu banyak, atau mungkin tak ingin membantu. Namun jika tidak berniat membantu, setidaknya jangan membuat 'mereka' semakin jatuh dan menderita.

●●●

Dunia tanpa suara
by: ??

KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang