23. Hubungan?

5 0 0
                                    

[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]

●●●

Ini pagi yang cerah. Di sebuah halaman rumah sakit, banyak pasien yang berkeliaran menikmati pagi yang sejuk. Andra adalah salah satunya. Lelaki itu hanya duduk di bangku dengan tatapan kosong. Di lengannya masih tampak balutan perban. Dia menatap sebuah pohon yang tampak berdiri kokoh.

Semua yang ada di sini senasib dengannya. Bahkan ada yang benar-benar kehilangan kewarasannya. Beberapa pasien di sini selalu ingin dekat dengannya karena hanya dirinya yang tampak tak memiliki teman. Mereka telah mengenal Andra sejak lama. Mengetahui Andra kembali membuat mereka senang, seperti pria yang baru saja duduk di sampingnya sekarang misalnya.

Pria yang lebih tua tiga tahun darinya itu menatapnya. Dia tampak seperti anak berusia lima tahun sekarang. Orang-orang bilang pria itu mengalami trauma di masa kecil yang membuatnya terjebak di ingatan itu.

“Kak, ayo main” ajak pria itu pada Andra.

“Pergi” usir Andra yang tak ingin diganggu.

“Aku punya cokelat, kakak mau?” tawar pria itu.

Andra menghela nafasnya. Dia menoleh pada pria yang lebih tua darinya. Sisi warasnya membuatnya dapat mengatur emosinya untuk tak memarahi pria itu. Bagaimana pun juga pria itu juga menghadapi situasi yang sulit seperti dirinya. Padahal pria itu sangat dewasa ketika tak seperti ini. Andra dan pria ini sering bergantian menjadi seorang kakak.

“Kakak tau mamaku, gak?” tanya pria itu sembari memperhatikan sekitar.

“Gak” jawab Andra tak acuh.

“Kok aku ditinggal sama mama?” tanya pria itu lagi.

Sama, batinnya. Andra menatap pria itu. Dibukanya cokelat yang ada di tangan pria itu. Dia menyuruh pria itu duduk tenang dan memakan cokelat itu.

“Tunggu aja”

Sungguh, dia sangat ingin kabur dari tempat ini. Andra sangat tak betah di rumah sakit. Dia sangat tak menyukai tempat seperti ini. Sudah beberapa kali dia mencoba untuk kabur, tapi usahanya sia-sia. Lelaki itu merasa dirinya semakin menggila setiap harinya. Jika sesuatu membuatnya tertekan sedikit saja, dia akan menjadi-jadi.

Andra menjadi pasien yang tak segan melukai siapa pun, termasuk dirinya sendiri, saat dirinya menggila. Seakan dia tak mengenal siapa pun. Dia sering berbicara sendiri, merusak barang-barang, bahkan mengganggu pasien lain. Tak heran jika lelaki itu sering diikat atau dimasukkan ke dalam ruang isolasi.

“Andra” panggilan itu membuatnya menoleh.

Ah, Indah lagi rupanya. Wanita itu tak pernah absen mengunjunginya. Dia kembali menatap pohon yang kokoh itu. Andra tak mengerti kenapa wanita ini terus datang bahkan di saat ayahnya sendiri tak peduli.

“Katanya kamu belum makan, nih aku bawain makanannya” ucap Indah yang tersenyum pada lelaki itu.

Pandangannya beralih pada pria yang sedang duduk di samping Andra. “Temen kamu?”

Andra mengangguk. “Lagi nunggu mamanya”

Sejenak Indah terdiam. Membicarakan seorang ibu adalah hal yang sensitif untuk Andra. Lebih baik dirinya mencari topik pembicaraan lain. Dia mencoba menyuapi lelaki itu, tapi lelaki itu sama sekali tak ingin membuka mulutnya.

“Oh iya, kemarin Nara sama dua temennya dateng ke rumah” ucap Indah sembari memperhatikan reaksi Andra.

Lelaki itu menoleh pada Indah. “Nara?”

KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang