24. Menjenguk

3 0 0
                                    

[Semua karakter, tempat, organisasi, agama, dan kejadian dalam cerita ini adalah fiksi]

●●●

Akhir pekan. Cuacanya tak begitu mendukung untuk suasana pagi yang didambakan semua orang. Hari ini harusnya Nara menghabiskan waktunya untuk bersantai dan berleha-leha. Namun dia tak bisa melakukannya karena janji yang telah dia buat dengan Indah untuk menjenguk Andra. Sekarang dia sudah ada di kafe dekat sekolah menunggu Indah. Dia telah membeli buah dan beberapa makanan untuk Andra.

Wanita yang ditunggunya datang sedikit terlambat karena sebuah urusan yang mendesak. Setelah berbincang sebentar, mereka pun berangkat. Nara memperhatikan jalanan menuju rumah sakit yang dimaksud. Dia merasa entah kenapa sebenarnya dirinya tidak diperbolehkan untuk menjenguk Andra. Mungkin ini hanya perasaannya.

Kepalanya menoleh ke sana kemari ketika memasuki area rumah sakit. Keningnya berkerut bingung melihat tulisan ‘Rumah Sakit Jiwa’ yang terpampang begitu besar. Dia menoleh pada Indah dengan penuh rasa penasaran. Katanya mau jenguk Andra, kok ke sini?

Nara berjalan di samping Indah sembari memperhatikan beberapa pasien yang menatapnya. Gadis itu menoleh pada Indah dengan perasaan bingung.

“Kak, kita ngapain ke sini?” tanya Nara bingung.

Tak ada jawaban dari Indah. Wanita itu hanya tersenyum dan mengajaknya untuk memasuki rumah sakit. Nara dapat mendengar suara-suara teriakan yang belum pernah didengar sebelumnya. Jeritan itu terdengar saling bersahutan seakan meminta tolong.

Langkahnya berhenti ketika mendengar suara yang tak asing baginya. Dia turut berlari mengikuti Indah ke salah satu kamar. Di kamar itu, Nara bisa melihat lelaki yang sedang memberontak ketika dua perawat mencoba menenangkannya.

Indah tampak mendekat pada lelaki itu untuk membantu kedua perawat tersebut. Sedangkan Nara masih mematung melihat apa yang sedang terjadi. Itu Andra, pacarnya. Lelaki itu begitu berantakan di atas brankar. Makanan yang dibawanya pun terjatuh karena terkejut dan syok melihat keadaan Andra. Nara berjalan menghampiri lelakinya.

“Lepas. Lepasin gue!!” teriak Andra pada siapa pun yang sedang menahan tangannya.

Nara terperanjat mendengar teriakan itu. Jantungnya berdegup kencang, antara takut dan juga perasaan yang sulit dijelaskan. Dengan perlahan dia menyentuh lengan Andra, berharap lelaki itu bisa sedikit lebih tenang.

“Andra...” panggilnya lirih.

Panggilan itu masih bisa didengar oleh si pemilik nama. Lelaki itu menoleh padanya, menatap tak percaya dengan kehadirannya. Wajahnya memerah akibat pemberontakannya. Nafasnya terengah-engah, dahinya berkerut menatap Nara.

“Ngapain di sini? Siapa yang nyuruh lo ke sini?! Pergi!!”

“Andra, tenang, ya” ucap Indah sembari menyiapkan jarum suntik untuk membuat Andra tenang.

Indah menyuntikkan obat itu pada Andra. Tak butuh waktu lama, lelaki itu pun melemas dan akhirnya tertidur. Dia meminta kedua perawat itu pergi. Dilihatnya Nara yang masih menatap Andra dengan ekspresi tegang dan mata berkaca-kaca. Wanita itu mengajak Nara untuk duduk dan memberinya segelas air. Dia tahu pasti ini sangat mengejutkan bagi Nara.

“K—kak... A—andra, Andra kenapa?” tanya Nara terbata. Dia bahkan merasa nafasnya tercekat setelah menyaksikan ini semua.

“Kamu pasti kaget banget, ya” ucap Indah tersenyum tipis. Dia membenarkan letak selimut Andra sembari menatapnya sendu.

“Ini rahasia besar yang gak diketahui semua orang. Kamu pasti pernah denger kabar kalo dia pernah gak naik kelas, kan? Itu karena dulu dia dikirim papanya ke sini, ini udah yang ketiga kalinya”

KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang