10. Arga ? Gara ?

53.4K 4.2K 32
                                    

•─────•°•❀•°•─────•

"Mana.."

"Mana ? Apa yang mana ?"

"Ion.. Mana ?"

"Arion disini kan ?"
Ares tengah menjahili Arion, sedari tadi dia menyembunyikan botol susu dibelakang tubuhnya, benda yang saat ini sedang dicari-cari oleh si bocah pipi bakpao.

Ares akhirnya mengalah dan memberikan botol kecil itu, yang langsung di sedot dengan semangat oleh Arion.

Beberapa minggu lalu, saat dia masih berada di benua seberang, Arthur menghubunginya dan membicarakan soal Arion, mengatakan bahwa mereka akan punya anggota keluarga baru. Ares yang tadinya tidak begitu peduli dengan cepat berubah saat bertemu langsung dengan Arion.

Lalu entah bagaimana, Arion dengan mudah menempel padanya tanpa Ares harus memberikan effort konyol seperti yang lainnya, dia tidak perlu susah-susah berusaha seperti adik-adiknya yang selalu mencoba menarik perhatian Arion.

Tadi si gemas ini baru bangun tidur langsung mencarinya, padahal ada Arthur yang rela menungguinya disamping. Hal itu agaknya membuat Ares sedikit besar kepala sampai sempat berpikir kalau dia akan okay kalau membujang seumur hidup.

"Kamu ini cowok tapi manis sekali sih"
Keduanya ada diruang tengah sekarang, Ares memperhatikan Arion yang sedang berbaring sambil menyedot susunya. Sesekali mencuri kecupan di tangan sekal Arion yang menggapai-gapai wajahnya.

"Kenapa tidak muncul dari dulu, Arion ?"

Semenjak kedatangan Arion, suasana rasanya jadi berbeda, jadi lebih hangat. Meskipun baru seminggu, perubahan itu terasa sekali.

Seperti menemukan oasis di padang pasir, kedatangan Arion dikehidupan mereka menghapus sepi yang selama ini melingkupi, terlebih setelah semua yang terjadi.

Well, dari luar memang mereka tampak baik-baik saja, tapi mau bagaimanapun disembunyikan, tetap saja semua orang diam-diam menyimpan pedih karena masa lalu yang menyakitkan. Ares tahu meskipun mereka tidak pernah membicarakan ini satu sama lain secara gamblang.

Arion, mungkin memang dikirmkan Tuhan untuk menyadarkan mereka bahwa tidak ada gunanya hidup terbelenggu dengan masa lalu.

"Aeeecc~"
Ares tersadar dari lamunannya seketika. Kembali dibuat tertawa oleh bocah berpipi gembil ini.

Kalau dulu, Ares tidak suka jika namanya dipakai untuk bercandaan receh, dia akan menatap tajam kepada setiap orang yang mempelesetkan namanya menjadi Horoscope bintang seperti Aries atau apalah itu. tapi kini dia malah diam saja saat Arion memanggilnya dengan panggilan lucu begini.

"Aeec.. aeccc~"

"Iya, baby ?"

Seketika diangkat presensi kecil itu agar duduk di sofa. Tak lupa memberi kecupan singkat di pipi lembutnya beberapa kali.

Arion ini badannya kecil tapi pipinya sudah seperti bakpao kebanyakan pengembang, mungkin selama ini lemaknya bukannya tersimpan di perut tapi malah naik ke pipi.

"Pipimu ini, lama-lama Abang gigit, ya !"

interaksi Manis keduanya rupanya diperhatikan oleh Argara yang sedari tadi berdiri di belakang Ares.

Argara menatap keduanya dengan wajah datar, apalagi mendengar cekikikan lucu Arion karena Tak henti dijahili Ares.

Ini tidak bisa dibiarkan.

Argara masih tidak terima, karena Arion lebih dulu menghafal Ares daripada dirinya, padahal dia merasa dia yang lebih dulu harus diingat.

"Bocil, kan Abang duluan yang ketemu sama kamu, kenapa jomblo busuk ini yang kamu hafal !"

Perkataan Argara lantas membuat keduanya mengalihkan atensi. Argara mendekat, dengan santai berlutut didepan Arion tanpa menghiraukan Ares.

"Ayo panggil abang, Arion"

"Gara. Abang Gara... Ayo ?"
Argara dengan nada memelas membujuk Arion, sedari kemarin dia sudah mencoba, tapi selalu dicueki.

"Makanya bertobat dulu sana, biar urusannya dipermudah"
Ares yang sudah lelah melihat tingkah adiknya yang paling absurd ini lantas menyeletuk agak oot, kemudian mengangkat Arion pergi meninggalkan Argara yang seketika pundung.



•─────•°•❀•°•─────•

10th-October-2022

The Story Of ARIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang