#5 : Teman

73 45 23
                                    

DILARANG KERAS PLAGIAT!!
Happy reading guys!

_____

"Gue nggak akan anggap lu sebagai cewe lemah, cewe emang butuh dilindungi dan kalaupun nangis itu hal yang wajar."

°•Arga Byantara•°

_____

"Loh Adira! Ngapain dia lari!" Arga panik, pasalnya Adira menyusul anak kecil itu. Arga ikut lari mengejar Adira.

Bus semakin melaju dan hanya beberapa jengkal siap menerkam anak perempuan yang kini sudah berada di tengah jalan raya.

Tiinn...

Klakson berbunyi nyaring, Adira masih berlari menyusul si anak yang kini sudah sadar jika di depannya terdapat bus.

Brakkk...

"Arkhh!!" Teriak Adira, seketika langsung menutup matanya. Dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan anak yang ia kejar sudah tertabrak oleh bus, anak itu tidak sadarkan diri dengan darah yang keluar dari kepalanya akibat benturan yang keras. Sedangkan Ibunya langsung menghampiri anaknya yang sudah tergeletak di tengah jalan.

Sedikit lagi, sedikit lagi Adira bisa menangkap anak kecil itu, namun Tuhan berkata lain. Dada Adira terasa sesak, ia jatuh bersimpuh mencengkram kuat dressnya hingga kuku-kukunya memutih.

Bak kaset rusak, kejadian yang baru saja terjadi mengingatkannya tentang teman masa kecilnya. Adira mencoba menahan supaya tidak terbayang-bayang tetapi nihil, ia tidak bisa mencegah otaknya yang dengan sendirinya membawa ke masa lalu.

"Adiraaa!!" Arga berlari menghampiri Adira yang sedang kesulitan bernafas.

"Lu nggak papa kan?" Tanya Arga menggoyangkan bahu Adira, mencoba menyadarkan Adira yang masih menatap anak yang sekarang ini berlumuran darah di pangkuan sang Ibu.

"Adira!" Kedua kalinya Arga memanggil Adira dengan suara lebih keras.

"Hah?" Adira tersadar dan mengalihkan pandangannya ke laki-laki yang ada di depannya.

"Ar ba-wa a-ku per-gi da-ri si-ni," ucap Adira dengan suara terbata-bata dan bergetar, menahan air matanya supaya tidak menetes.

Arga mengalungkan tangan Adira ke lehernya dan memapah Adira menjauh dari tempat kecelakaan. Untuk berdiri saja Adira tidak bisa menopang tubuhnya sendiri dan terasa sangat lemas.

Mereka duduk di kursi taman yang tidak terlalu dekat dengan tempat kejadian.

Arga melepaskan tangan Adira dari bahunya dan merasakan dinginnya tangan Adira yang sudah seperti es.

"Ra, tangan lu dingin banget," kata Arga dan menggenggam tangan Adira.

"Lepasin," titah Adira, menatap kosong Arga yang menggenggam tangannya. Arga tidak menggubris, ia malah memasukan tangan Adira ke saku hoodie yang dipakai.

Adira memilih mengalah untuk kali ini, ia tidak bertenaga berdebat dengan Arga yang notabene keras kepala.

"Julukan yang mereka kasih ke aku dengan sebutan si 'es' emang pantas buatku, selain sikapku yang tidak memedulikan sekitar tanganku juga selalu dingin setiap hari." Adira menunduk. Tetapi Arga semakin mengeratkan genggaman tangannya.

"Lepas, nanti tangan kamu jadi dingin," lirih Adira.

"Gue nggak akan ngelepasin sebelum tangan lu nggak dingin lagi," jawab Arga.

"Lu nggak usah mikirin omongan mereka."

"Aku nggak mikirin cuman tadi tiba-tiba aja inget sebutan aku kalo di sekolah."

Aku dan Semesta✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang