#6 : Arga Byantara

66 42 27
                                    

DILARANG KERAS PLAGIAT!!!
Happy reading guys!

_____

Arga keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Ia sudah rapi memakai seragamnya dengan tas yang sudah melekat di punggungnya dan menuju meja makan. Di sana sudah ada wanita berbaju biru sedang mengoleskan selai kacang di roti yang akan ia makan.

Arga memutar bola matanya malas, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan wanita itu.

"Arga kamu mau Mamah ambilin roti?" Tawar wanita yang ada di depannya yang tak lain Rima, ibu tiri Arga. Ibu kandung Arga sendiri sudah meninggal saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Saya bisa ambil sendiri," tolak Arga lalu mengambil dua lapis roti tawar dan mengoleskan selai di rotinya.

"Hari ini kamu rapi banget, pasti mau berangkat bareng pacar kamu ya?" Tanya Rima menggoda Arga.

Raut wajah Arga datar, tidak menanggapi perkataan Rima. Arga masih diam dan tidak berminat untuk menjawab.

"Arga kalo di tanya sama orang yang lebih tua jawab dong!" Timpal pria paruh baya yang sudah rapi dengan jasnya. Menuju meja makan dan duduk di kursi kebesarannya.

Arga melirik sekilas pria yang kini sedang mengelus lembut rambut Rima. Menatap jengah pemandangan yang ada di depannya ini.

"Huh pacar? Saya akan cari wanita baik-baik untuk dijadikan sebagai pacar dan bukan sembarang wanita seperti anda," jawab Arga tersenyum smirk.

Rima mengepalkan tangannya kuat, menahan emosi supaya tidak meluap dan berusaha terlihat baik-baik saja di depan Devan suaminya.

"Arga!! Jangan sebut Mamah kamu seperti itu!! Minta maaf sekarang juga!!" Bentak Devan.

"Udah mas nggak apa-apa, jangan marahi Arga." Rima mengelus lengan Devan.

"Dia emang pantas disebut seperti itu. Nggak ada yang bisa gantiin posisi Bunda dan aku nggak sudi manggil dia dengan sebutan Mamah." Arga menunjuk Rima. Lalu pergi meninggalkan meja makan bergegas menuju sekolah, selera makannya hilang.

"Arga!!" Panggil Devan geram melihat putranya masih belum menerima Rima sebagai  seorang Ibu. Arga tidak menggubris, seakan-akan telinganya tuli.

"Aku susul Arga sebentar yah," ujar Rima menyusul Arga di teras rumah.

"Arga sebentar."

Arga berhenti dan membalikkan badan, menaikkan satu alisnya menatap Rima dengan tatapan tak suka.

"Kamu ini ya keterlaluan, pagi-pagi sudah bikin saya emosi saja."

"Kenapa nggak di omongin pas di meja makan? Kenapa baru ngomong sekarang? Takut di cap buruk sama Papah?"

Rima sebagai seorang Ibu tidak tulus, ia hanya mencintai harta Devan saja dan tidak bisa memberikan kasih sayang kepada Arga layaknya seorang Ibu kepada anaknya.

Jika di depan Devan, ia berpura peduli dengan hadirnya Arga. Namun, kenyataannya berbanding terbalik. Dan jika Arga menceritakan sifat Rima yang sebenarnya percuma saja, Devan sudah sangat mencintai Rima.

"Jangan kurang ajar ya kamu!" Rima menekankan setiap kata yang ia lontarkan.

"Dasar wanita murahan, anda itu sudah merebut Bunda dari Papah! Gak usah sok care sama saya!"

Setelah mengatakan itu, Arga pergi dengan motor ninjanya meninggalkan Rima yang mukanya sudah memerah menahan amarah.

Arga melajukan motornya dengan sedikit mengebut. Tempat yang ia tuju bukan sekolah, tetapi tongkrongan di bawah jembatan pinggir jalan tempat anak-anak membolos. Hari ini ia tidak mood berangkat sekolah dan memilih untuk membolos saja.

Aku dan Semesta✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang