57. Bertemu Marcel

3.1K 295 9
                                    

Apa ini, Megan?" Mikail menatap tiga buku tabungan yang diletakkan Megan di meja di hadapannya. Di atas berkas yang belum selesai ia baca.

"Ini untuk membayar semua biaya pinalti yang ..."

Mikail mendengus tipis. "Aku sudah mengatakan akan mengurusnya, Megan." Suara Mikail lebih kuat dan tegas.

"Ya, tapi aku masih sanggup membayarnya."

"Dan kau pikir aku melakukannya karena kau tak sanggup? Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Sebagai suamimu."

Wajah Megan membeku dengan kata suamimu yang diucapkan oleh Mikail, seolah terdengar diucapkan dengan sungguh-sungguh. "Kita tak sungguh-sungguh menjadi pasangan suami istri, Mikail. Semua ini hanyalah ..."

Mikail mendengus dengan keras. "Belum, Megan. Bukankah aku sudah menegaskan tentang yang satu ini?"

Megan terdiam.

"Kau pikir pernikahan ini hanyalah tempat singgahmu? Aku sudah megatakan padamu, sebelum pernikahan kita dilakukan. Bahwa kita akan terjebak dalam pernikahan ini untuk seumur hidup. Jadi terbiasalah menjadi istriku. Apa kau mengerti?"

Penegasan yang yang tersirat dalam suara dan tatapan Mikail kali ini membungkam seluruh protes yang ada di ujung lidah Megan. Wanita itu pun mengatupkan rahangnya.

"Aku yang akan menanggung segala kebutuhanmu, jadi jangan buat aku menjadi tak bertanggung jawab pada istriku sendiri. Ada alasan kenapa kau melepaskan pekerjaanmu, kan? Semua untuk Kiano. Dan jangan berpikir semua kelonggaran yang kuberikan padamu untuk kau gunakan menusukku dari belakang dengan memonopoli Kiano. Buang jauh-jauh pemikiran semacam itu, Megan."

Megan tak mengatakan apa pun lagi.

Mikail mengambil ketiga buku tabungan tersebut dan melemparnya ke ujung meja di hadapan Megan. "Bawa kembali barang ini. Lakukan apa pun sesukamu, yang kutahu setiap nasi yang masuk ke mulutmu harus menjadi urusanku."

Megan menatap ketiga buku tabungannya dan memutuskan untuk mengambilnya. Rasanya dadanya dibuat sesak dengan rantai yang diikatkan oleh Mikail ke lehernya. Mencekiknya dan bahkan udara yang ia gunakan bernapas pun harus menjadi milik Mikail.

Perasaan semacam ini begitu familiar dan Megan pikir dengan bercerai dari Mikail semua penderitaan semacam ini akan berakhir. Akan tetapi, sekarang ia sendirilah yang jatuh ke dalam jebakan Mikail. Sengaja masuk ke dalam sangkar emas seorang Mikail Matteo.

Megan berbalik dan berjalan ke arah pintu, berbelok ke sebelah kanan dan melintasi lorong yang pendek ketika sebuah suara memanggilnya dari arah belakang.

"Megan?" Suara itu mengejutkan Megan. Suara yang nyaris mirip dengan Mikail dan satu-satunya yang memiliki suara seperti itu hanyalah Marcel Matteo. Sialan, Mikail sudah mengatakan bahwa Marcel akan kembali ke perusahaan ini dan ia dengan cerobohnya datang ke tempat ini.

Seluruh tubuh Megan menegang dan wajahnya memucat tak terkendali. Tak berani bergerak ke belakang meski hanya demi memastikan tebakannya benar. Hanya butuh mendengar suara langkah pertama di belakangnya, kedua kakinya terdorong untuk mendapatkan dua langkah lebih banyak. Megan berlari, secepat kakinya mampu melarikan diri menuju lift. Ia hanya butuh berbelok ke ujung lorong dan ...

Pergelangan tangannya ditangkap dan langkahnya seketika terhenti.

"Lepaskan, Marcel!" jerit Megan. Menyentakkan tangannya dari cekalan Marcel yang malah menarik lengan wanita itu dengan satu sentakan kuat. Membuat tubuh Megan membentur dada bidang Marcel dan pinggangnya ditahan demi mempertahankan posisi tersebut.

Megan memekik, mendorong dada Marcel dengan kedua tangannya dan seluruh tenaga yang dimilikinya. Tetapi jelas tenaganya tak bisa dibandingkan dengan kekuatan pria milik Marcel.

"Jadi ini benar kau?" Terdapat seringai dalam keterkejutan Marcel

"Lepaskan aku! Jauhkan tangan kotormu dariku, Marcel!"

"Dan apa yang sedang dilakukan seorang Megan Ailee di gedung milik Mikail?"

"Itu bukan urusanmu." Tubuh Megan tak menyerah untuk meronta meski wanita itu merasa sangat kewalahan. Tubuh Marcel lebih besar dan tinggi darinya, ditambah lilitan pria itu yang semakin menguat.

"Lepaskan dia, Marcel." Suara geraman yang kuat membelah di antara pemaksaan Marcel terhadap Megan. Amarah bergemuruh di dada Mikail melihat tubuh istrinya berada dalam lilitan lengan pria lain. Dalam pelukan adiknya sendiri. Sialan, hubungan darah memang tak bisa dipercaya. Tak hanya sepupunya, sekarang adiknya pun ikut untuk mengkhianatinya. Mencoba menusuknya dari belakang.

Marcel sama sekali tak bergeming. Pria itu hanya melirikkan sudut matanya ke arah Mikail berdiri beberapa meter dari mereaka. Tanpa sedikit pun melonggarkan lilitan lengannya di tubuh Megan. Bahkan dengan lancangnya, pria itu sengaja menurunkan telapak tangannya lebih ke bawah, yang membuat Mikail semakin dibakar kecemburuan.

"Harta, tahta, wanita. Aku hanya butuh satu untuk menghancurkan diriku sendiri dan persaudaraan kita, Mikail. Dan aku memilih Megan."

Wajah Mikail tak lebih merah lagi. Dengan gemuruh yang rasanya sudah naik ke ubun-ubun. Menatap penantangan di dalam seirngai gelap sang saudara.

"Jadi, kau bisa memilih pilihanmu sendiri," lanjut Marcel kemudian.

Mikail jelas tak butuh omong kosong semacam itu. Kedua kakinya bergerak maju dalam tiga langkah besarnya. Menyentakkan tangan Marcel yang melingkari pinggang Megan dan membebaskan wanitanya.

Megan seolah mendapatkan napasnya kembali. Tak melewatkan kesempatan tersebut untuk membebaskan diri dan berlari secepat kakinya bisa menjauh dari kedua saudara kembar tersebut.

"Jadi kau masih peduli dengannya?" dengus Marcel dalam sekali tebakan. Sama sekali tak berniat mengejar Megan meski Mikail tak menghadangnya. Wanita itu kembali ke lingkaran hidupnya. Ada banyak cara yang akan digunakannya untuk saling melepas rindur, kan. "Ah, kau bahkan masih menyimpan perasaan untuk mantan istrimu tersebut, ya?"

"Itu sama sekali bukan urusanmu, Marcel," desis Mikail dengan tajam dan sorot mata yang membunuh.

"Kenapa? Karena wajah putramu sangat mirip dengannya? Sehingga kau sulit untuk melupakan Megan, begitu?"

"Aku sangat memahami perasaanmu, Mikail. Aku yang hanya melihat Megan dari layar televisi saja sulit untuk melepaskannya, bagaimana dengan dirimu. Yang harus berhadapan dengan buah hati kalian. Kiano bukan namanya. Ah, buah hati kalian. Kau yakin dia anakmu?"

Mikail benar-benar akan melayangkan kepalan tinjunya ke wajah Marcel. Tetapi itu jelas hanya akan mempertegas perasaan terhadap Megan saat ini. Ia tahu Marcel mengatakan semua itu hanya demi mengusiknya. Sengaja memberinya keragu-raguan yang tak penting. Dan tentu saja ia tak akan memberikan hal itu pada Marcel.

"Cukup omong kosongmu, Marcel. Dan Sebaiknya kau tak mengulang sikap tololmu ini. Kaulah yang tak bisa mengendalikan rasa iri hatimu terhadapku. Jangan lemparkan ketidak becusanmu mengendalikan perasaanmu sendiri padaku ataupun orang lain. Terutama Megan."

"Jika kau tak menjaga sikapmu dan mendorongku lebih dari ini. Aku tak akan segan-segan membuat Megan benar-benar menjadi milikku kembali. Seutuhnya."

Ancaman tersebut berhasil membekukan ekspresi wajah Marcel. Pria itu terpaku dengan ketegangan di seluruh tubuh. Menatap punggung saudaranya yang pergi ke arah Megan menghilang dari pandangannya.

Dan jika ancaman itu bukan hanya sekedar omong kosong, Marcel benar-benar akan menggila.

Still In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang