Megan tak ingin diingatkan. Ia tak perlu diingatkan akan ingatan menyedihkan tersebut disaat penyesalan berjumbal-jumbal di kepalanya. Yang tidak ada artinya. Ditambah cara Mikail mengingatkannnya yang bertekad memastikan kepedihan itu harus menjadi berkali-kali lipat lebih besar.
"Bukankah tujuh tahun lalu kau sudah menyerahkan anak itu untukku?"
Mata Megan terpejam dan setetes air matanya jatuh.
"Bahkan tak sekali dua kali aku berusaha meyakinkanmu, suatu hari kau akan menyesali keputusanmu. Dan berkali-kali pula kau menolak mendengarkan. Sekarang penyesalanmu sama sekali bukan urusanku, Megan," desis Mikail dengan emosi yang bergejolak di dalam hatinya.
"Aku memintanya dengan cara baik-baik," ucap Megan dengan suaranya yang rapuh.
"Untuk apa? Untuk membuatnya tahu bahwa dirinya begitu tak berarti hingga ibu kandungnya membuangnya?"
"Kumohon, Mikail."
Mikail diam sejenak. "Lalu apa yang membuatmu tiba-tiba begitu ingin bertemu dengan anakku, Megan?"
"Apakah aku tidak berhak menemui anak kandungku sendiri?"
"Kau sudah melepaskan hakmu tujuh tahun lalu, ingat?"
Air mata Megan mengalir. Kehilangan kata-kata untuk membalas.
Hening sesaat.
"Aku mohon, Mikail. Ijinkan aku bertemu dengannya. Satu kali saja."
"Satu kali saja?" Salah satu alis Mikail terangkat.
Megan mengangguk tanpa daya. Permohonan tersirat jelas dalam kedua pandangan wanita itu yang rapuh.
"Bukankah aku sudah melakukannya?"
Air mata Megan jatuh. Suaranya tertelan oleh harapan yang dipupus habis tanpa sisa. Sampai kemudian suara dari interkom membuat Megan terpaku.
'Tuan, tuan Kiano sudah datang,' beritahu sekretaris dari seberang.
'Katakan untuk menunggu satu menit,' jawab Mikail. Lalu kembali menatap Megan yang membeku di tempat.
"Hapus air matamu, Megan. Jika kau benar-benar peduli dengannya, akan jauh lebih baik jika kau tak memperkenalkan dirimu sebagai ibunya. Aku takut kau akan menghancurkan perasaannya mengetahui bahwa kau telah membuangnya, demi impian yang kini sudah berada dalam genggamanmu."
Kata-kata Mikail menohok tepat di jantung Megan. Kedua tangannya terangkat, menghapus air matanya dengan segera. Bagaimana pun ia ingin membantah ucapan Mikail, ia tetap tak bisa menyangkal kalimat pria itu. Mikail benar, ia tak bisa tiba-tiba merangsek masuk di kehidupan putranya begitu saja dan membuat kebingungan. Menghancurkan perasaan putranya.
"Papa!" Suara riang yang Megan kenali dan tak akan ia lupakan seumur hidupnya itu membuat seluruh tubuh Megan membeku. Langkah kaki yang semakin mendekat. Megan tak bisa menahan dorongan kepalanya untuk berputar. Tak hanya kedatangan Kiano yang membuat Megan terkejut. Tetapi keberadaan seorang wanita cantik yang datang bersama Kianolah yang kini menjadi pusat perhatian Megan. Terutama ketika pandangan Megan jatuh ke perut si wanita yang tengah buncit.
"Pelan-pelan, Kiano," ucap wanita cantik itu dengan lembut. "Maafkan aku, Mikail. Dia tak bisa menunggu."
Megan menahan gelombang kepedihan yang menerjang dadanya. Di antara kehampaan dan kekosongan hidupnya selama tujuh tahun terakhir, ternyata Mikail hidup dengan sangat baik. Bahkan pria itu tengah menyambut anak kedua dengan wanita lain. Rasanya tak ada lagi remahan-remahan yang tersisa dari hatinya yang sudah hancur lebur. Dan ia benci perasaan itu masih begitu memengaruhi dirinya bahkan setelah sekian lama keduanya berpisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still In Love
RomanceSetelah impiannya tercapai, nyatanya semua pencapaiannya tersebut tak bisa menyempurnakan kebahagiaan di hati Megan Ailee. Ketika ia bertemu dengan mantan suami, Mikail Matteo dan putra yang ia tinggalkan tujuh tahun lalu kembali muncul di hidupnya...