30. Malam Yang Kacau

4.2K 387 9
                                    

Malam hari, Jelita benar-benar datang ke apartemen Megan. Tetapi apartemen itu kosong. Menemukan ponsel Megan yang tergeletak di tengah tempat tidur, Jelita melihat panggilan terakhir wanita itu dengan Nicholas. Jelita pun menghubungi Nicholas.

“Jelita?” Suara Megan menyapa dari seberang. “Kaukah itu?”

“Ya, Megan. Apa yang terjadi? Kenapa kau meninggalkan ponselmu di apartemen dan malah memegang ponsel Nicholas?”

“Cerita yang panjang, Jelita. Aku sedang di rumah sakit.”

“Rumah sakit?!” Jelita tersentak. “Apa yang terjadi denganmu? Apakah Mikail melukaimu?”

“B-bukan.”

“Lalu?”

“Nicholas. Dia sedang ada di ruang operasi.”

“Apa?”

“Aku akan menceritakannya nanti, bisakah kau datang ke sini. A-aku … aku benar-benar ketakutan, Jelita. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku bahkan tak tahu siapa yang harus kuhubungi untuk memberitahu keadaan Nicholas. Orang tuanya …”

“Sshhh … tenanglah. Tarik napasmu.”

Megan berusaha mengikuti, tetapi kepanikan masih menyelimuti desah napas wanita itu. “Datanglah kemari.”

“Baiklah, aku akan ke sana sekarang juga.”

Panggilan terputus. Jelita bergegas meninggalkan apartemen Megan. Tetapi … ketika ia baru saja melewati pintu apartemen Megan. Dua orang bersetelan serba hitam berdiri menghadang di ambang pintu.

“S-siapa kalian?” Wajah Jelita memucat dan napasnya tertahan. Hanya untuk sejenak, ketika tiba-tiba suara polos dari arah bawah mengejutkan wanita itu. “K-kiano?”

“Apa benar ini apartemennya tante cantik?”

***

“Ke mana Kiano?” Alicia terheran melihat kursi Kiano yang kosong.

Mikail mengikuti pandangan Alicia yang mengarah ke kursi Kiano. “Dia sedang pergi.”

“Semalam ini?”

Mikail mengangguk.

Alicia tak bertanya lagi. Jawaban singkat pria itu sebagai isyarat bahwa Mikail tak ingin pembicaraan lebih dari itu. Keduanya pun kembali sibuk dengan isi piring masing-masing. Hingga Mikail selesai, mengamati Alicia yang baru saja selesai, lalu mendesah rendah.

“Alicia?” Mikail mendorong cangkir kosongnya menjauh. “Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.”

Alicia yang juga baru saja menandaskan susu ibu hamilnya memberikan perhatian penuhnya pada Mikail. “Ya. Bicaralah,” ucapnya dengan seulas senyum tipis.

“Mungkin ini akan membuatmu tidak nyaman, tetapi … kuharap kau bisa menerimanya.”

Alicia mengangguk pelan. Menunggu dengan cermat apa yang hendak Mikail bicarakan. Tampaknya sesuatu yang serius. Mungkinkah tentang Kiano? Yang akhir-akhir ini sering membicarakan tentang mama.

Ya, tak sekali dua kali. Kiano sering kali menanyakan tentang adik kecil yang ada di kandungannya. Menanyakan apa yang ia rasakan terhadap janin dalam kandungannya. Kedekatannya dengan Kiano cukup menarik perhatian Mikail. Yang membuat pria itu pun selalu berhati-hati. Ya, bagi Mikail Matteo, Kiano adalah segalanya. Terpenting dari yang terpenting. Bahkan Mikail sengaja membatasi interaksi antara dirinya dan Kiano hanya agar anak kecil itu tidak membutuhkan sosok seorang ibu.

Dan sekarang, mungkinkah Kiano membicarakan tentang kerinduannya akan sosok seorang ibu?

“Aku akan menikah, dengan seseorang yang … sepertinya kau mengenalnya. Tidak, kau pernah bertemu dengannya.”

Still In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang