60. Kembalinya Marcel

3.5K 341 29
                                    


Megan merasakan lumatan Mikail yang melembut dan tak menolak ciuman tersebut. Bahkan kegugupan mulai menyerang dirinya dengan debaran jantung yang tidak mengganggunya. Akan tetapi, lumatan Mikail semakin dalam dan mulai memanas. Megan bisa merasakan napas Mikail yang mulai memberat, tubuh pria itu semakin merapat dan telapak tangan Mikail mulai menyusup di antara celah pakaiannya.

Saat telapak tangan Mikail menyentuh kulit telanjangnya, Megan terkejut. Napas wanita itu seketika tercekat dan kedua matanya terbuka. Keterkejutan yang besar segera menerjangnya dan ia tersadar.

‘Sekarang, kau sama menjijikkannya dengan diriku. Kupastkan Mikail atau pria mana pun tak akan sudi menyentuh tubuhmu yang kotor.

Megan mendorong dada Mikail menjauh dan melompat terduduk. Dengan napas yang terengah hebat. “A-aku … tidak bisa, Mikail,” ucapnya dengan terburu dan nyaris tak jelas. Lalu Megan berbalik dan berlari masuk ke dalam kamar mandi.

Mikail terdiam, keningnya mengernyit menyadari keanehan sikap Megan. Emosi yang bercampur aduk dan ia yakin kekacauan yang sedang memenuhi pikiran wanita itu ada hubungannya dengan Marcel.

Sial!!!

Lagi dan lagi Marcel tak berhenti mengganggu pikirannya.

Setelah beberapa menit Mikail memberi waktu bagi Megan, Mikail pun menyusul wanita itu ke kamar mandi. Saat ia melangkah masuk, Megan tengah berdiri di depan cermin wastafel. Napas wanita itu sudah kembali normal dan raut wajah yang lebih tenang, meski Mikail masih bisa melihat keresahan yang menggeleyuti pikiran wanita itu.

“Apa kau baik-baik saja?” Mikail bertanya dengan lembut.

Megan mengangguk sekali, tanpa menolehkan kepalanya menghadap Mikail yang ada di belakangnya. Tubuhnya menegang, merasakan langkah Mikail yang bergerak mendekat. Dan pegangannya pada pinggiran wastafel semakin menguat ketika Mikail berhenti tepat di belakangnya.

Mikail menyentuh pundak Megan dan tubuh wanita itu langsung beringsut menghindar. Membuat tangan Mikail melayang di udara.

“M-mikail …”

Sebelum Megan sempat mengatakan apa yang ingin dikatakan oleh wanita itu, ketika dalam sekejap mata Mikail menangkap pinggangnya dan mendudukkannya di pinggiran wastafel. Kemudian menghimpit kedua kaki Megan dengan tubuhnya. “Ini aku, Megan. Mikail.”

Megan berhenti meronta, tubuhnya terdiam dan mengerjap beberapa kali. Menelaah kalimat Mikail dua kali dan perlahan keresahannya berkurang.

“Ini aku. Aku tak mungkin menyakitimu.” Tangan Mikail bergerak ke atas, menangkap wajah Megan dan membawa perhatian wanita itu hanya kepadanya. “Aku tak akan pernah menyakitimu, Megan. Kau tahu itu.”

Megan menatap lurus ke kedua mata Mikail. Meyakinkan dirinya. Wajah Mikail sama dengan wajah Marcel, tetapi ia sangat mengenal Mikail. Cinta Mikail lebih tulus dan kuat. Lebih dalam dan tanpa syarat. Ia bisa merasakan semua tatapan itu di kedua mata Mikail untunknya. Berbeda dengan tatapan Marcel yang hanya diselimuti dengan obsesi dan kelicikan. Pria itu hanya menginginkan dirinya, dengan keserakahan pria itu. Dan ia tak bisa merasakan ketulusan Marcel.

“Kau selalu bisa membedakan kami berdua. Ini aku. Mikail. Bukan Marcel.”

Megan mengedipkan matanya. Kemudian mengangguk pelan.

“Kau memercayaiku?”

Megan mengangguk lagi.

Mikail mengelus pipi Megan dengan jemarinya. Dan dengan gerakan yang perlahan, tatapannya mengunci kedua mata Megan. Menenangkan wanita itu dan menempelkan bibir mereka. Ciuman Mikail melembut, melumat bibir Megan dengan sentuhan yang lembut dan penuh kasih sayang. Megan tak menolak, bahkan ia bisa merasakan wanita itu yang mulai meleleh. Jatuh ke dalam pelukannya dengan perlahan.

Setelah merasa cukup, Mikail menghentikan lumatannya dan melepaskan wajahnya dari wajah Megan meski masih tetap menyisakan jarak sedekat mungkin dengan sang istri.

“Ini cukup untuk saat ini. Aku tak akan memaksamu,” bisik Mikail.

Megan hanya terdiam. Rasa ciuman Mikail masih membekas di benaknya, dan jelas itu jauh berbeda dengan ciuman yang dipaksakan Marcela kepadanya. Ya, Mikail bukan Marcel. Marcel bukan Mikail. Tak seharusnya ia menyamakan kedua pria itu.

Ibu jari Mikail bergerak mengusap bibir bagian bawah Megan yang memerah karena ciumannya. Senyum tersemat di antara bibirnya. Merasakan perkembangan hubungan mereka yang mulai membaik.

“Hari ini aku akan menemanimu dan Kiano bermain seharian. Bagaimana?”

Megan tak langsung mengangguk dan mendadak membutuhkan hal itu. Sekedar melupakan pikirannya yang masih dipenuhi oleh Marcel, rasanya itu bukan ide yang buruk.

Mikail tersenyum, sekali lagi mendaratkan kecupan di bibir Megan sebelum menurunkan wanita itu dari pinggiran wastafel. “Mandilah, aku akan melihat apakah Kiano sudah bangun atau belum.”

Megan masih terhenyak di tempatnya berdiri setelah Mikail keluar dari kamar mandi. Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Masih berpikir semua yang terjadi antara dirinya dan Mikail adalah sebuah mimpi. Tetapi ketika telapak tangannya menyentuh dadanya, debaran itu tidak berbohong.

Megan menggelengkan kepalanya, menanggalkan pakaiannya dan berjalan ke bawa shower.

*** 

Dan ketenangan itu hanya bertahan untuk sesaat saja. Megan dan Mikail baru saja menginjakkan kakinya di lantai satu ketika suara ribut-ribut menarik perhatian keduanya. Mereka pun berjalan ke arah ruang tamu, menuju suara keributan itu berasal.

"Joni?!!" Mikail memanggil kepala pengawalnya, yang tak juga muncul hingga ia sampai di teras rumah. Tak seperti biasanya yang segera muncul begitu ia memanggil.

Dan Mikail tahu alasannya, ketika melihat punggung Joni yang menahan sosok yang ada di depan kepala pengawalnya tersebut. Bersama beberapa pengawalnya yang lain. Mengerumuni pria tinggi dan besar yang ada di tengah-tengah mereka. "Ada apa ini?"

Mikail tak memerlukan jawaban dari Joni, ketika semua pengawalnya menoleh dan Mikail menangkap wajah sangat familiar yang coba dihentikan oleh Joni dan anak buahnya. Marcel Matteo.

Megan yang keberadaannya hampir ia lupakan karena keributan tersebut pun terkesiap pelan di sampingnya. Membekap mulut dengan telapak tangan dan Mikail yakin wajah wanita itu memucat sakit terkejutnya.

Marcel menyentakkan kedua tangan dan pundaknya yang ditahan dari segala arah. Ditambah dengan isyarat dari Mikail, seluruh pengawal pria itu pun melepaskan diri dari tubuhnya 

"Apa yang kau lakukan di sini, Marcel?" Mikail tak perlu mempertanyakan hal tersebut. Melihat dua koper besar yang tergeletak dengan cara berantakan. Seolah dilempar dengan sembarangan oleh Marcel di depan pintu rumahnya, keinginan saudaranya sudah terlalu jelas.

Dengan beberapa pengawalnya yang wajahnya hancur karena mencoba mencegah saudaranya itu masuk ke dalam rumahnya, yang berdiri dengan kepala tertunduk di belakang Marcel. Saudaranya itu jelas tak membuat keinginan nya terhenti hanya karena sebuah larangan.

Marcel mengelap tangannya yang dikotori oleh darah dengan sapu tangan yang diambil dari saku celana. Juga di hidung pria itu. Sudut bibir pria itu juga terlihat lecet, tetapi pria itu sama sekali tak terpengaruh dengan luka kecil semacam itu.

Mikail masih mengamati. Pandangan Marcel bergerak perlahan dan berhenti tepat pada Megan yang berdiri di samping Mikail. "Aku akan tinggal di sini," jawabnya dengan santai. Penuh kepuasan saat menikmati kepucatan di wajah Megan yang semakin parah.

Still In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang