42. Keluarga Bahagia

2.8K 297 11
                                    

Megan terlihat sudah rapi saat keluar dari kamar mandi dengan mengenakan dress bunga-bunga berwarna peach. Rambut wanita itu juga sudah disisir rapi dan wajahnya dipoles make up tipis-tipis. Ada kepuasan sekaligus kekecewaan bercampur di raut wajah Mikail yang mengamati setiap langkah wanita itu.

Puas karena melihat penampilan Megan yang tak pernah mengecewakan pemandangannya. Ya, ada alasan kenapa wanita itu memiliki karir yang begitu cemerlang. Dan kecewa karena pakaian itu menutupi tubuh Megan dan melakukan tugasnya dengan sangat baik untuk melindungi wanita itu dari tatapan menelisik Mikail terhadap tubuhnya.

Seringai tersamar di kedua ujung bibir Mikail melihat wajah Megan, yang dengan sikap liciknya yang sama sekali tak sungkan untuk ditampilkan Terang-terangan.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Mikail?" tanya Megan dengan kecewa yang menyelimuti raut wajah Mikail terhadap penampilannya. Mendadak merasa gugup dengan penampilannya sendiri. Mungkinkah ada helaian rambutnya yang tidak rapi? Atau pakaiannya yang tidak cocok dengan warna kulitnya? Megan merasa tidak percaya diri.

Mikail hanya menggeleng singkat, masih dengan seringai tipis di salah satu ujung bibirnya. Kemudian bangkit berdiri setelah menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan jam tujuh lebih sedikit. "Kiano sudah menunggu di bawah. Sebaiknya kita segera turun bersama-sama agar tidak terlihat mencurigakan."

Megan menangkap nada tak mengenakkan yang terselip di antara kalimat jawaban tersebut. Mikail sengaja membuatnya merasa bahwa waktu yang di buang Mikail untuk menunggu dirinya sepanjang membersihkan diri, tak lebih karena demi penampilan pernikahan yang baik-baik saja di hadapan Kiano. Megan sama sekali tak keberatan, tetapi tidak perlu Mikail sengaja membuat dirinya merasa menyedihkan dengan jawaban tersebut. Ia pun cukup sadar diri akan dirinya yang hanyalah pajangan di sisi pria itu.

"Kenapa kau hanya diam saja di sana, Megan?" sergah Mikail memutar kembali kepalanya ke arah Megan yang hanya berdiam diri di depan kamar mandi.

Megan mengerjap dan mulai melangkah mengikuti Mikail. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika sampai di sekitar tempat tidur. Oleh suara dering ponselnya.

Megan mengambil sedikit memundurkan langkahnya dan mengambil ponselnya. Tubuhnya membeku melihat nama Nicholas yang tertampil di layar ponselnya.

Mikail yang sudah sampai hampir sampai di ambang pintu pun bisa menangkap keterkejutan Megan dan keningnya berkerut bertanya-tanya siapakah yang memanggil Megan hingga membuat wanita itu terkejut.

"Siapa?" Tentu saja Mikail tak bisa menahan bibirnya untuk tidak melepaskan tanya tersebut. Apa pun yang berhubungan dengan Megan terlalu sulit untuk ia abaikan.

Megan seolah kembali tersadar dengan pertanyaan pria itu dan langsung menurunkan ponselnya. Kemudian menggeleng. "Bukan siapa-siapa," jawabnya sambil memasukkan ponsel tersebut di saku pakaiannya. Tidak tepat berbicara dengan Mikail di hadapan Nicholas, begitu pun sebaliknya.

Mikail tentu saja tak semudah itu dibodohi, tetapi ia tak akan menunjukkan kejengkelannya di hadapan Megan. Yang hanya membuktikan bahwa Megan memengaruhinya begitu banyak dan membuat wanita itu besar kepala. Tentu saja Nicholas yang telah menghubungi wanita itu, dengus Mikail dalam hati.

Megan menggigit bibir bagian dalamnya dan melanjutkan langkahnya menghampiri Mikail. Mikail pun tampaknya tak peduli dengan urusannya, pria itu juga melanjutkan langkahnya ketika Megan sudah sampai di dekatnya dan keduanya melangkah keluar kamar bersama-sama.

"Mama! Papa!" Tepat ketika Megan dan Mikail melangkah keluar melewati pintu kamar, Kiano muncul dari arah samping, tempat kamar tidur bocah mungil itu berada. Melangkah dengan girang ke arah kedua orang tuanya.

Still In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang