6. Tante Cantiknya Kiano

5.7K 511 9
                                    



"Kami bukan siapa-siapa mu lagi, Megan. Aku dan Kiano hanyalah orang asing di hidupnya. Dan kita terlibat dalam situasi ini karena sebuah keprofesionalan. Tidak seharusnya kau menjadi emosional seperti ini," desis Mikail tepat di bibir Megan. Napas panas pria itu menerpa seluruh permukaan wajah Megan, yang membuat jantung wanita itu nyaris melompat dari dadanya. Saking kuatnya getaran yang ditimbulkan oleh Mikail pada tubuhnya.

Megan tak mengatakan apa pun, selain nyaris melompat dari dadanya. Saking kuatnya getaran yang ditimbulkan oleh Mikail pada tubuhnya.

Megan tak mengatakan apa pun, kedua matanya melekat kuat dalam kuncian Mikail. Dan hanya sepersekian detik, Megan berpikir Mikail tersesat dengan keinginan pria itu. Tetapi rupanya kewarasan pria itu berbicara lebih tegas dan keras, yang membuat Mikail mengerjap sekali sebelum kemudian mendorong tubuh pria itu menjauh dari tubuhnya. Seolah terbangun dari kesadarannya.

"Kau sudah pernah melukai anakku dan menyisakan luka yang membekas di hidupnya, Megan. Sekali lagi jika kau meninggalkannya tepat di depannya, aku akan membuatmu menyesal." Mikail berhasil mengeluarkan suaranya dengan tanpa getaran. Emosi di kedua matanya menguat. Membuat wajah dan seluruh tubuh Megan membeku. "Kau mengatakan akan menerima semua konsekuensi dari keegoisanmu, kan? Tidak seharusnya kau menjadi begitu emosional karena sikapnya. Dia hanya tidak tahu apa yang dikatakannya, jangan menanggapinya secara berlebihan."

Kata-kata Mikail benar-benar menusuk tepat di jantung Megan. Meremas dadanya, hingga tak menyisakan apa pun di dalam hatinya. Bagaimana mungkin ia merasakan hatinya begitu kosong sekaligus penuh oleh penyesalan yang teramat sangat. Menganga lebar di dalam dadanya.

"Aku tak akan memperingatkanmu untuk kedua kalinya, Megan," pungkas Mikail, sebelum membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar dari toilet wanita.

"Aku tahu kau sengaja mengundangnya ke meja makan kita hanya untuk mengusikku." Kalimat Megan berhasil menghentikan langkah Mikail yang sudah hendak mencapai pintu toilet. "Kau menggunakannya untuk mengusikku. Menghukumku dan membalas dendam padaku."

Tubuh Mikail membeku, ketika pria itu memutar kepalanya ke samping dan mendengus dalam cemoohannya. Mikail berkata dengan nadanya yang dingin dan tak punya hati. "Hukuman? Balas dendam?" Mikail memberi jeda sejenak dalam cemoohannya. "Kau tak layak mendapatkan sedikit pun perhatianku, Megan. Juga perhatian dari anakku. Percayalah, ini bukan pertama kalinya aku membawa anakku makan siang maupun makan malam dengan rekan kerjaku. Jadi apa yang membuatmu merasa special dan layak mendapatkan perhatian kami?"

Air mata menggenang memenuhi pelupuk mata Megan dan tubuh wanita itu jatuh di lantai setelah Mikail meninggalkannya di kamar mandi. Dengan kedua telapak tangan menangkup wajahnya, sebelum kemudian terisak dengan pilu. Tak mampu menahan segala macam emosi yang menerjang dan menelannya mentah-mentah. Menenggelamkannya dalam kepedihan yang tiada henti.

***

Lima belas menit kemudian, Jelita muncul dan menjemput Megan yang menunggu di tempat parkir. Tepat di samping mobilnya.

"Kenapa kau begitu lama, Jelita?" sergah Megan jengkel.

"Aku tak bisa pergi begitu saja, Megan. Aku harus membuat alasan sealami mungkin tanpa menyinggung perasaan tuan Matteo. Apalagi anakmu."

Megan tak ingin mendengar lebih. "Cepatlah. Aku butuh segera pergi dari tempat ini."

Jelita mengangguk. Dengan sigap membuka kunci dan pintu mobil untuk Megan, lalu memutari bagian depan mobil dan bergegas duduk di balik kemudi. Membawa mobil meninggalkan halaman restoran sesegera mungkin.

Sepanjang tengah perjalanan, Jelita tak berhenti melirik ke arah Megan yang sengaja membisu. Membiarkan keheningan menyelimuti keduanya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jelita memecah keheningan ketika mobil berhenti di lampu merah. Sekedar membuyarkan lamunan Megan karena tahu wanita itu tidak baik-baik saja.

Still In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang