Pagi-pagi sekali, mobil suruhan Mikail sudah menunggu di depan lobi gedung apartemennya. Jelita mengantarnya sampai di teras gedung. Memeluk dan memastikan semua urusan apartemen berada di tangannya.
"Aku akan menghubungimu dalam waktu dekat mengenai semua kontrak dan berbicara dengan ..."
"Aku sudah mengurusnya." Suara Mikail menyela di antara permbicaran kedua wanita itu. Megan dan Jelita menoleh, dan terkejut menemukan Mikail yang melangkah keluar dari dalam mobil. Melangkah menghampiri mereka.
Megan dan Jelita terpaku dengan kemunculan pria itu yang begitu tiba-tiba. Dan sengaja muncul hanya untuk mengejutkan keduanya.
"Apa yang kau lakukan di sini, Mikail?"
"Tentu saja untuk memastikanmu tidak melarikan diri."
Jawaban Mikail memang disengaja untuk membuat Megan jengkel. "Aku adadi sini, kan? Dengan semua barang-barang kebutuhanku."
"Tidak semuanya," koreksi Mikail. Yang tentu saja menghitung berapa banyak koper yang dibawa Megan. "Aku sudah mengatakan akan mengurusnya, Megan." Tangan Mikail terangkat. Memberikan isyarat pada seseorang.
Megan dan Jelita menoleh ketika muncul orang lain dari dalam salah satu di antara ketiha mobil yang terparkir di halaman gedung. Pria berambut setengah panjang yang disisir rapi ke belakang, mengenakan setelan merah maroon yang begitu mencolok, dengan sepatu hitam mengkilat dan tas hitam di tangan kanan. Pria itu berhenti di hadapan ketiganya.
"Perkenalkan, dia adalah Mike Nilson. Yang akan mengurus pemutusan kontrak apartemenmu."
"A-apa maksudmu, Mikail?" Kedua mata Megan melebar tak mengerti, menatap Mikail dan pria bernama Mike tersebut dengan penuh tanda tanya.
"Aku sudah bicara dengan pemilik unit apartemenmu. Meski sejujurnya tak perlu, karena ini gedungku. Mulai hari ini, kau tak berhak menginjakkan kakimu di apartemen ini. Ganti rugi kesepakatan kontrak, Mike akan bicara dengan Jelita. Karena managermu yang mengurus semuanya. Juga pembatalan semua kontrak kerjamu, aku yang akan membayar biaya pinaltinya."
Mulut Megan membulat, tercengang akan kaki Mikail yang sudah menginjak-injak kehidupan Megan bahkan sebelum mereka sah menjadi suami istri dalam waktu 24 jam. "M-mikail..."
Mikail mengangkat tangannya. "Kau ingat ..."
"Bahwa semua urusanku biarkan kau yang mengurusnya, aku ingat." Megan melanjutkan dengan nada yang dibuat sejengah mungkin dan tak sungkan-sungkan menampilkan kejengkelannya. "Kau tak bisa ..."
"Aku bisa, Megan," tandas Mikail penuh penegasan. "Dan aku sudah melakukannya."
Mulut Megan terkatup rapat. Memilih diam akan sikap dominan Mikail, yang terasa begitu familiar. Tatapan pria itu menguncinya lekat-lekat dan Megan tak lagi mengucapkan sepatah kata pun. Keduanya saling bertatapan selama beberapa saat, membuat Mike dan Jelita merasakan ketegangan udara di antara pasangan baru tersebut memilih ikut membungkam.
"Sekarang masuklah ke dalam mobil, Megan. Biarkan aku menyelesaikan semuanya."
"Ya. Lakukan saja apa pun yang kau inginkan, Mikail." Megan benar-benar tak mampu menahan semburan emosinya meluap menyelimuti kata-kata yanga tepat di depan wajha Mikail. Kemudian wanita itu berjalan melewati Mikail, sengaja menabrakkan pundaknya di lengan Mikail dan berjalan menuju mobil yang pintunya sudah dibukakan sopir pria itu untuknya.
Megan membanting pantatnya di jok belakang, menggigit bibir bagian dalamnya dengan keras menahan kedongkolan hatinya. Ia benar-benar merasa lemah dan tak berdaya. Terasa dikekang dan bahkan cara bernapas pun harus sesuatu dengan peraturan Mikail. Ia benci merasa tersudut seperti ini. Mengingatkannya akan masa-masa kelamnya di masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still In Love
RomansaSetelah impiannya tercapai, nyatanya semua pencapaiannya tersebut tak bisa menyempurnakan kebahagiaan di hati Megan Ailee. Ketika ia bertemu dengan mantan suami, Mikail Matteo dan putra yang ia tinggalkan tujuh tahun lalu kembali muncul di hidupnya...