Megan tak berhenti berjalan mondar-mandir di tengah ruang kerja Mikail. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Kegelisahan tak berhenti menguasai dadanya. Kenapa pria itu masih saja datang mengganggu kehidupannya. Seolah semua derita yang menemani sepanjang perjalanannya menjauh dari kehidupan Mikail masih belum cukup dijadikan hukuman baginya.
"Karena dia lebih segala-galanya dariku dan memutuskan untuk memilihnya, bukan?"
"Kalian perlu belajar, bahwa apa yang kalian inginkan terkadang tak bisa didapatkan. Meski dengan cara yang sangat sulit sekalipun. Dan akulah yang akan mengajari dan memastikan kalian berdua memahami pelajaran yang satu ini."
Megan membanting pantatnya dengan keras di sofa, remasan di kedua tangannya semakin menguat dan keduanya kakinya bergetar dengan hebat.
Bayangan ketika tubuhnya dibanting dengan keras di dinding, kedua tangannya dicengkeram dengan keras hingga nyaris meremukkan tulang pergelangan tangannya. Dipaku di atas kepalanya dengan kekuatan penuh. Rintih kesakitannya tak dipedulikan oleh pria itu. Yang bergerak menghimpit tubuhnya hingga ia kesulitan bernapas. Dan udara yang masih tersisa di paru-parunya pun direnggut habis-habisan ketika pria itu melumat bibirnya. Melumatnya dalam-dalam dan semakin panas. Hingga ia benar-benar kehabisan napas dan pria itu melepaskan pertautan bibir mereka, membuat Megan megap-megap berusaha mendapatkan udara sebanyak mungkin.
"Aku akan menghancurkanmu. Jika aku tak bisa memilikimu, maka akulah satu-satunya yang akan menghancurkanmu."
Ancaman itu bergema di kepalanya. Ia baru saja kembali di hidup Mikail, dan seolah batu besar langsung menghadang langkahnya. Menutup masa depan yang memang sudah buram di hadapannya.
Marcel Matteo, tak akan membiarkannya lolos jika tahu dirinya kembali berkeliling di dunia Mikail. Apalagi kembali terjebak dalam pernikahan kedua mereka. Ada banyak alasan kenapa pernikahan ini harus terus tersembunyi rapat-rapat dari siapa pun. Jika tidak, setelah mengetahui tentang Kiano, Marcel akan mengalihkan perhatian pria itu pada Kiano. Tidak, mereka tak mungkin meletakkan Kiano berada dalam bahaya.
***
Keheningan di ruang makan itu bertahan dalam satu menit yang penuh. Keduanya saling melemparkan tatapan membunuh. Memastikan tak akak mengalah pada masing-masing.
"Sama seperti urusan kita tak akan menjadi urusan Megan, urusan kami juga bukan urusanmu, Marcel," desis Mikail penuh peringatan yang tajam.
Marcel tertawa, terbahak dengan keras hingga gigi geraham pria itu terlihat. Yang membuat wajah Mikail semakin mengeras. Hingga tawa tersebut terhenti, menyisakan ketegangan di udara antara mereka. Marcel terlihat begitu santai dan terlalu tenang menghadapi sang saudara yang begitu tegang. Seringai tersungging tajam melihat kedua kepalan Mikail di sisi tubuh sang saudara tercinta.
"Dan urusanku dan Megan tak akan menjadi urusanmu, kan?" Seringai tersungging di salah satu ujung bibir Marcel, beserta kelicikan yang berkilat di kedua mata pria itu.
Mikail menggeram, menggebrak meja makan hingga piring yang memenuhi permukaan meja bergetar hingga bergeser ke samping. Marcel sengaja membuatnya terusik dengan kata-kata pria itu dan harapan tersebut terkabul. Kata-kata Marcel berhasil membuat dadanya menggerung marah akan kata-kata tersebut. Dengan bibir yang menipis tajam, pria itu mendesiskan kalimat penegasannya. "Tidak. Semua urusan tentang Megan akan menjadi urusanku."
Tentu saja kalimat tersebut malah membuat Marcel terbahak. "Kau tak berubah, Mikail. Masih saja melemah jika berhubungan dengan Megan."
"Pergilah, Marcel. Sebelum aku menyuruh orang-orangku untuk menyeretmu keluar," ancam Mikail tak main-main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still In Love
RomanceSetelah impiannya tercapai, nyatanya semua pencapaiannya tersebut tak bisa menyempurnakan kebahagiaan di hati Megan Ailee. Ketika ia bertemu dengan mantan suami, Mikail Matteo dan putra yang ia tinggalkan tujuh tahun lalu kembali muncul di hidupnya...