"P-pernikahan?" Bibir Megan yang pucat bergerak dengan kaku. Sekarang Megan tak yakin apakah berada di ambang kematian lebih buruk dari sebuah pernikahan.
Bibir Mikail menipis dengan tajam menangkap reaksi yang ditampilkan oleh Megan. Seolah pernikahan yang telah mereka jalani di masa lalu adalah hal terburuk yang ada di hidup Megan. Dan sekarang ia menyodorkan hal terburuk itu di hadapan Megan. Yang tak diberi pilihan selain menelan semua keburukan itu mentah-mentah.
Hati Mikail benar-benar tergores dengan keras. Amarah bergemuruh di dadanya. Menerjang-nerjang dinding dadanya dengan keras. Dan satu-satunya orang yang lebih berhak menerima semua luapan emosinya hanyalah Megan. Satu-satunya dan hanya Megan seorang.
Akan tetapi, ia menekan dalam-dalam kemarahan di dadanya. Menekannya kuat-kuat. Demi kewarasannya.
"Kenapa? Kau tak suka?" Mikail melemparkan pertanyaan itu dengan sengit. "Kiano adalah segalanya bagiku, Megan. Aku tak akan mempertaruhkan keberuntunganku dengan membiarkanmu masuk ke dalam hidup kami hanya sebagai sebuah singgahan."
Megan masih bergeming. Hatinya mendadak goyah. Pernikahan, itu adalah sebuah kesempatan yang diberikan oleh Mikail. Kesempatan yang ia inginkan. Tetapi setelah kesempatan itu dibentangkan di hadapannya, sekarang hanya ada rasa takut yang menggetarkan hati Megan.
Ia sudah menghancurkan pernikahannya dan Mikail satu kali dan luka serta dampaknya masih harus ia tanggung hingga detik ini. Megan benar-benar tak yakin akan sanggup menghadapi kehancuran keduanya.
"Kau bersekongkol dengan Nicholas untuk menerobos di hidup kami yang dipenuhi ketenangan. Rela menikah ataupun menerima kesepakatan dengan Nicholas. Siapa yang bisa menjamin kau tak akan bersekongkol dengannya untuk merebut anakku dariku, Megan? Aku tak memercayaimu."
"Hanya inilah satu-satunya jalan paling aman bagiku dan Kiano yang bisa kuberikan padamu. Jadi ... putuskan sekarang juga, Megan. Kau ingin maju atau enyah dari hidup kami?"
Hati Megan serasa diremas oleh pilihan kedua. Dan pilihan pertama tak lebih baik dari pilihan kedua.
"Seberapa banyak penyesalanmu tak akan mengembalikan waktu dan membuatmu memutuskan pilihan yang lain. Atau berpikir pilihan yang lain mungkin lebih baik bagimu. Kenyataaannya, kau meninggalkan kami dan sekarang kau mengemis untuk kembali masuk ke kehidupan kami. Ini bayaran yang kau tanggung. Kau bisa menganggap pernikahan ini sebagai hukuman atau apa pun itu, aku tak peduli. Dan aku tak akan peduli seberapa besar derita atau sakit hati yang mungkin akan kau tanggung, aku sama sekali tak bertanggung jawab. Yang kupedulikan hanya sosokmu, yang sudah terlanjur diketahui oleh putraku."
"Aku bisa memutuskan menyakitinya satu kali, demi kebaikannya dan menikahi siapa pun untuk memenuhi peranmu di hidupnya. Kau tahu aku lebih dari sekedar mampu untuk melakukan itu semua, Megan. Tapi ... sialnya apa yang dirasakan Kiano padamu, tidak bisa dia dapatkan dari wanita mana pun yang bisa kudapatkan dengan mudah."
Kening Megan berkerut, mencerna kalimat Mikail sekali lagi. Wanita hamil itu, juga Sharron Matteo. Bukankah mereka adalah wanita yang sudah Mikail nikahi? Apakah Mikail menyembunyikan pernikahan itu dari Kiano? Megan berhenti ikut campur tentang kehidupan Mikail. Berhenti mengorek keluarga bahagia yang Megan lihat di ruang kerja Mikail pada hari itu.
"Darah memang lebih kental dari air. Dengan segala hal yang kumiliki saat ini, aku mengaku kalah pada kalimat sentimentil itu. Apa pilihanmu, Megan?"
Megan mengerjap, kembali mencerna kalimat Mikail dan menjilat bibirnya yang kering meski seluruh permukaan wajahnya masih lembab dan dipenuhi jejak-jejak air mata.
"Aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan, Mikail." Suara Megan begitu lirih, nyaris berupa cicitan.
Mikail terdiam, matanya memicing. Mengelupas setiap ekspresi di wajah Megan satu persatu. Masih sama seperti yang ia lihat terakhir kali. Kesombongan yang masih ia ingat dengan jelas di benaknya tujuh tahun lalu, sekarang tak berjejak sama sekali. Hanya ada keputus asaan dan kepasrahan yang begitu menyedihkan. Ujung bibir Mikail berkedut ketika rasa iba memanjat naik ke dadanya. Megan sama sekali tak berhak untuk satu pun perhatian darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still In Love
RomanceSetelah impiannya tercapai, nyatanya semua pencapaiannya tersebut tak bisa menyempurnakan kebahagiaan di hati Megan Ailee. Ketika ia bertemu dengan mantan suami, Mikail Matteo dan putra yang ia tinggalkan tujuh tahun lalu kembali muncul di hidupnya...