BLUE

852 180 53
                                    

👑 🐥 👑

👑 🐥 👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

"Aku sudah meminta Soobin memberitahu tim forensik untuk mengumumkan hasil otopsi ayahku ke media, sejelas-jelasnya tanpa ada yang ditutupi," kata Taehyung di sambungan telepon, pukul tujuh hari itu selepas jam kerja yang panjang.

"Oh, kapan kau mengirim obat itu untuk Seokjin? Jangan bilang kau pikun atau lupa ingatan."

Jimin berdecak kesal. "Kau serius?" tanyanya, seraya keluar dari kamar.

"Ya, bisa kirim LSD untuk Seokjin malam ini?" tukas Taehyung sebelum panggilan selesai.

Jimin tidak menyukai ide itu, meski kemungkinan besar Seokjin akan memberitahu pelaku penembakan sesuai yang Seokjin janjikan pada Taehyung. Hasil sempurna, tapi tetap tidak sepadan dengan resiko besar yang akan dia tanggung.

Dia tahu, Anjing-anjing di kepolisian suka rela menerima sogokan, lumrah dan bukan lagi menjadi rahasia. Tempat kotor itu memang akan selalu kotor, walau segelintir polisi jujur berusaha keras membersihkannya.

Jimin hanya tinggal menutup mulut polisi penjaga seperti yang pernah dia lakukan, sayangnya, Park Jimin tidak mudah diberi perintah meski dari sepupu tersayang sekali pun. Pengacara nyentrik itu lebih memilih mengambil tablet hisap pelega tenggorokan dari kamar Elisha, memindahkannya ke botol cokelat bekas pil diet Joane yang sudah kadaluarsa.

Joane kepingin diet biar punya badan seukuran Elisha, tapi tidak jadi sebab Jimin berujar....

"Jo, kau benar-benar cantik sekali dengan ukuran 15 (setara ukuran L)."

"Oh, Love, kenapa sih kau selalu bisa membuatku senang. Baiklah, aku tidak jadi diet."

Kira-kira begitulah tanggapan Joane, wanita asal Tottenham, 52 tahun bermata biru yang mengurus Jimin dari umur tiga tahun.

Jimin mengambil lima butir permen, duduk di ranjang kamar yang kini sudah bernuansa putih dan canola semenjak Elisha tinggal bersamanya. Dia baru hendak mengembalikan botol ke nakas, saat tiba-tiba Elisha keluar dari balik pintu kamar mandi.

"Bukannya kau tidak suka permen itu?" tanya Elisha, serta merta membuat Jimin terkejut.

"Sayang, kalau muncul jangan dadakan. Nanti calon suamimu ini kena serangan jantung," kata Jimin sambil memperhatikan Elisha dari atas ke bawah, bawah ke atas.

Elisha baru selesai mandi, untungnya sudah pakai baju lengkap, bahkan rambutnya sudah dikeringkan meski masih agak lembab.

"Harusnya kau keluar pakai bathrobe, terus kita kaget-kagetan deh, kayak drama tivi yang ditonton Joane."

Jimin tertawa, Elisha memutar bola mata ke langit-langit, lelah tiap kali Jimin mengeluhkan adegan tinggal-bersama yang mereka jalani tidak ada mirip-miripnya dengan drama tivi. Mereka tidak pernah tabrakan di depan pintu, apa lagi terpeleset di kamar mandi terus tindih-tindihan, yang ada nanti Jimin malah sakit pinggang.

Pengantin Pesanan Untuk Tuan KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang