Bab 19 : Kenyataan

198 56 10
                                    

Hari ini, benar-benar hari yang paling mendebarkan untuk Jihyo.

Hari ini ... pengumuman kelulusan sekaligus pengumuman hasil ujian perguruan tinggi. Sudah cukup sekali saja Jihyo ditolak saat jalur rapor. Sekarang, jangan lagi.

Sekitar setengah jam lagi tepatnya tautan yang akan menentukan masa depannya terbuka.

Jihyo benar-benar sudah berusaha keras selama ini. Bahkan selama beberapa minggu terakhir, Ia benar-benar menutup dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang berbau bersosialisasi.

Setelah pulang sekolah, sudah. Jihyo akan mendekam di kamar atau pergi ke tempat les yang selama ini jarang didatanginya.

Namun ketika butuh, tampaknya tempat les adalah tempat bersandar dari niat belajarnya.

Persetan dengan Jaehyun, dia sudah tidak lagi perduli. Setelah malam itu, Jihyo benar-benar menyudahi kegiatan yang dulu sering Ia lakukan.

"Mama, kalau Jihyo gak dapat gimana?" tanya Jihyo sambil memeluk Mamanya yang juga sejak jam dua tadi duduk diatas kasurnya, menemani kegugupannya yang hampir meledak-ledak.

Perempuan paruh baya itu tersenyum dan mengelus rambut Jihyo dengan perlahan, sesekali menepuk punggung Jihyo pelan.

"Gak apa-apa, dong. Mama kan sudah bilang, Mama gak perduli sama negeri atau swasta. Asal kamu jalaninnya bahagia, Mama pasti lebih bahagia. Mana mungkin Mama bisa marah ke anak semata wayang Mama yang cantik ini? Kamu itu permata Mama, Mama gak akan memecahkan permata secantik kamu demi sesuatu yang sebenarnya tidak sepenting itu. Mama pasti carikan kamu Universitas terbaik yang sesuai sama minatmu, tenang ya."

Suara yang lembut itu, berhasil menenangkan jiwa Jihyo. Mamanya pasti tahu, kalau Jihyo sekalut itu untuk ini. Biasanya perempuan paruh baya ini sering tak berada di rumah karena sibuk dengan teman-temannya, tapi sejak kemarin Mamanya selalu mendampinginya.

Menit demi menit berlalu, rasanya waktu begitu lama sekali.

Sampai akhirnya waktunya tiba.

Dan setelah mengetikkan sesuatu di laptopnya ...

"Aku gagal, Ma."

Sore itu tak lagi secerah siang tadi, mata Jihyo sembab setelah puas menangis dibalik bantalnya selama lebih dari tiga jam.

Ada perasaan menyesal, kenapa Ia tak lebih giat?

Apa memang, Universitas sebesar itu sangat sulit digapai? Kalau iya, kenapa bisa ada yang lolos disana? Orang macam apa yang bisa lolos?

Pintu kamar Jihyo masih terkunci, Jihyo segera meminta Mamanya untuk keluar setelah pembukaan pengumuman itu.

Dengan alasan, butuh waktu sendiri.

Jam tujuh malam, kedua orang tuanya datang ke depan pintu kamar Jihyo. Membawakan jus strawberry kesukaan Jihyo dan piring berisi makanan.

"Anak cantik Mama, bisa buka pintunya? Kamu belum minum dari tadi, kamu pasti haus 'kan? Mama sama Papa bawa jus buat kamu."

Jihyo hanya diam, tersudut di kasurnya dengan tatapan kosong.

"Nak, Papa punya kenalan di salah satu Universitas negeri. Kalau kamu memang seminat itu, Papa-"

"Gak mau!" teriak Jihyo dari dalam. "Mama sama Papa istirahat saja, aku kebawah kalau nanti sudah lapar dan haus."

Forever OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang