Bab 23 : Aneh?

228 58 8
                                    

Langit Jakarta mendung hari itu, Jihyo duduk di halaman sekolah sembari membaca sebuah buku novel yang Ia pinjam di perpustakaan siang tadi.

Ini sudah jam pulang sekolah, lewat dua puluh menit.

Namun, Mingyu sudah pulang karena katanya pacarnya sedang sakit dan laki-laki itu tentu harus merawatnya.

"Gyu-"

"Maaf, ya. Gue gak jadi ajak lo keluar atau bahkan sekedar antar lo pulang. Dia ... sakit, jadi gue kepalang panik buru-buru balik tanpa kabarin lo. Gue pesanin ojek online, ya?"

Senyum gadis itu seketika sirna, digantikan oleh muram yang tiba-tiba menghiasi seluruh wajahnya.

"Oh ... iya, gak apa-apa. Semoga cepat sembuh." Jihyo memaksakan senyumnya. Rasanya, seperti tidak rela.

Apa-apaan, padahal sudah jelas dia dan Mingyu hanya bermain peran. Menjaga kekasih Mingyu agar tetap terahasiakan dari sahabat-sahabat brengseknya.

"Lo dimana? Mau gue pesanin sekarang?" tanya Mingyu di sebrang sana.

"Enggak, aku mau di sini aja Gyu. Cari angin."

"Lo mau pulang kapan? Gue lihat di luar, udah mulai mendung." Mingyu menoleh menatap langit yang memang sudah tak cerah lagi, bahkan sesekali terdengar suara gemuruh pelan seperti langit akan murka.

Gadis itu ikut menatap ke atas, tersenyum tipis. Bahkan, Mingyu masih memperhatikan detail-detail semacam ini untuk Jihyo walau sedang menjaga kekasih yang sebenarnya.

"Aku punya aplikasinya, aku bisa pesan sendiri. Sudah, kamu jaga pacarmu aja. Aku mau baca satu dua bab novel di sini. Aku harap pacar kamu cepat sembuh, Gyu. I lo-"

Jihyo segera melipat bibirnya, cepat tersadar dengan apa yang ingin dia ucapkan. Tawa kikuknya menjadi pilihan selanjutnya,

Mingyu di sana hanya diam tanpa ekspresi.

"I love you too, Jihyo."

Kali ini Jihyo tampak membelalak, sedetik kemudian terkekeh kecil dan mematikan panggilan teleponnya.

Sebenarnya membaca novel itu juga bukan salah satu alasan dia masih di sini, gadis itu sebenarnya sedang meredakan rasa sesak di dadanya.

Entah kenapa, dia merasa sesak sejak bel pulang tadi. Untungnya, tidak parah dan hanya sedikit. Belakangan ini rasanya kesehatannya seperti memburuk, entah karena apa. Apa karena sebenarnya hatinya masih tidak rela mengingat kegagalannya minggu lalu?

Suara Jaehyun masih teringat dengan jelas di telinganya.

"Realita kejam, 'kan? Gue lihat-lihat semingguan ini muka lo pucat kayak orang hampir mati. Lo gagal sekalipun, lo tetap punya uang. Jujur aja, gagal atau enggaknya hidup lo itu lo bakal tetap kaya."

"Nih, tiket nonton. Biar lo jadi manusia lagi, bukan mayat hidup. Nonton sendiri tapinya, gue gak ada waktu."

Kurang lebih, ucapan seperti itu yang diberikan Jaehyun. Kalau Mingyu begitu manis menghibur Jihyo, maka Jaehyun kebalikannya.

Jihyo mengambil inhaler dari dalam sakunya dan mengaplikasikannya. Tepat setelah itu, langit akhirnya menurunkan air hujan karena sudah tidak lagi mampu menampung.

Gadis itu segera berjalan cepat menuju koridor utama sekolahnya, sambil mencoba mencari ojol lewat ponselnya.

"Jihyooo ... Mingyunya mana nih? Tumben gak sama Mingyu?" tanya suara dari belakangnya.

Gadis itu segera menoleh dengan wajah lemasnya. "Mingyu sakit, kamu kenal aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Waduh waduh, ini kayaknya si lo yang sakit." Laki-laki itu tampak geleng-geleng kepala dan berjalan mendekat ke arah Jihyo.

"Lo itu cuman pengalihan isu, Mingyu punya sesuatu yang pasti buat lo tercengang kalau tahu. Dia ... berbeda. Perempuan manis kayak lo, harusnya gak punya hubungan sama Mingyu si aneh itu."

Jihyo menyipitkan matanya, membaca nama yang tertera pada seragam laki-laki bertubuh jangkung itu. Namanya Kim Younghoon.

"Mingyu, beda?" ulang Jihyo, mencerna perkataan laki-laki di depannya dengan baik. "Memangnya apa?"

"Dia itu sampah yang pantasnya cuman jadi lelucon di kehidupan normal kayak kita."

Gadis itu masih mencoba mengerti ucapan Younghoon, tapi rasanya ucapan laki-laki di depannya ini sangat tidak pantas.

"Tutup mulut kalau kamu cuman mau nebar gosip. Sampah? Kita semua manusia, mungkin kamu yang sampah," sindir Jihyo, mulai berbalik menatap hujan yang semakin turun dengan deras.

"Gue cuman mau kasih tau itu aja, Mingyu itu aneh dan lo lebih baik jauhin orang aneh kayak dia." Laki-laki itu tampak menatap jauh ke depan meski gadis cantik berwajah pucat itu sudah memunggunginya.

Gadis ini, mirip seseorang dari masa lalunya. Ia merindukan gadisnya yang sudah pergi meninggalkannya sejak lama. Gadisnya yang manis, seolah ada di diri gadis yang selama ini hampir tak pernah terlihat sebelum akhirnya dikenal lewat jalur berita sold-outnya kumpulan buaya di sekolahnya.

Younghoon langsung pergi setelahnya. Tugasnya sudah selesai, hanya ingin memperingatkan lewat apa yang dia tahu tentang Mingyu pada gadis itu.

Hujan tak kunjung reda, sementara baterainya yang sudah menipis karena lupa membawa power-bank ke Sekolah.

Kebetulan sekali, hari ini Jaehyun terkena hukuman di ruang konseling karena terlambat datang ke sekolah selama seminggu.

Dan akhirnya, mau tak mau mereka bertemu.

Jaehyun tampak terkejut melihat Jihyo yang bersandar pada dinding tiang koridor utama.

"Kenapa belum pulang?" tanya Jaehyun.

Gadis itu menoleh, senyumnya terukir melihat Jaehyun berdiri disana.

Jaehyun datang di saat yang tepat, datang sebelum mata Jihyo menggelap dan limbung ke depan.

Ya, Jihyo ambruk. Tapi sebelum menutup matanya. Gadis setengah sadar itu bergumam dengan senyumnya. "Ternyata ... masih kamu, Jae."

Detik itu Jaehyun luar biasa panik, dengan cepat berlari mendatangi Jihyo membawa gadis itu dalam dekapan tangannya dan menepuk pipi milik tunangannya itu, bermaksud mengembalikan kesadarannya.

"Bangun, heh. Lo kenapa?" 

-TBC-

Yang minta bonchap cerita sebelah, ini aku kasih ver sachet🤣😭

Forever OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang