Bab 20 : Pemandangan Malam

210 53 8
                                    

"Makan dulu, Hyo. Lo belum makan, 'kan?" tanya Mingyu sambil menyodorkan jagung bakar itu.

Belum lagi, barusan Mama Jihyo menitipkan piring berisi roti. Jangankan roti, bahkan jagung bakar miliknya saja tidak disentuh.

Gadis itu masih melamun sambil meminum minuman yang dibawa Mingyu.

"Lo cuman mau kuliah disini, 'kan? Gak harus UI, ada banyak Universitas swasta disini. Kenapa lo pengen banget kesana sedangkan lo cuman pengen tetap tinggal disini?"

Jihyo menoleh dengan mata sembabnya. "Jakun UI, bagus."

Mingyu mengerutkan alisnya, memandang Jihyo heran. "Ada banyak jaket warna kuning yang bisa lo beli, gak harus UI."

Kenapa pikiran gadis di sebelahnya ini sangat random?

Universitas sebesar itu ... Jihyo hanya menginginkan almamater dan karena dekat dengan rumahnya? Yang benar saja.

"Gyu, nyari angin yuk. Beli ice-cream?"

"Gak mau, makan dulu," ucap Mingyu sambil menyodorkan kembali jagung bakar itu. "Gue beli ini antri, seenggaknya kalau gak mau makan roti hargai pemberian gue."

Detik itu Jihyo mengambil alih jagung bakar dengan rasa sedang itu. Jihyo memakannya dalam diam, seperti tengah marah pada Mingyu. Tapi laki-laki itu tak perduli, malah masih menatap Jihyo hingga menghabiskan setengah jagungnya.

"Kamu malam-malam begini kok bisa kesini, ada perlu apa?" tanya Jihyo.

Oh, rupanya gadis ini tidak tahu dia kesini untuk mengecek kondisinya karena ponselnya yang dimatikan.

Mingyu pikir ... Jihyo akan membaret tangannya karena frustasi. Ternyata, dia masih waras.

"Gak ada, gue kangen sama lo." Mingyu mengacak-acak rambut Jihyo dengan senyuman tipisnya, berhasil membuat Jihyo salah fokus.

"Huh dasar, pembohong." Jihyo mencibir.

Setelah menghabiskan jagung bakar dan minuman ditangan kanannya itu, Jihyo segera menarik Mingyu untuk turun ke lantai bawah. Izin untuk pergi sebentar.

"Lo pergi pakai baju tidur?" tanya Mingyu saat menuruni satu persatu anak tangga.

"Mama, Papa, Jihyo sama Mingyu mau makan di tempat seafood yang biasa, ya! Sebentar kok, nanti jam sembilan pulang!" teriak Jihyo dari ruang tamu.

Tak ada jawaban, tentu saja karena tidak terdengar hingga kamar kedua orang tuanya.

"Heh, tunggu." Mingyu menghentikan langkahnya, yang mau tak mau membuat Jihyo berhenti dan bertanya. "Kenapa?"

"Pamit yang benar, gue bisa dilaporkan ke polisi bawa anak gadis keluarga kaya malam-malam begini," desis Mingyu sambil menoyor Jihyo perlahan.

"Hih, tenang aja. Mama sama Papa pasti setuju, asal gak sampai jam sepuluh karena mereka suka meriksa aku di kamar jam segitu," kata Jihyo sambil memaksa menarik tangan Mingyu agar segera keluar dari dalam rumahnya.

Jihyo melingkarkan tangannya pada pinggang Mingyu begitu baru naik ke atas motor. Malam itu mereka pergi ke sebuah tempat dengan banyak aneka permainan dan makanan.

Pasar malam di tengah ibu kota.

Sebenarnya ini adalah sebuah festival tahunan, mereka masuk setelah lama mengantri tiket masuk karena banyak sekali manusia yang mencoba membeli tiketnya.

"Tau gini aku tadi ganti baju dulu, malu," tutur Jihyo yang terlihat bagai orang sakit dengan baju tidur polos dan jangan lupakan wajah tanpa make-up yang tampak sembab. Sangat mirip dengan pasien rumah sakit dekat sini.

Mingyu terkekeh dan menyampirkan jaket hitam miliknya pada bahu Jihyo. "Pakai jaket gue, seenggaknya gak kayak pasien kabur."

Hm, tidak membantu. Sepertinya, sama saja dengan jaket kebesaran yang sekarang dipakainya ini.

Mereka menaiki komediputar bagai anak kecil dan setelahnya membeli takoyaki yang dijual tak jauh dari wahana tersebut.

Siapapun pasti iri melihat mereka bagai bermesraan di jalan dengan Mingyu yang merangkul bahu Jihyo dan Jihyo yang sesekali menyuapi takoyaki pada Mingyu.

Mereka terlihat serasi walau dengan kondisi pakaian Jihyo yang sebenarnya sangat aneh ini.

"Gyu! Ada gelang lucu-lucu!" Jihyo segera berteriak dan menarik Mingyu untuk mendatangi salah satu stan penjual yang menjual berbagai pernak-pernik itu.

Mata Mingyu malah salah fokus dengan cincin di tangan Jihyo begitu gadis itu menunjuk-nunjuk berbagai hal menunjukkannya pada Mingyu kalau itu bagus.

"Sampai kapan gue cuman jadi bayang-bayang Jaehyun buat lo, Hyo? Status kita gak jelas, tapi kenapa gue nyaman sama lo."

Mingyu menatap Jihyo nanar dan Jihyo pun bisa merasakan itu. "Kamu kenapa, Gyu?" tanyanya. Mingyu segera menggeleng. "Lo mau yang mana?"

Akhirnya Mingyu membelikan apa yang diinginkan gadis itu. Jihyo masih tersenyum sambil melihat plastik berisi aksesoris itu.

•••

S

ebelum pulang, mereka mampir ke jalan penyebrangan untuk melihat arus lalu lintas malam Rabu ini dengan penerangan ibu kota yang sangat cantik.

Di tangan mereka terdapat kebab yang baru di beli sebelum naik ke jalan penyebrangan ini.

Jihyo tampaknya sangat kelaparan setelah menghabiskan waktu untuk menangis dan jalan-jalan.

"Kamu mau kuliah dimana, Gyu? Aku mau ikut kamu," tutur Jihyo sambil menoleh pada Mingyu. Laki-laki itu hanya menaikan bahunya. "Gak niat," jawabnya.

"Lagian, kenapa lo gak ikut Jaehyun aja? Dengar-dengar, dia mau lanjut di Bandung." Mingyu yang berbicara, dia sendiri juga yang menusuk hatinya.

"Aku mutusin buat gak ikut campur sama urusan Jaehyun lagi, Gyu. Aku rasa aku cuman terobsesi sama dia, walau kadang aku masih kangen dia sih." Jihyo mengungkapkan kegelisahannya selama beberapa bulan terakhir.

Ia sudah sadar kalau itu bukan cinta, tapi melupakan Jaehyun sepertinya akan sangat sulit karena rasa itu sudah tumbuh sejak mereka menginjak usia remaja.

Mingyu tampak berfikir sebelum berbicara. "Gue rasa, Jaehyun juga udah nerima lo."

Ucapannya segera di respon Jihyo dengan tatapan terkejutnya. "Kamu tau dari mana? Jaehyun? Nerima aku?"

Kali itu, Mingyu hanya tersenyum saja. "Gue ini juga laki-laki, gue tau gimana bedanya dia sekarang ke lo."

Sebenarnya ada sedikit sindiran untuk Jihyo disana, Mingyu ingin mengucapkan kalau dia juga laki-laki yang bisa jatuh cinta kapan saja dengan gadis di sampingnya ini.

Dan kabar buruknya, Mingyu benar-benar melakukannya. Tentu saja, Jihyo sangat manis dan Mingyu menyukainya.


"Gak akan, Gyu," ucap Jihyo sambil tertawa kecil.

Jihyo malah menoleh pada Mingyu, berjinjit dan mengecup pipi kanan Mingyu singkat tapi berhasil membuat mereka sempat terdiam dan canggung antara satu sama lain.

"Hehe, maaf. Aku cuman mau bilang makasih udah buat aku senang sekaligus lupa sama yang tadi sore, Gyu. Kamu emang superminegyu!"

-TBC-

Forever OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang