*****
"Oh Tuhan, dia imut sekali" Vincent pun tersenyum bahagia menjelang sore itu.
*****
Setelah memasukan pakaian-pakaian dalamnya ke dalam kamar, Rona benar-benar membiarkan tamu tak di undangya itu diluar tanpa mempersilahkan masuk atau sekedar menawari minum, tapi sepertinya Vincent tak mempermasalahkan itu dia cukup tahu diri untuk tidak mengharapkan diperlakukan sebagai tamu selayaknya tamu, dia malah dengan santai menikmati makanan yang dia bawa yang udah pasti di tolak mentah-mentah oleh Rona.
Vincent terkekeh geli dibalik kepalan tangannya, masih terbayang kejadian beberapa menit lalu betapa merahnya wajah Rona saat mengambil pakaian dalam strawberrynya, "Oh, Tuhan dia menggemaskan sekali-- UHUK! UHUK! UHUK! UHUK!!" Vincent tersedak makanan yang dia telan saat dia terkekeh, tak lama kemudian salah satu ajudannya muncul dari samping rumah, mereka memang terkadang seperti hantu yang akan muncul tiba-tiba ketika sang atasan berada dalam bahaya.
Ajudan itu dengan sigap hendak menolong atasannya dengan membawa sebotol air minum, namun Vincent dengan cepat menggerakkan tangannya mengisyaratkan agar ajudannya pergi sebab dia baru saja melihat dengan jelas kelebat Rona dari arah jendela berjalan cepat menuju keluar dengan segelas air di tangannya.
"Tolong jangan membuat masalah di rumah saya!" sentaknya seraya menyodorkan gelas dengan kasar sampai-sampai airnya sedikit terciprat keluar.
Vincent tak langsung menerimanya padahal wajahnya sudah sangat merah akibat tersedak, dia malah terpaku memandang gadis di depannya, dia terpesona pada raut cemas di wajah cantik Rona yang kontras dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya.
"Tidak akan jika Kau bersedia menemani saya makan di sini" ucapnya setelah meneguk minuman yang entah mengapa terasa begitu nikmat di kerongkongannya, seperti air yang baru di ambil dari mata air pegunungan alami, begitulah perasaan berlebihan Vincent jika menyangkut Rona.
"Merepotkan sekali" Rona menggerutu kesal, mau tak mau ia pun duduk berhadapan dengan Vincent dibatasi oleh meja bundar kecil ditengahnya.
"Saya bawa makanan sendiri" sahutnya, menegaskan jika dirinya tak merepotkan sama sekali.
Meskipun terpaksa, akhirnya Rona menarik kotak makanan ke arahnya dan mulai mengarahkan sendok untuk mengambil makanan yang memang sudah tersedia di sana, namun kembali ia dibuat tercengang saat Vincent merebut sendok tersebut dan mengambil alih untuk menyuapinya dengan semangat, tentu saja Rona tak mau menerimanya seharusnya Vincent tahu itu.
"Hm... Baiklah, jika Kau tak mau besok saya akan datang dan mencoba lagi" ucapannya tenang namun mengandung ancaman, sungguh tidak menguntungkan bagi Rona, menolak atau menerima sama saja pada akhirnya.
"Kenapa Anda melakukan ini semua? Apa negara ini sudah baik-baik saja dan tak memiliki masalah sehingga Anda bisa bersantai di sini?"
"Banyak sekali, termasuk Kau. Kau dalam masalah, seharian ini saya belum melihatmu makan"
"Jadi maksudnya dia memata-mataiku seharian ini? Dasar penguntit!"
Vincent menyodorkan sendok ke hadapan mulut Rona yang sepertinya enggan terbuka tentu saja, tapi pria itu tak menyerah dia tetap kukuh dengan sendok di tangannya seolah tengah beradu kekuatan siapa yang mampu bertahan. Dalam keadaan saling terdiam itu mau tak mau atau memang mau, Vincent terfokus kembali pada sepasang daging mungil pink muda yang pernah dia rasakan meski singkat kala itu, masih teringat jelas dalam benaknya bagaimana rasa bibir semanis madu beraroma ceri itu.
Larut dalam khayalannya, Vincent kemudian tersadar saat terdengar suara denting samar sendok yang mengenai gigi Rona saat ia melahap makanannya. Gadis itu mengunyah dengan cepat seolah ingin segera menyudahi permainan rumah-rumahannya bersama Ayah dari musuh bebuyutannya di sekolah dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MeRona (THE END) ✓
General FictionWARNING!! KHUSUS DEWASA 20++ Merona, menceritakan tentang sebuah skandal hubungan terlarang seorang pria yang baru saja menjabat sebagai Menteri Pertahanan negara Paixxx ( nama negara fiktif) bernama Vincent Smith Abraham dan seorang gadis bernama R...