Part 14

3.4K 214 12
                                    

*****

"Saya percaya" sepersekian detik berikutnya, Rona bergerak cepat merengkuh tengkuk Vincent lalu melumat bibirnya tanpa permisi, membuat Vincent terbelalak membeku dan hanya mematung tak percaya.

"Apa ini nyata, atau hanya mimpi? Jika ini mimpi aku bersumpah, aku tidak ingin terbangun"

*****

Vincent yang sedari tadi hanya diam karena terkejut, sekarang malah lebih mendominasi dan memimpin ciuman yang semakin panas itu. Tangan kanan Vincent dengan kukuhnya menahan pinggang Rona, sedangkan dibelakang tengkuk dan telinga Vincent jari-jari lembut Rona terus memancing dan mempermainkan gejolak terdalam seorang pria. Rona terkadang meremas ujung rambut Vincent atau mengusap lembut kulit belakang telinga dan tengkunya, perlakuan itu membuat Vincent semakin bersemangat memperdalam ciumannya, menikmati kembali bibir semanis madu beraroma ceri itu.

Ketika Vincent semakin rakus menikmati bibir mungil itu, dia mengernyit karena merasakan rasa lain dari bibir yang seharusnya semanis ceri itu, Vincent tersentak lalu melepaskan ciumannya secara tiba-tiba, "Maaf..." ucapnya cemas seraya mengusap bibir Rona yang mengeluarkan darah dari bekas luka sebelumnya yang kembali terbuka akibat gigitan Vincent di titik yang sama.

"Saya baik-baik saja" Rona berucap lembut, membuat Vincent semakin tak dapat menahan diri untuk kembali menikmati bibir itu, yang kali ini lebih terasa asin bukan rasa ceri.

"Kalau boleh--

Belum sempat Vincent menyelesaikan ucapannya, dengan lancangnya Rona bergerak lalu duduk di atas pangkuan Vincent. Perbuatan lancangnya itu adalah kelancangan yang mustahil membuat Vincent marah apalagi menolak, yang ada saat ini hatinya bersorak meskipun dia masih mematung karena terkejut, entah berapa kali dirinya diberikan kejutan oleh Rona sehingga dalam beberapa saat saja hidupnya terasa begitu berwarna.

Rona merengkuh bibir Vincent yang langsung disambut hangat dan penuh suka cita olehnya. Deru nafas keduanya bersautan berebut udara, Vincent terus memperdalam ciumannya seolah tidak ada batas di sana. Setelah dirasa keduanya mulai kehabisan oksigen, Vincent melepaskan ciuman yang terasa nikmat dan memabukkan itu, menciptakan jarak sehingga dia dapat dengan jelas memandangi wajah merona milik Rona lengkap dengan tatapan tajam yang sulit sekali pudar dari wajah cantik nan lembut itu, namun Vincent sangat menyukainya karena ketika Rona memberinya tatapan itu dia selalu merasa adrenalinnya terpacu. 

"Apapun yang terjadi, Anda akan tetap berada disisi saya bukan?" pinta Rona serius.

Tubuh Vincent berdesir mendengar permintaan itu. Bagaimana tidak, dirinya diminta melakukan sesuatu yang sangat dia inginkan, dan kini desiran itu seolah membakar hasratnya saat jemari lentik Rona meraba lembut dada bidangnya, "Dasar perban sialan!" rutuk Vincent dalam hati, Vincent teramat menyesali keberadaan perban tersebut sebab dia tak dapat merasakan langsung kelembutan kulit sang gadis pujaan, "Ssshhhh..." akhirnya Vincent dapat merasakan sentuhan menggoda itu menjalar diperutnya yang untungnya tak terhalang perban.

"Anda tak menjawab saya?"

"Apa Kau masih memerlukan jawaban?" suara Vincent terdengar berat tertahan, tentu tertahan, pria itu mati-matian menahan gejolak kelelakiannya, Vincent merasakan kejantannya mengeras tepat dibawahnya Rona yang sedari tadi duduk di pangkuannya, Vincent merasa dirinya seperti bom waktu yang sebentar lagi akan meledak jika Rona terus memancing dengan sentuhan yang terlalu dekat dengan pusarnya itu, lebih dari itu bokong sang gadis tepat menduduki kejantanannya yang sudah sangat mengeras sempurna. Tak kuasa lagi menahan hasratnya, Vincent hanya mampu merengkuh pinggang Rona, memeluknya erat hingga menempel kuat dengan tubuhnya.

MeRona (THE END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang