Part 17

3.5K 191 1
                                    

*****

Suara kicauan burung dan angin semilir masuk melalui jendela kamar Rona yang terbuka, di sana di atas kasur berukuran king size Rona masih berbaring di samping pria paruh baya yang beberapa saat lalu menghujaninya cinta, pujaan, cumbuan, juga kenikmatan yang baru pertama kalinya Rona rasakan. Rona sudah terjaga lebih dulu dari tidurnya, ia hanya diam memandangi wajah damai Vincent yang begitu nyenyak dalam tidurnya.

Perlahan jemari lentik Rona terulur menyentuh rahang terbingkai bulu-bulu kasar yang sebagian telah berwarna putih itu, Rona menghela nafas berat, ia merasakan perih pada relung hatinya terdalam namun ia tak tahu rasa itu karena apa.

"Hmmmhhhh... Kau sudah bangun? kenapa tak membangunkan saya?" suara Vincent terdengar parau, matanya menyipit menyesuaikan cahaya, menatap Rona penuh kasih meskipun raut wajah lelahnya masih begitu jelas.

"Setelah apa yang kita lewati Kau masih saja berbicara formal denganku?" tanya Rona lebih santai, tak lupa ia memberikan senyuman termanis untuk Vincent. 

Vincent yang tadinya masih terlihat mengantuk kini matanya membulat cerah berbinar, pria itu mengulum senyum lalu dengan manjanya menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Rona, "Saya terbiasa berbicara dengan orang-orang yang menuntut saya untuk berbicara seperti itu"

"Aku tidak mau disejajarkan dengan orang-orang itu" Rona berucap lembut sambil mengusap surai hitam milik Vincent yang sudah mulai ditumbuhi uban itu.

"Tidak. Tidak. Tidak mungkin aku mensejajarkan Kau dengan mereka, Kau lebih dari itu"

"Iya aku tahu" ucap Rona seraya menangkup wajah sangar Vincent dengan kedua tangannya yang terlihat begitu kecil, perlakuan itu membuat Vincent semakin terbang tinggi, perasaannya melambung tinggi, campur aduk terlalu bahagia, "Talinya?" Rona baru menyadari tali sepatu Baletnya telah raib dari pergelangan tangannya. Rona masih ingat jelas, tadi saat bersama Vincent di ruangannya, benda itu masih ada terikat dengan kuat bersama Flasdisknya. Rona begitu panik meraba-raba kasur mencari-cari benda berharga itu.

"Rona, Sayang, tenaglah. Tadi aku meminta Damian untuk mengamankannya, aku tidak mau tanganmu terluka jika terus terikat dalam waktu lam--

"APAH?!!! SIAPA YANG MENGIJINKANMU MELIHAT BARANG PRIBADIKU?!! KAU TIDAK BERHAK--

"RONA!" sentak Vincent refleks, dia ingin menjelaskan tapi Rona bereaksi diluar dugaan, Rona begitu panik dan histeris kehilangan benda tersebut, "Dengar, aku tidak akan pernah melihat isi dalam Flashdisk itu kecuali Kau sendiri yang menunjukannya. Aku berpikir benda itu sangat berharga jadi aku meminta Damian membawanya ke pengrajin kalung dan membuatkan kalung khusus untuk flashdiskmu, yang bisa kau pakai sebagai kalung agar lebih aman dibawa ke manapun, jadi tanganmu tak perlu terikat lagi seperti itu" tutur Vincent, "Percayalah, aku hanya mengkhawatirkan pergelangan tanganmu" imbuhnya, Rona tak menemukan alasan lain dari sorot mata coklat gelap itu selain ketulusan. Akhirnya dengan penuh kesabaran, usaha Vincent membuahkan hasil, Rona mulai tenang dan percaya dengan ucapannya.

"Maaf..." sesal Rona yang mulai bisa mengontrol emosinya.

"Aku yang minta maaf karena telah lancang. O yah, nanti Damian akan mengantarkanmu mengambilnya langsung di tempat pengrajin kalungnya, setelah itu Damian akan menunjukan sesuatu padamu"

"Sesuatu apa?"

"Kejutan, nanti Kau akan lihat sendiri" Vincent merengkuh pinggang Rona, memeluknya erat dari balik selimut, "Sebenarnya aku sangat ingin menunjukannya sendiri padamu, tapi ini bukan waktu yang tepat, Kau akan berada dalam kesulitan jika seseorang melihat kebersamaan kita" Vincent begitu memikirkan setiap detail yang menyangkut kebaikan Rona. 

MeRona (THE END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang