7. Pemakaman

72 8 0
                                    

Happy reading.

Typo? Tandai dikolom komentar.

Hari demi hari Tari melewati diperlakukan tidak adil sebagai seorang istri, Tari ingin sekali melawan, tapi melawan hanya membuat dia semakin disiksa, dia tidak sanggup menanggung dosa yang sama sekali tidak dia perbuat, mengharapkan diperlakukan dengan baik tapi itu tidak mungkin, karena lelaki 18 tahun itu sangatlah membeci dirinya.

Sudah satu bulan mereka menikah, Tari hanya mendapat cacian, hinaan bahkan perlakuan kasar, bahkan gadis itu tidak ada tempat mengadu sebagai tempat berkeluh kesah.

Hari ini hari minggu, Tari sudah bangun dari subuh tadi, dia mempersiapkan sarapan dan membersihkan rumah sebesar ini seorang diri.

Walaupun diperlakukan dengan kasar, Tari tetap melakukan tugasnya sebagai seorang istri yang baik, selain sabar dengan sikap kasar suaminya, dia juga harus sabar dengan sikap berantakan suaminya, sejak saat ini Tari membereskan kamar yang sangat berantakan akibat ulah suami laknatnya itu.

Setelah selesai beres-beres, Tari melakukan bersih-bersih selama setengah jam berendam dalam kamar mandi, setelah selesai dia duduk didepan kaca rias, dia tersenyum miris menatap wajahnya dipantulan cermin.

Dia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali terdiam menatap wajahnya didepan cermin. Dari tadi dia sama sekali tidak melihat Reksa masuk kamar ataupun mendengar teriakannya.

Tari menghela berat, dia keluar kamar menuju ruanga Gym suamianya, dia memegang knop pintu lalu membukanya, dia menyembolkan kepalanya, benar saja lelaki berhati kejam itu sedang olahraga terlihat dari keringat yang bercucuran membasahi wajahnya tampannya.

"Tampan banget woi" teriak Tari membantin histeris terpesona.

"Kak" panggil Tari dengan berdiri diambang pintu.

"Hm" jawab Reksa dingin tanpa menoleh kearah Tari, lelaki itu kini telah kurang melakukan hal yang kasar, karena sejak kejadian satu bulan yang lalu membuat dia sedikit mengkontrol emosinya, paling dia bersikap dingin dan membentak saja.

"Aku udah siapan sarapan, sama....... aku boleh izin keluar?" Ucap dan tanya Tari yang sedikit ketakutan diambang pintu.

lelaki itu memberhentikan aktivitasnya, dia duduk dilantai dengan kaki yang dia luruskan kedepan, Tari susah payah menelan ludahnya melihat keringat dipelipis pria tampan itu. Setelah beberapa menit pria itu membuka tutup botol air mineralnya yang tinggal setengah lalu meminumnya hingga kandas.

"Ngapain lo berdiri disana?" Ketus Reksa menatap Tari yang membeku ditempatnya.

Tari menunduk dia mengigit bibir bawahnya. "Aku boleh izin keluar?" Tanyanya sekali lagi.

"Sana" usir Reksa sedikit membentak, membuat gadis itu dengan cepat pergi dari sana.

"Dia mau kemana ya? Atau jangan-jangan mau nemuin komplotannya lagi" gumam Reksa yang beranjak dak kelaur dari sana.

*******
Tari tersenyum miris duduk berjongkok didepan makam sembari mencabuti rumput kecil dipinggir makam Antaraksa Senja Dirlangga, iya itu makan Raksa kembaran Reksa.

Hari ini tepat tiga bulan kepergian lelaki malang itu, dan kali pertama Tari berziarah kemakam Raksa.

Satu minggu yang lalu tanpa sepengetahuan Reksa dan Dirlangga, Tari datang kerumah mertuanya untuk mencari tahu tentang makan Raksa dan rumah sakit Sarah dirawat melalui asisten rumah tangga dirumah ayah mertuanya itu.

Reksa menautkan alisnya yang berada tiga meter dibelakang Tari, dia sejak tadi mengikuti Tari karena dia pikir Tari menemui komplotan pembunuhan Raksa, karena Reksa yakin jika pembunuhan Raksa tidak dilakukan Tari sendiri mengingar Raksa itu lelaki dan Tari itu perempuan.

Hari yang sejak tadi memang mendung seketika turun hujan yang cukup lebat, membuat lelaki itu berteduh dibawa pohon yang tidak jauh dari sana.

Setelah melakukan bersih-bersih dimakan Raksa, Tari memanjatkan doa ditengah kehujanan yang menghantam tubuhnya, Tari menaburkan bunga diatas makan Raksa.

"Kak Raksa yang tenang ya di sana, aku ngak pernah menyesal pernah menolong kak Raksa malam itu, walaupun niat baik aku tidak terbalaskan dengan kebaikan pula, tapi tak apa aku ikhlas menjalaninya, karena aku yakin semuanya akan terungkap cepat atau lambat"  ucap Tari mengelus batu nisan Raksa

"Ck, dia ngomong apa coba" decak Reksa emosi karena dia sama sekali tidak mendengar pembicaraan Tari dikarenakan kencangnya suara hujan.

Akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari sana, karena tubuhnya sudah terasa dingin dihantam titik hujan.

******
"Dari mana lo?" Sentak Reksa yang duduk santai disofa sembari memainkan ponselnya.

"Da-dari ru-rumah teman kak" gugup Tari, nyatanya dia sedang berbohong dia sama sekali tidak kerumah teman karena dia singgah diwarung yang tidak jauh dari tempat pemakaman tadi, karena dia tidak ingin jika Reksa tahu kalau dia kemakan Raksa dan kehujanan, terjebak macet membuat dia terlambat pulang kerumah.

"Bagus lo ya, jam tujuh malam baru pulang, mau jadi jalang lo" bentak pria itu. "Pergi dari jam 11 pulang jam 7" omel Reksa emosi.

"Maaf kak" lirih Tari bergetar menahan tangis.

Pria itu tersenyum miring, membuat Tari ketakutan, hujan yang dari tidak kunjung reda membuat lelaki berhati kejam itu ingin melakukan aksi balas dendamnya.

Reksa mendekati Tari, dia menarik pergelangan tangan Tari lalu menyeretnya keluar.

Brak
Reksa mendorong tubuh Tari sehingga tubuh gadis itu tersungkur kelantai.

"Malam ini lo tidur diluar, sebagai hukuman karena telah bohong sama gue" ucap Reksa lalu menutup pintu rumah dengan kencang.

Tari berlari dia berdiri didepan pintu sembari menangis, dia mengedor-ngedor pintu dengan kecang berharap suami laknatnya membukakan pintu, tapi itu mustahil suami kejam itu tidak mungkin menarik kata-katanya.

Pria itu dengan santai membaringkan tubunya di atas kasur dengan selimut tebal, hujan yang begitu deras mentulikan telinganya membuat dia tidak mendengar teriakan Tari didepan rumah memggigil kedingan.

Tok

Tok

Tok

"Buka kak" isak Tari sembari terus mengetuk pintu rumah.

Tari merosotkan tubunya menyenderkan punggungnya dipintu utama rumah Reksa, Tari memeluk lututnya yang dia tekuk, dia menangis dalam diam menahan dingin yang sudah menusuk-nusuk kedalam tulanganya.

"Papa, Tari kangen sama papa, Tari ingin dipeluk papa, papa kenapa tega ngusir Tari, Tari tersiksa di sini pa, Tari ngak bahagia" batin Tari terdengar sangat lirih, sungguh gadis yang malang.

*******
Next?

Ada pesan?

Jangan lupa follow akun author.

Pesan author jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara vote or coment.

MATAHARI SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang