10. Cafe

70 11 2
                                    

Happy Reading...

****
Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu, Tari berjalan menuju kantin untuk pertama kalinya, dia sudah memikirkan apa yang akan terjadi di sana mendengarkan cibiran semua orang tentang dirinya, lebih baik dia pura-pura tuli daripada dia menahan lapar dan haus.

Tari berjalan ketempat pemesanan dikantin, bisa dia lihat sekilas dimeja paling pojok terdapat Reksa and the geng dan juga Nadira sih ulet bulu.

Tari mengantri dengan sabar, rasanya kuping dia terasa sangat panas pada saat semuanya mengumpat dirinya.

Nadira tersenyum smirk, dia berjalan ketempat orang antrian dengan membawa gelas jus jeruk miliknya, dia berjalan kearah Tari lalu menumpahkan minuman itu kebaju Tari.

"Ops" Nadira menutup mulutnya dengan empat jari kirinya, "sengaja" lanjut Nadira diiring dengan gelak.

Tari menghela nafas jengah, dia membalikan badannya, dia lebih baik menahan lapar daripada dia kena bully habis-habisan dikantin.

Brak

Nadira mendorong tubuh Tari hingga gadis itu tersungkur ke lantai, rasanya Tari ingin sekali membogem Nadira sih ulet bulu, tapi percuma, semua orang menertawakan dirinya.

Byur

Suara air yang terus membasahi tubuhnya, Tari hanya pasrah ketika semua orang menyumbangkan jus mereka ketubuh Tari, gadis itu menangis dalam diam, bahkan mereka membullynya dengan terang-terangan ditempat umum.

Nadira mencengkram dagu Tari, dia tersenyum licik. "Ini belum sebanding atas nyawa yang telah lo hilangkan"

Nadira melepaskan cengraman denga kuat, seragam milik Tari sudah basah akibat sumbangan jus dari penghuni kantin, Reksa hanya menatap Tari tersenyum licik.

"Lo ngak akan bahagia, kalau lo masih bisa bernafas" gumam Reksa pelan.

Gadis itu masih diam ditempatnya, dia meringis kesakitan pada saat jari jemarinya diinjak kuat oleh Nadira, Iqbal berdiri dan berjalan mendekati Tari.

Semua orang menatap Iqbal bingung, apa yang ingin dilakakukan pria itu, apa dia ingin ikut membully?

Iqbal malah menarik lengan Tari, lalu membawanya pergi dari kantin menuju loker.

Tari masih menangis dalam diam, seharusnya bukan Iqbal yang membantunya seharusnya Reksa yang melakukan ini padanya.

Tari masuk kedalam toilet, dia mengganti bajunya karena seragamnya sudah tidak bisa dipake karena sudah basah dan lengket.

Tari tersenyum tipis kearah Iqbal yang menunggunya dibangku panjang yang tidak jauh dari toilet cewek.

"Lo ngak apa-apa?" Tanya Iqbal.

Tari mendudukan bokongnya disamping Iqbal, Tari menggeleng. "Ngak apa-apa kak"

"Lo kenapa ngak lawan aja sih? Orang kayak mereka mesti ditegasin, kalau ngak mereka akan ngelunjak"

Tari terkekeh pelan, "Gue mungkin bisa aja balas, tapi...... gue ngak mau kalau kak Reksa nanti marah sama gue" Tari menghela berat, "mending kakak balik sana sama kak Reksa, takutnya nanti kak Iqbal dikeluarin dari sekolah"

"Gue ngak peduli, gue punya adik perempuan, dan gue ngak tega lihat lo dibully satu sekolah"

Tari tertawa pelan, "Gue lupa bilang makasih sama kak Iqbal, makasih ya kak tadi udah bantu gue"

"Iya santai aja"

*******
Kringggggg

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, semua murid berhamburan pulang sekolah, Tari terdiam mengatur dadanya yang sesak, melihat Reksa pulang boncengan bersama Nadira.

Tari terdiam menatap motor Reksa yang semakin menjauh, dia menghela berat.

"Tari" teriak Tia yang berada dalam mobil mewah miliknya.

Tari membulatkan matanya, ketika melihat Tia didepannya. "Tia" panggil Tari berbinar.

"Masuk" ajak Tia dan diangguki oleh Tari.

"Ah kangen" teriak heboh Tia berpelukan dengan Tari.

"Gue juga"

"Cafe yuk" Tari mengangguk tanda sebagai jawaban.

Setelah menempu perjalan bermenit-menit, akhirnya Tia dan Tari sudah tiba di cafe pelangi, mereka duduk berhadapan melepas rindu, dengan ditemani drink boba coklat.

"Lo kok ngak bilang, kalau lo pindah sekolah" ucap Tia mengerucutkan bibirnya.

Tari terkekeh. "Ceritanya panjang, tapi gue belum bisa cerita sama lo"

"Kenapa?" Tanya Tia menaikan satu alisnya.

"Ngak pa-pa" jawab Tari tersenyum manis.

"Minta no lo dong" ucap Tia menyodorkan ponselnya, dengan cepat Tari.mengetikan nomornya diponsel Tia.

Gino menoel lengan kekar Reksa, mereka juga sedang berada di cafe yang sama, Reksa mengerakan dagunya ke Gino ketika merasa tangan ditoel.

"Bini lo tu" ucap Gino menggerakan dagunya kearah Tari dan Tia yang sedang tertawa bahagia.

Reksa menoleh kearah Tari, dia menaikan satu alisnya menatap tajam kearah Tari, pria itu berdiri dia berjalan kearah Tari lalu mencengram lengan Tari dengan kuat, hingga Tari tersentak karena tiba-tiba saja entah dari mana Reksa sudah berada disampignya.

"Pulang" sentak Reksa emosi.

"Tapi kak"

"Gue bilang, pulang, PULANG" bentak Reksa membuat dua gadis itu merasa ketakutan.

"Iya kak"

Tia hanya diam menyaksikan sahabatnya diperlakulan oleh lelaki entah siapa, sedangkan Tari terpaksa harus pulang dengan berboncegan dengan Reksa dengan kecepatan tinggi.

******
Reksa menarik lengan Tari dengan sangat kencang, air mata Tari sudah membasahi pipinya, Reksa menghempaskan tubuh Tari ke sofa kamar.

Reksa melemparkan Tasnya ke atas kasur, dia menghela nafas kasar, dia berjalan kearah lemari, Reksa tersenyum miring membuka lemari mengambil cambuk.

Reksa berjalan kearah Tari, dia kembali narik lengan Tari.

"DUDUK" titah Reksa, Tari hanya diam, dia terus menyeka air matanya yang terus jatuh.

"GUE BILANG DUDUK"

Tari duduk di lantai, dia terus mengusap air matanya.

"Luruskan kakinya" perintah Reksa, Tari hanya nurut, dia meluruskan kakinya.

Ctar....

"ARGHHHH" Tari menjerit dengan sangat kencang, ketika cambuk itu menyabit punggungnya.

Ctar

"ARGHHH" Tari kembali menjerit ketika cambuk itu kembali menyabit punggungnya.

Reksa tersenyum licik, sungguh tiada kenal ampun jika sudah membuatnya marah.

Ctar

Ctar

"ARGHHHH" Tari menjerit dengan diiringi dengan isakan, jiwa iblis Reksa benar-benar sudah mengusai tubuhnya.

Tari meringis kesakitan, dia merasakan kesakitan hebat ketika punggung dan kakinya mendapatkan cambukan hebat dan panas, Tari menutup matanya ketika Reksa kembali mengangkat cambuk itu, tapi beberapa detik, Tari tidak merasakan cambuk itu kembali mengenai tubuhnya, Tari membuka matanya dan kini ia tidak mendapati Reksa di sana entah kemana pria itu pergi.

Tari meluapkan tangisannya dengan kencang, efek cambuk itu benar membuat tubuhnya merasakan sakit semua, Tari semakin terisak ketika kakinya merasa sakit dan susah digerakan

"Kamu jahat kak, kamu jahat" lirih Tari.

******
Jangan lupa vote or coment ya 😊

MATAHARI SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang