Beberapa orang ingin pulang lebih cepat meskipun jemputan mereka belum datang.
_____
"Dari tadi dipanggilin! Budek apa gimana?"
Aku menunduk minta maaf. Kak Gista melipat tangan di dada. Jantungku berlalu-talu. Tidak siap menerima hal buruk yang akan disampaikan kakakku.
"Kenapa pulang sebelum ketemu Dokter William?"
Aku menelan ludah ketika Kak Gista menembakku dengan pertanyaan. Dari mana dia tahu? Biasanya pergi ataupun tidak, Kak Gista tidak pernah peduli.
"Luca Abadi!"
Aku mendongak. Kulihat kakak perempuanku ini menatap tanpa ekspresi. Tidak ada keramahan apalagi kepedulian. Seperti biasanya.
"Ada urusan, Kak."
"Apa?"
Aku menjilat bibir. "Teman saya sakit."
"Karan dan Gatan?"
Aku berusaha menghindari tatapannya. Tanganku mulai terasa lembap. Ingin rasanya aku enyah. Disedot inti bumi saat ini juga.
"Mereka akan terus ada kalau pengobatan lo nggak beres!"
Kak Gista memekik dengan wajah tegang. Bola matanya seperti hendak loncat. Alisnya menukik ke pusat jidat. Hidungnya mendengus.
Kualihkan tatapan dari kakakku. Gatan tampak duduk santai di kasur. Matanya menatap lapar ke arah Kak Gista dari ujung ke ujung. Sementara Karan, gadis yang muncul tiba-tiba itu, kini berjongkok di sebelahku sambil memeluk lutut. Kudengar ia mulai terisak.
"Kar, kenapa?" bisikku.
Aku hendak menyentuh bahu Karan, tapi tepisan tangan Kak Gista membuat gerakanku terjeda.
"Berhenti bertingkah kayak orang gila! Mereka nggak nyata!"
Aku menoleh bergantian ke arah Kak Gista dan Karan. Kakakku tampak semakin geram sementara temanku masih terisak. Aku mendongak ke arah Gatan yang masih berleha-leha di kasur tapi cowok itu cuma mengedip genit.
Aku menjambak rambut frustrasi. Hatiku mencelos sekaligus marah. Sial! Sial! Sial! Makiku dalam hati. Malah makin parah!
Dengan jelas aku bisa melihat, merasakan, mendengar, bahkan bicara dengan Gatan dan Karan. Mereka temanku yang paling baik. Cuma mereka yang aku punya di dunia ini. Hanya mereka yang mau mendengarku.
Gatan datang duluan. Kukira dia homo karena di perjumpaan pertama, dia menatapku dengan tatapan menggoda. Tanpa merasa malu, ia muncul dengan dada telanjang dan hanya memakai celana setengah paha. Ketika aku mengusirnya, cowok itu bilang dirinya cuma doyan cewek cantik berbodi bagus.
Gatan orang yang begitu percaya diri. Kalau berjalan, badannya tegak dan dagunya terangkat. Tubuhnya benar-benar atletis. Hampir semua olahraga ia kuasai. Terutama basket, renang, dan futsal.
"Kamu kesepian?" Dokter Wiliam pernah bertanya begitu di suatu perjumpaan.
Aku menjawab, "Kadang-kadang."
"Saat perasaan itu melanda, apa kamu pernah berpikir untuk hubungi seseorang? Keluarga? Teman?"
Aku ingin bilang bahwa aku tidak punya teman. Kejadian surat cinta di kelas lima membuatku cukup trauma dalam menjalin relasi. Kuurungkan niat untuk menjawab pertanyaan Dokter William.
Di perjumpaan berikutnya Dokter William memancingku lagi soal teman. Entah bagaimana ceritanya aku pun bercerita soal Gatan.
"Tapi aneh, Dok. Walaupun sedikit keren, saya nggak pernah lihat orang-orang nyapa atau muji dia."
![](https://img.wattpad.com/cover/327377285-288-k548794.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Luca
Fiksi UmumWalaupun sangat ingin, Luca Abadi percaya dirinya tidak akan mati dalam waktu dekat. Seperti halnya hari itu, ketika sudah siap bunuh diri, Clarinna si presiden mahasiswa malah datang memergokinya. Perjumpaan itu membuat segalanya kacau--dalam versi...