Dari kecil sudah dikenalin sama kematian. Contoh lagu Anak Ayam Tekotekotek.
"Anak ayam turunlah 5, MATI 1 tinggalah 4."
Kenapa mati? Kenapa?
____
Dmn?
Pesan itu muncul ketika aku sedang mengerjakan PR. Yep, PR secara tersirat. Alias meniru tulisan Clarinna. Berhuhung ini top task yang harus kukerjakan, kuabaikan pesan tadi
Tidak terlalu sulit kalau hanya mengacu pada halaman terakhir buku gosong peninggalan Clarinna. Di sana hanya ada 26 jenis gaya tulisan, termasuk titik koma. Sejauh ini aku bisa meniru dengan mirip. Bagaimana Clarinna menulis i tanpa titik, a dengan bulatan besar, serta angka 8 berupa nol nol atas bawah.
Rosm
TE 18Luca Abadi
TE 38 04Hei, Luka pakai Ce.
Terlalu dini kalau kubilang PR ini hampir selesai. Masih banyak karakter huruf yang harus kutiru. Belum termasuk alfabet besar kecil, angka, tanda baca, bahkan spasi. Aku bisa saja mengambil salah satu buku Clarinna di kamarnya sebagai referensi. Orang tuanya pasti tidak akan sadar. Tapi ketika hendak melakukannya, tiba-tiba saja perasaanku jadi tidak enak. Makanya aku hanya mengabadikan lewat foto. Sempat kujepret beberapa tulisan tangannya.
Aku meneruskan kegiatan. Kali ini semakin lancar. Pesan di buku gosong sembilan puluh persen bisa kutiru. Orang tidak akan sadar kalau ini tulisanku.
"Ngapain?"
Aku mendongak ketika seseorang menepuk pundakku. Latin tegak di sampingku, sepaket dengan Ars.
"Iseng baca," jawabku sambil menunjukkan buku hangus Clarinna.
"Jadi, apa yang lo dapat?" tanya Latin.
Aku menggeleng kemudian memasukkan buku hangus Clarinna ke ransel.
"Kalau gabut kenapa nggak bantuin kami?" Ars berujar dengan wajah sebal.
"Ikut, yuk. Ke sekre anak teater, sekalian tanya-tanya."
Aku menyetujui. Setelah menyampirkan ransel ke salah satu bahu, kusejajarkan langkah bersama dua gadis ini. Sepanjang jalan cuma mereka yang ngobrol. Aku hanya menyimak sambil melihat sekeliling.
Kami tiba sepuluh menit kemudian. Arsenal melambai pada cowok yang kelihatannya sudah menunggu. Kami berkumpul tepat di depan ruangan yang katanya markas anak-anak teater.
"Ini Luca, ya?" Cowok yang tadi menunggu Ars tersenyum ramah. Dia mengangsurkan tangan. "Gue Adjie."
Aku balas memperkenalkan diri. Setelah itu kami diajak masuk. Tempat yang kukira sempit ini ternyata cukup luas. Ada beberapa mahasiswa di sana. Sebagian sedang menggerakan mulut di depan cermin, sebagian ngobrol, dan lainnya menata properti.
Ars dan Latin tampak akrab dengan mereka. Keduanya bahkan sempat ngobrol singkat sambil terkekeh. Aku yang tidak dikenali ini cuma bisa membuntuti.
"Ngobrolnya di sana saja. Biar lebih enak." Adjie mengajak kami ke sudut. Di tempat itu sudah ada dua orang. Sama seperti tadi. Keduanya tampak akrab terhadap Latin dan Ars.
"Parah, lo skip kuis dan malah di sini," kata Latin pada cowok berambut kriwil.
"Eh, ada kuis?"
"Motto hidup Acong. Jangan sampai kuliah menganggu teater."
Mereka semua ——kecuali aku—— tergelak.
![](https://img.wattpad.com/cover/327377285-288-k548794.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Luca
Fiksi UmumWalaupun sangat ingin, Luca Abadi percaya dirinya tidak akan mati dalam waktu dekat. Seperti halnya hari itu, ketika sudah siap bunuh diri, Clarinna si presiden mahasiswa malah datang memergokinya. Perjumpaan itu membuat segalanya kacau--dalam versi...