Sempurna

571 159 54
                                    

Enak banget jadi lo.

Enak your head.

___

Perhitunganku tentang Clarinna Campaign seakurat aku mengisi jawaban kalkulus 2. Aku bukan saja mendapat teman manusia, tetapi juga atensi dari orang-orang. Jika sebelumnya hanya sebatas menyapa, maka sekarang orang-orang itu menjadi temanku. Kuantitasku dalam berjalan sendirian di area kampus bisa dihitung jari. Aku pun merasa lebih santai tiap menghadiri kelas, karena teman-temanku selalu mereservasi kursi untukku di tempat strategis.

Para pengusung Clarinna Campaign bekerja dengan sangat baik. Ars dengan kemampuan coding-nya mampu merilis web kurang dari tiga hari. Latin dengan posisi pentingnya di BEM berhasil mengajak mahasiswa dari berbagai jurusan. Dan Emmer dengan spesialisasi publikasi dokumentasi berjasa membuai pihak di luar kampus.

Satu-satunya yang menjadi masalah adalah si Bandot Tua alias Ayah. Begitu tahu aku terlibat di Clarinna Campaign, dia langsung memanggilku ke ruang kerjanya. Menginterogasi penuh intimidasi.

"Untuk apa ikut-ikutan begitu?" tanyanya dengan wajah bengis.

Aku merasakan lututku gemetar padahal ativan sudah masuk mulut setengah jam lalu. "Bbb ... bbb ... biar ada kegiatan di luar akademik."

Dia mendengus. Buku kudukku meremang. "Nilaimu nanti gimana?"

"Harusnya nggak masalah."

"Kalau ternyata bermasalah?"

Aku menghela napas terlebih dahulu. Turun nilai artinya siksaan maut. Aku meneguk ludah dengan gusar. Tenang, Luca, tenang. Kataku pada diri sendiri. Pertanyaannya sudah diprediksi. Tinggal jawab sesuai persiapan.

"Lakukan saja," kata Ayah sebelum aku menjawab pertanyaan tadi. Matanya lurus dan tetap penuh ancaman. "Tapi kalau sampai aku tahu nilaimu turun gara-gara ini, awas saja."

Aku mengangguk, berusaha menyembunyikan rasa lega. Gila! Kemasukan malaikat apa si Bandot Tua? Hanya beberapa pertanyaan dan langsung approve. Tumben sekali!

"Satu lagi," tambahnya. "Jangan sampai kegiatan ini ngeganggu kunjungan ke Dokter William. Kamu harus selesaikan pengobatannya dan sembuh!"

Aku mengiyakan. Setelah tidak ada lagi yang perlu dibahas aku izin keluar ruangan. Atas persetujuan si Bandot Tua, aku pun selangkah punya progres.

*
*
*

"Menurut gue, untuk sekarang rekrutmen pengurusnya cukup dari kampus saja," Ars menyuarakan pendapat di rapat berikutnya. Kami berempat berada di kafe dekat kampus. Seperti biasa, lokasi ini idenya Emmer.

Melihat reaksi khalayak yang di luar perkiraan membuat Emmer percaya, bahwa kampanye ini membutuhkan lebih banyak anggota. Dan benar saja. Sejak pendaftaran dibuka, ratusan mahasiswa berpartisipasi. Bahkan di luar kampus berbondong-bondong minta dimasukkan juga sebagai pengurus.

"Loh, kenapa?" tanya Emmer. "Lo nggak lihat antusiasme orang-orang di luar kampus? Tagar Clarinna Campaign masih trending di kwitter. Jangan sia-siain itu, Ars!"

"Justru karena itu, Em," jawab gadis di hadapanku. Hari ini tumben sekali dia tidak memakai atribut bergambar Klub Setan Merah. Sepertinya malas jadi bulan-bulanan sebab semalam Manchester United kalah padalah menjadi tuan rumah. "Saat ini semuanya kelihatan antusias. Bahkan seleb internet mulai pada ngelirik. Tapi kita nggak tahu mana yang cuma manfaatin keadaan, mana yang sevisi sama kita."

Dengan penjelasan tersebut aku makin yakin bahwa cewek berambut seleher ini memang super kritis. Aku harus hati-hati. Bisa jadi dia mengendus niat terselubungku juga.

Luka LucaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang