Katanya, kecerdasan otak anak diturunkan dari ibunya. Apakah itu berlaku juga untuk kewarasan?
____
"Biasa saja. Kayak mahasiswi dan dosen pada umumnya. Kalau ketemu ya nyapa. Kalau nggak ada, nggak pernah nanya ataupun sengaja nyari."
Aku menyimak jawaban Latin lewat sambungan telepon. Sepuluh menit setelah menemukan keparat Surya di buku Clarinna, aku memutuskan untuk mengirim pesan pada Latin dan Ars. Hanya satu yang membalas maka langsung kusambung percakapan lewat telepon, kutanyakan bagaimana hubungan Clarinna dan si Bandot Tua kelihatannya.
Aku tidak bisa berpikir positif atas penemuan ini. Setahuku, tidak ada penggunaan kata keparat untuk sesuatu yang baik. Pikiranku langsung menjurus pada hal yang tidak-tidak. Terlebih aku tahu kebusukan si Bandot Tua.
"Emang kenapa, Luc?"
Karena kecurigaanku belum ada bukti, kuputuskan untuk menjawab, "Cuma kepo."
"Tumben banget lo nanyain soal Pak Surya. Biasanya juga kayak alergi. Jangan-jangan beneran lagi ada masalah sama doi, ya?"
"Sedikit."
Cuma diintimidasi setiap hari. Disiksa kalau dirinya butuh pelampiasan. Dianggap hina padahal karena dialah aku ada.
"Jangan lama-lama musuhannya. Gimanapun juga dia orang tua lo."
"Hmm."
"Kecuali kalau dia sering ngelakuin kekerasan. Itu, sih, harus dilaporin."
Aku diam sambil menghela napas.
"Tadi siang gue yakin nggak salah dengar," katanya lagi. "Lo ngigau minta ampun, Luc."
Jeda sesaat. Ucapan Latin soal diriku yang berharga sempat menaikkan harapanku. Gadis bermata sipit itu juga masih saja membahas soal igauanku soal minta ampun. Apa aku coba bicara, ya?
Tidak. Jangan, Luca!
Tanpa bukti, mereka tidak akan percaya. Lagipula tidak ada yang akan mengamini akuanku soal si Bandot Tua. Orang rumah pasti pura-pura tidak tahu.
Ibu misalnya. Dia merasa harga diri dan keutuhan keluarga jauh di atas segalanya. Itulah mengapa i
dia tidak minta cerai setelah tahu si Bandot Tua main serong dengan Mama Maya. Ibu sangat takut Kak Gista dan Bang Jona kehilangan figur ayah. Dia menerapkan ajaran pada kakak-kakakku bahwa si Bandot Tua masih sayang keluarga, dia hanya hilaf.Didikan itu menjejak di benak mereka. Si Bandot Tua adalah kepala keluarga baik di mata kakak-kakakku. Selama yang disiksa hanya aku, itu tidak jadi perkara. Aku pantas mendapatkannya. Akulah yang membuat keluarga mereka sempat goyah dihantam ombak.
"Luc?" Suara Latin memecah lamunanku.
"Surya bukan cuma ngelakuin kekerasan, La. Dia pernah ngehamili mahasiswinya, dia bikin cewek itu jadi gila, dan dia tinggal sama dua istri dalam satu atap."
"Ini lagi ngelawak?"
"Iya. Lucu, kan?"
Aku terkekeh, Latin awalnya diam tapi lama-lama ikut terkikik——walau kuyakin dia terpaksa melakukannya.
"Ada lagi yang mau ditanyain, Luc?"
"Nope," kataku. "Gue tutup, ya."
"Oke. Kabari kabari kalau ada apa-apa."
Sambungan terputus, aku merebah di kasur.
*
*
*"Masih belum ada juga?" Keesokan harinya Emmer menemuiku di perpustakan dan bertanya progres task-ku. Dia langsung mendecakkan lidah ketika kukatakan belum selesai. "Tinggal tiga minggu lagi, Luc. Gimana mau achieve kalau puisinya saja masih belum ada?"
![](https://img.wattpad.com/cover/327377285-288-k548794.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Luca
General FictionWalaupun sangat ingin, Luca Abadi percaya dirinya tidak akan mati dalam waktu dekat. Seperti halnya hari itu, ketika sudah siap bunuh diri, Clarinna si presiden mahasiswa malah datang memergokinya. Perjumpaan itu membuat segalanya kacau--dalam versi...