28. JANE

1.8K 209 75
                                    

"Kapan bangun sih, Jane?" usapan lembut itu berhasil membuat gadis yang sedang tertidur pulas mengerjapkan matanya. Perlahan cewek itu membuka matanya, samar-samar dia melihat wajah David tepat di depannya. Jane mengangkat alisnya bingung, "loh, D-david? Jefry mana?" tanya Jane dengan suara seraknya.

"Jefry? ke rumah Una. Una sakit."

"Una?"

"Iya."

Jane mengangkat alisnya bingung, dia melihat sekeliling ruangan bernuasa putih itu. "Kita, dimana?"

David mengangkat tangan kiri Jane yang sudah di pasang infusan, "lo pingsan di studio music, untung Jefry nemuin lo."

"Gue? pingsan?" tanya Jane sekali lagi memastikan.

David menganggukkan kepalanya. Sedangkan Jane menggeleng tidak percaya. Ini tidak masuk akal, jelas-jelas tadi dia bersama Jefry di studio music, kenapa sekarang malah di rumah sakit. Jane menatap lurus ke atap langit, lagi-lagi gadis itu menggelengkan kepalanya. Kejadian tadi sangatlah nyata tidak mungkin itu hanya mimpi belaka. Dia memejamkan matanya, mencoba mengingat kembali apa yang sebenernya terjadi. Potongan demi potongan kejadian malam itu melintas di benak Jane.




'NENG, AWAS MOBIL!' teriak seorang Bapak paruh baya dari arah sebrang Jane, sepertinya dia tukang ojek yang biasa mangkal di situ. Bapak tersebut pun menghampiri Jane dengan motornya, "Neng kenapa? ada yang bisa bapak bantu? neng mau kemana?"

Bapak tersebut khawatir melihat kondisi Jane yang sangat menyedihkan, mata yang sembab karena menangis serta pakaian rumah seadanya padahal cuaca di luar lumayan dingin.

"P-pak, bisa antar saya engga? t-tapi saya nggak bawa uang." ucap Jane sambil menangis.

Bapak tersebut menyerahkan helm pada Jane dan menyuruhnya untuk memakai helm tersebut. "Ayo, neng.. kemana pun Bapak antar."

Jane menaiki motor Bapak itu dan memberi tau arah menuju kampusnya. Jane bingung harus pergi kemana lagi selain ke kampus. Untungnya kampus Jane buka 24jam, jadi masih ada beberapa mahasiswa yang berada di kampus entah itu sedang mengerjakan tugas atau bahkan hanya sekedar main karena sumpek di rumah dan kosan. Kenapa Jane memilih kampus, karena dia tidak berani ke tempat sepi sendirian, dia lebih memilih berada di keramaian walaupun seorang diri.

Tidak ada percakapan dalam perjalanan menuju kampus, Bapak itu juga sangat pengertian pada Jane, dia tidak melontarkan pertanyaan apapun pada Jane. Kadang sesekali Bapak itu menanyakan arah jalan, karena dia orang rantau jadi masih belum hapal jalanan di Jakarta.

Jane melepaskan apple watch keluaran terbaru dan memberikannya pada Bapak itu sebagai imbalan karena telah membantunya. Namun di tolak oleh Bapak itu, "Udah ngga usah neng, Bapak ikhlas kok bantu kamu, asal jangan nangis lagi ya cantik." Entah mengapa air mata Jane yang semula sudah mengering kini basah lagi. Perkataan Bapak ojek itu membuat Jane merindukan sosok Babeh. Jane mengangguk sambil mengusap air matanya. Bapak itupun pamit dan pergi meninggalkan Jane.

Dengan pakaian seadanya Jane berjalan cepat sambil menundukkan wajahnya, dia takut berpapasan dengan teman kelasnya. Lorong demi lorong telah Jane lewati, kini tepat didepannya pintu studio music Jane buka. Dia menghela nafas lega karena berhasil melewati rintangan untuk menghindar dari temannya.

Setelah menyalakan musik dengan volume kencang, Jane duduk dan menidurkan kepala yang terasa berat itu ke meja. Dia memejamkan matanya, merenungi apa yang telah terjadi, dia hanya bisa berandai-andai, andai saja Jane tidak merokok, andai saja Jane tidak membeli rokok itu dan menaruhnya dalam jaket dan andai saja orang tuanya dulu tidak bercerai, mungkin Jane tidak akan seperti sekarang. Tidak, Jane tidak boleh menyalahkan keadaan. Ini salahnya, Jane harusnya bisa menahan diri agar tidak terjerumus seperti sekarang.

KOSAN BABEHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang