Vingt-quatre

1.4K 239 43
                                    

Well, aku update malam banget😭 seperti biasa, disuruh belajar dulu.

Biasakan vote dulu, kalau bisa follow yuk.. mau ada book baru kalau followers udah 80 ~ Jangan cuma baca, muah!

Happy Reading

Gyeoul membaringkan tubuhnya ke ranjang, menatap hampa langit-langit kamar yang terasa kasip. "Hah- " Dia menghela napas, membuang seluruh beban pikirannya lewat hembusannya.

Dia bertanya pada diri, mengapa jantungnya serasa ditikam oleh belati. Rasanya menghunus, meneroka jiwa yang terpendam. Ada sesuatu yang terenggut dalam benaknya tatkala mengingat air muka pemuda itu.

Gyeoul merasa kehilangan.

Namun kenapa?

Dia memang menginginkan Taehoon menjauh darinya. Lantas mengapa benaknya serasa dihantam batu. Torehan luka ini tak sebanding dengan hinaan pemuda itu padanya. Ini sama saja ia mencatuk lara dengan perangainya.

Gyeoul merasa hampa. Ia tak menyukai kekosongan jiwa yang seolah menggerogoti hidupnya. Dia ingin Taehoon. Namun tak mau melibatkan pemuda itu dalam hidupnya yang serba hitam.

"Apa yang aku lakukan ini benar?"

Ia bertanya pada langit-langit kamar. Kemudian menoleh, menatap rintik air yang jatuh dari angkasa melalui jendela kamarnya. Gyeoul tertawa, mengapa alam lebih memahami rasa yang menikam hatinya dibanding dirinya sendiri.

Dia selalu menyangkal rasa yang hadir dengan segudang fakta.

Fakta yang menyakiti tuk diingat. Namun selalu tertanam dalam raga dan jiwanya. Dia selalu mengingat ribuan kata menyakitkan yang terlontar dari bibir masyarakat kepadanya. Termasuk ucapan Taehoon yang menoreh lara pada benaknya.

Lamun seiring berjalannya waktu. Ia mulai menerima sikap Taehoon yang risih terhadapnya. Lantaran dia sedikit merasakan beban apa yang menimpa pemuda itu tatkala diikuti sepanjang hari.

"Gyeoul..!"

Deg.

Suara Taehoon yang memanggilnya tiba-tiba menyapa gendang telinganya. Gyeoul mendengus lalu tertawa dengan delusi senja yang tercipta dari pikirannya. Dia merasa curai seperti terputar bagai kaset rusak yang mendekam di memorinya.

"Hahaha.. aku gila.." ungkapnya sembari tertawa.

Gyeoul meracau, berteriak, tertawa pada langit-langit kamarnya. Membiarkan tangis awan pecah sedemikian rupa, merendam suara yang tercipta dari tabiat anehnya. Dia tak ingin siapapun tahu, betapa kacau dirinya setelah mengungkapkan lisan berbisa pada pemuda yang dicintainya.

Tok.. tok.. tok.. tok..

Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk secara cepat. Ia pun mengernyit lantas mengubah posisinya menjadi terduduk di ranjang. Dia memberi instruksi kepada sosok di balik pintu untuk berbicara lantang.

"Nona.. teman nona.." ucap Bibi Kwon dengan napas tersengal-sengal.

Gyeoul memiringkan kepala, menerka sosok yang dimaksud Bibi Kwon tadi. Dia merasa tak memiliki teman selain Bomi. Lalu siapa kawan yang membuat wanita paruh baya itu jeri.

"Nona, teman nona ada di luar. Di depan gerbang sendirian. Tadi sempat diusir, tapi ia kekeh mau berdiri di situ sampai nona mau keluar menemuinya." Perempuan paruh baya itu menjelaskan, menuai gerun yang menikam jiwa.

Ada satu nama yang terlintas di kalbunya. Lamun ia menyangkal, mencoba bertanya pada Bibi Kwon yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. "Siapa namanya, Bi?

"Seong Taehoon.."

Jgerr.

Guntur menjerit, menggambarkan keterkejutan Gyeoul saat ini. Gadis itu pun langsung turun dari ranjang, berlari mendekat ke jendela kamarnya guna menilik sosok yang dimaksud Bibi Kwon.

Mon Alpha {Fem!Dom}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang