Trente-trois

1.1K 190 97
                                    

Jangan lupa vote! Peringatan, ada adegan yang mungkin nggak pantas dibayangkan!

Happy Reading

Kanvas hitam membentang di segala penjuru bumantara. Berhias mega, bertabur medalion cahaya. Sayang, tiada rembulan yang menyapa.

Langit terasa hampa tanpa kehadirannya meski nampak ramai di muka bumi. Seorang gadis berambut merah muda berlari di tengah hiruk pikuk kota, menembus lautan insan, masuk ke dalam kegelapan.

Dia berhenti di depan gang yang nampak sunyi dengan cahaya remang-remang. Ia menoleh, memandang siluet laki-laki yang berjalan pelan ke arahnya.

"Mengapa kau mengundangku kemari? Tak sabar ingin mati?" ujar sosok berambut coklat muda, yang tidak lain tidaklah bukan adalah Lee Dowoon.

Gyeoul menyeringai, memandang sinis Dowoon yang bergaya pongah menjelang teratu pedihnya. Dia memang bukan malaikat penghukum insan. Namun ia adalah iblis berwujud manusia.

"Apa kau tidak takut mati?" tanyanya sembari memberi arahan pada Rose dengan mind-link. Ini belum saatnya si iblis muncul, biarlah ia bersenang-senang terlebih dahulu sebelum mengizinkan penyiksaan pedih yang dilakukan jiwa alpha-nya nanti.

"Hahaha.. buat apa aku takut kalau pada akhirnya kau yang mati," balasnya dengan congak. Dia tak tahu jikalau Gyeoul tengah mati-matian menahan Rose yang membabi buta dalam dirinya.

Rose ingin segera mencabik-cabik mulut sombong Dowoon dan mengantarkan roh pemuda itu ke alam baka dengan teratu. Namun Gyeoul masih menahannya, meminta untuk bersabar sedikit lagi.

AYOLAH, LANGSUNG BUNUH AJA! AKU GERAM PENGEN CABIK-CANIK WAJAH SONGONGNYA!

Gyeoul terkekeh, mendengar luapan emosi Rose yang terlihat geram pada wajah songong Dowoon dan senyum pongahnya. Tak jauh beda dengan Gyeoul yang memendam hasrat membunuh di dalam dirinya. Dia harus bersabar, pesta belum dimulai.

Jangan sampai ia kehilangan menu utama pestanya.

"Jangan terlalu percaya diri, Lee Dowoon. Kita tak tahu, siapa yang akan mati. Kau atau aku," balas Gyeoul seraya mengeluarkan sebilah belati dari tas mini di pinggangnya.

Dowoon tersenyum. Dia juga tak tahu siapa yang akan mati hari ini. Namun ia pastikan bukan dirinya.

Dowoon pun meraih pedang dari sarungnya yang ia kaitkan ke pinggangnya. Dia sudah seperti kesatria gagah yang siap di medan tempur untuk menyelamatkan sang pujaan hati. Akan tetapi di mata Gyeoul, dirinya tak lebih dari sekedar badut.

Hei, Gyeoul. Bagaimana bocah itu bisa memiliki pedang? Apakah dia pembunuh atau semacamnya?

Rose bertanya, membuat Gyeoul mulai berasumsi. Dia pun menilik, memandang ukiran sarung pedang yang terlihat familiar di matanya. Lalu ia teringat dengan kejadian 5 tahun silam.

Tragedi badut pembunuh yang menyerang kaum omega hingga populasinya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Peristiwa itu membuat seluruh omega ketakutan dan bersembunyi dalam rumah. Namun tak mampu mencegah malapetaka yang hampir menuai kepunahan.

"Pft—" Gyeoul menahan tawa. Membuat Dowoon mengernyit bingung karena reaksinya.

Kenapa kau tertawa?

Gyeoul menggeleng lalu membalas pertanyaan tersebut melalui mind-link yang langsung disambut gelak tawa oleh Rose. Dowoon memanglah badut, keturunan dari organisasi pembunuh yang menewaskan nyawa ribuan orang.

Gyeoul menyesal baru mengetahui jati diri pemuda itu. Lantaran ia sama sekali tak memiliki minat untuk mengorek-ngorek latar belakang Dowoon. Mendengar namanya saja sudah membuat tensi darahnya naik. Apalagi sampai tahu asal-usulnya.

Mon Alpha {Fem!Dom}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang