Junghwan melirik sebal pada Jeongwoo yang masih asyik menatap lamat laptop yang menampilkan tugas power point mereka.
Bersedekap dada dengan wajah murung.
"Jeongwoo ih!"
Berhasil. Jeongwoo menoleh dengan tatapan datar.
"Main ayooo. Jangan tugas mulu kenapa sih."
Jeongwoo melepas kacamatanya. Lalu tersenyum teduh.
"Kalau tugasnya ngga selesai, nanti Tuan Junghwan ngga dap-"
"STOP! STOP PANGGIL AKU PAKAI IMBUHAN TUAN. I HATE IT MORE!" Seru Junghwan semakin sebal ketika Jeongwoo tertawa kecil.
"Yaudah diem bentar dulu. Nih lho tugasnya mau selesai. Kamu diam aja dah."
Junghwan langsung menghela nafas kasar. Duduk pada sandaran kursi dan memejamkan mata. Memanyunkan bibir bosan. Jeongwoo melihat semua itu dari layar laptop yang agak menggelap. Senyum terpatri manis dari wajah tampannya.
So Junghwan, Tuan yang harus ia jaga dan ia layani sepenuh hati sampai nanti ketika Junghwan dianggap mampu untuk meneruskan perusahaan Tuan So.
Keluarga So memiliki nama yang tenar hingga penjuru negeri. Perusahaan tambang emasnya berlimpah di berbagai sudut dunia. Tidak hanya itu, bahkan bisnis propertinya ikut bersaing hebat mengimbangi. Dan masih banyak bisnis lain yang digandrungi keluarga ini.
Namun, beberapa pesaing ingin menghancurkan keluarga So agar mereka bisa merebut kekayaan dan kuasa tanpa batas itu. Salah satunya adalah mengincar putra mereka, yang kini duduk anteng disebelah Jeongwoo. Untuk apa?
Dibunuh. Tepat sekali.
Kelemahan Tuan So adalah putranya. Ia sangat amat menyayangi putranya melebihi apapun. Separuh bisnisnya juga berganti atas nama So Junghwan sendiri. Walaupun sang putra hanya membolakan mata sebal saat menandatangani berkasnya.
"Ayah, aku benci harus meneruskan ini itu! Junghwan ngga mau! Junghwan maunya jadi orang biasa!"
Jeongwoo ingat sekali dengan kata-kata Junghwan kala itu. Memberontak dengan mata memerah dan kaki menghentak.
Wajah Ayahnya tak peduli.
Jeongwoo memperhatikan dari pintu kala itu. Meneguk ludah pelan.
"Ayah selama ini berjuang untuk kebahagiaan kamu! Meneruskan titah Kakekmu! Sudah, jangan membantah. Ayah tidak mau berdebat tentang ini. Jadilah anak penurut! Ayah akan berkata pada Jeongwoo untuk terus memperhatikanmu-"
"Meneruskan titah? Titah yang mana? Bahkan Kakek menyuruh Ayah untuk berhenti dari ini semua! Ayah yang keras kepala! Aku selalu bahagia sebelum bisnis-bisnis Ayah besar! Aku selalu bahagia ketika kita hanya menjadi manusia biasa! Junghwan hanya mau jadi orang biasa YANG TIDAK MEMAKAN HARTA DARI CARA KOTOR DAN BUSUK AYAH! JUNGHWAN TIDAK MAU!"
"PARK JEONGWOO! BAWA KELUAR ANAK NAKAL INI!"
"KARENA AYAH, IBU PERGI!"
"E-eung.."
Jeongwoo tersadar dari lamunannya. Ia menoleh pada Junghwan yang dalam tidurnya mengerutkan dahi.
"..Ibu"
Jeongwoo meraih tangan Junghwan. Menggenggam erat. Mengusapnya dengan ibu jari lembut.
"..Junghwan takut."
Jeongwoo menggigit bibir.
Mimpi yang sama seperti yang lalu-lalu.
"Junghwan takut, Ibu. Tolong."
Jeongwoo memeluk tubuh Junghwan dari samping. Menyandarkan dahinya pada lengan si manis.
Ahh.. perkara hidup di dunia ini memang rumit.