The Real Ending : Yoshiho

373 60 61
                                    

Never change, me and you..

10 years after all

"Aku sudah menikmati semua jajanan yang direkomendasi beberapa teman sebelum disini. Ada takoyaki terus ramen yang dekat dengan stasiun. Dan juga toko roti yang menjual sandwich kiwi. Kau tahu kan? Aku suka sekali kiwi."

Tuk.

Klik.

"Kau tahu sekarang aku sedang membuka pintu hotel yang deritnya lumayan berisik seperti yang aku ceritakan,"

Kriett. Kluk!

"Dan sekarang aku akan merapikan semuanya. Ternyata berbelanja itu amat melelahkan. Seolah aku seperti dikejar anjing."

Tuk.

Klik.

"Aku memang tak mengatakan padanya kalau aku akan datang empat hari lebih cepat dari perkiraan. Karena aku ingin menggunakan waktu-waktu itu untuk jalan-jalan. Setelah sekian waktu, aku mengambil cuti yang...ehmm cukup panjang,  mungkin?"

Tuk.

Lelaki berwajah manis itu langsung meletakkan semua perbelanjaannya, mulai dari jas hingga makanan diatas meja. Menatanya rapi sembari melirik ponsel yang ia masukkan ke dalam jaket kebesarannya. Menampilkan lockscreen seseorang yang ia selalu rindukan.

Berjalan pelan menuju kamar mandi.

Ketika sampai, ia memperhatikan dirinya di cermin. Berdiri dengan kedua mata yang meneliti seluruh tubuh yang terlihat disana. Lalu mendekatkan wajah, menyentuh kantung matanya yang lumayan pudar. Lelaki itu tersenyum.

"Tidak apa. Setidaknya aku tidak selelah sebelum ini." Ucapnya pelan. Menepuk kedua pipinya yang lumayan tirus dari 10 tahun lalu.

Jelas.

"Aku sudah berada satu kota denganmu. Rasanya saat sedang berbelanja tadi, aku sangat senang. Karena akhirnya menghirup udara yang sama denganmu, mungkin."

Dering ponsel mengganggu percakapan personalnya. Setelah melihat nama yang tertera, ia mengangkatnya segera.

"Mashiho! Aku tadi bertanya dengan Noa kalau kau sudah pergi ke Jepang?!"

Mashiho tersenyum. Aduh, ia lupa memberitahukan rekan kerjanya untuk menutup mulut.

"Aku ada klien disini. Dan kami akan membahas beberapa projek jadi selama empat hari dari kemarin aku sibuk." Jawab Mashiho dengan hati-hati. Meminta maaf dalam hati karena membohongi teman baiknya.

Setidaknya-

"Kau cuti, Bodoh! Kau pikir aku ini bisa kau bohongi?"

Mashiho terdiam. Satu tangannya menyangga pinggir wastafel dengan bibir terkulum. Tak berniat menjawab.

"Kau masih mencarinya?"

Mashiho mengangguk pelan.

"Kau masih belum menyerah rupanya, Mashi. Ini sudah sepuluh tahun berlalu. Bahkan aku pun tidak punya kontak sama sekali sejak delapan tahun lalu dengannya. Kenapa?"

Kenapa?

Pertanyaan itu sering sekali Mashiho dapatkan dari teman dekatnya, rekan kerjanya yang tahu, bahkan kedua orang tuanya. Terkadang ia begitu lelah dengan keyakinan hatinya sendiri. Hati itu masih menguatkan tekad selama ini. Hati itu yang selalu berbisik disana, bahwa suatu waktu mereka akan bertemu. Walau rasanya sulit dan yah.. Mashiho lelah membujuk hatinya. Memutuskan untuk membiarkannya.

"Hatiku yang ingin mencari. Dan aku belum mengenal kata menyerah, Keita."

Terdengar helaan nafas dari seberang. Mashiho tahu seberapa frustasi dan khawatir seorang Keita selama ini kepadanya. Apalagi berkaitan tentang perasaan.

Random Shoot ( Treasure Ship ) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang