The Real Ending : Woohwan

681 78 52
                                    

Disclaimer : Aku bukan anak kesehatan. Jadi semua yang ada disini hanya ✨fiksi dan karangan sendiri✨ Kalau misal aku searching lebih jauh, malah ideku makin ilang.







"Junghwan-a, ini Ibu. Tolong buka matamu, Sayang!"

"Dokter!! Tangannya bergerak! Tolong cepat kemari."

"Puji Tuhan, putraku! Dokter! Lihat putraku! Lihat putraku!"

Junghwan membuka kedua mata sepenuhnya. Sedikit menyipitkan matanya ketika cahaya putih itu masuk ke netra. Terangnya seperti berhadapan dengan sinar mentari langsung pada pukul dua belas siang.

Junghwan memutuskan untuk menutup matanya kembali sebentar. Mendengar suara pintu terbuka. Deritnya sedikit memekakan telinga. Dalam gelap, Junghwan kembali mengingat suara samar tadi.

Ibunya?

Ia mendengar suara Ibunya?

Bukan mim-

Junghwan meringis tanpa suara. Merasakan perih ditangan kirinya. Tepatnya seperti ditusuk benda kecil dan seolah ada air yang bergerak ditangannya.

Junghwan membuka matanya pelan. Sekarang tubuhnya benar-benar merasakan sakit. Terutama kaki kanannya. Tenggorokannya begitu kering namun matanya mengerjap kaget.

Ibunya, duduk disamping kanan dengan air mata berlinang. Kedua tangannya menggenggam tangan kanan Junghwan. Menempel pada pipi Ibunya yang hangat juga basah. Dan dibelakangnya, Ayahnya yang beberapa kali dengan jempolnya mengusap air mata. Senyumnya berganti dengan getar menahan rasa yang entah apa itu.

"Junghwan sayang, jangan bicara dulu. Dokter sedang memberikan suntik vitamin pada tubuhmu. Nanti kalau sudah kuat kamu minum. Masih sakit? Tahan sebentar ya sayang. Kamu pasti sembuh."

Junghwan baru mempercayai semuanya ketika sang Ibu mengecup punggung tangannya sayang. Tersenyum sebentar guna meyakinkan dirinya.

Ibu? Masih hidup? Ini benar?

Mata Junghwan menggenang. Bibirnya memang kaku dan tenggorokannya sangat sakit untuk sekedar bersuara. Ayah Junghwan mendekat dan mengusap kepalanya lembut.

"Sakit?  Ayah akan bantu meredakan."

Junghwan menutup kedua matanya. Air mata itu turun lebih deras. Ia tak berani membuka matanya untuk memastikan lagi. Setengah percaya sebenarnya. Jika ini mimpi yang berasa nyata, Junghwan rela menutup mata dan bermimpi selamanya.

Ia merasakan tangan Ibunya membersihkan pipi dan juga mata Junghwan dengan lembut. Ia juga mendengar jelas doa yang Ibunya panjatkan dengan lirih. Ayahnya terisak pelan. Bergumam syukur.

Junghwan membuka mata kembali. Ibunya mencium pipinya lembut. Lalu mengusap kedua wajahnya dengan lembut. Nafasnya terasa menyapu wajah Junghwan yang lembab.

"Tidurmu lama sekali, hm? Kau mimpi apa sampai tidak mau bangun cepat? Ibu rindu sekali denganmu. Jangan pergi lagi. Ibu takut."

Junghwan menangis tanpa suara. Ternyata ini bukan mimpi.

Ibunya benar-benar masih hidup dan sekarang tengah meletakkan kepala di perutnya.

Tubuh Junghwan bergetar. Bersyukur karena semua kesakitan yang diingatnya, hanyalah mimpi. Ibunya masih disini. Ayahnya masih lembut dan hangat.

Jadi, itu mimpi?

"Bagaimana, Nak Junghwan? Sudah lebih baik?"

Junghwan menoleh ke arah kiri. Matanya yang menggenang kembali membulat ketika didapatinya wajah seseorang yang ia kenal dengan sangat tengah memegang air minum dalam gelas bening. Berkalung stetoskop dan satu telinganya menempel airpods putih. Mengenakan jas dokter dengan senyum hangat dan kedua taring yang tak asing dalam perjalanan hidupnya.

Random Shoot ( Treasure Ship ) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang