Last Part : Harukyu. Kelima.

402 64 28
                                    

"Junkyu!"

Junkyu menoleh ketika suara Haruto terdengar di telinganya. Kedua mata cantiknya disambut Haruto yang tersenyum menggendong Cibul yang terlihat nyaman di dada bidangnya.

"Bagaimana kerja kelompoknya? Nyaman kan?" Tanya Haruto ketika Junkyu meraih Cibul dan memangkunya. Aneh, kucing itu sama sekali tidak terganggu. Malah lanjut tidur dengan posisi terlentang dan tangan yang mengatung.

"Not..bad?" Jawab Junkyu singkat.

Haruto tersenyum.

Mengingat butuh waktu panjang untuk bisa benar-benar mengenal Junkyu hingga ia mau terbuka tentang dirinya pada Haruto.

"Terima kasih."

Haruto menoleh. Terkejut.

"Kenapa?"

"Mau jadi temanku. Mau menerima kekuranganku. Bersama kamu, aku lupa dengan pelecehan yang ku alami sejak kecil. Lupa kalau aku harus berpura-pura kuat. Lupa harus mengingat nama-nama mereka yang membuatku dendam. Berkat kamu juga, aku tidak dijahili beberapa teman kelas lagi. Terima kasih."

"Dulu, aku dilecehkan karena aku dianggap tidak bisa melawan mereka. Mereka siapa? Teman. Juga paman. Aku beberapa kali mendapat ancaman, jika tidak menuruti mereka maka aku akan dibunuh. Aku takut mati. Karena aku sayang Ayah dan Ibu jadi aku memutuskan untuk diam dan menuruti mereka. Aku menyembunyikan ini dari mereka. Kalau ditanya alasannya kenapa mereka melecehkanku, jawabannya karena mereka suka. Itu saja. Aku membangun benteng tebal dan merubah sikapku ketika usiaku 14 tahun. Kelas dua. Ketika aku berani mendorongnya dari tangga hingga patah kaki. Aku diskors seminggu saja karena aku cerdas. Kau tahu maksudku kan? Namun, aku belum bisa terhindar dari pamanku sendiri. Aku bisa lepas darinya ketika aku memfoto pamanku sedang bernafsu pada pakaian ibuku. Semua berjalan lancar dan aman namun suatu hari aku ke sekolah dan mereka membullyku. Mengatakan "hargamu semalam berapa?" , "Wah enak ya udah dicoba banyak orang" dan kata kotor lainnya. Padahal mereka tidak tahu posisiku. Semakin hari semakin kejam kata itu keluar. Orang tuaku ingin aku pindah sekolah namun aku tidak ingin merepotkan mereka. Apalagi soal dana. Kuputuskan tetap ditempat namun menjadi manusia tega. Aku tidak segan membungkam mulut mereka yang berani mendekat atau berbicara padaku. Aku terlanjur nyaman hingga sekarang saat sudah besar. Maaf, panjang sekali ceritaku. Sekarang kau bisa putuskan untuk tetap berteman padaku atau tidak. Kalau kau jijik, aku minta maaf."

Haruto terdiam cukup lama. Junkyu sudah tahu jawabannya. Ia menunduk ketika tiba-tiba Haruto memeluknya dari samping. Meletakkan dahinya di bahu Junkyu.

"Maafkan aku, Junkyu. Tidak bisa menolongmu saat itu. Maaf."

Junkyu kaget namun membiarkan posisi mereka seperti itu. Tersenyum dengan tulus setelah sekian lama.

"Aku sudah memaafkan semuanya. Walaupun berat, tapi aku sudah bisa sejauh ini. Terima kasih, sudah mau mengerti dan menolongku selalu, Ru."

"Aku akan menjadi obatmu. Tenang saja, Junkyu. Terima aku disekitarmu maka kau tidak sendirian."


"Jangan dibahas. Aku tidak mau kau sakit mengingatnya." Jawab Haruto sembari menepuk pelan dahi Junkyu. Dibalas desisan dan aduhan yang membuat Haruto terkekeh.

"Mereka juga tidak menjauhiku. Justru mereka selalu menawariku makanan. Biar gendut dan sehat."

"Yang sekelompok sama kamu?"

Junkyu mengangguk. Haruto tersenyum lagi. Sejak mereka dekat, beberapa teman kelas mulai berganti haluan untuk mendekati Junkyu. Awalnya mereka kaget ketika melihat Junkyu tertawa dan saat menyanyi pelajaran seni budaya, suaranya bagus.

Sebenarnya, teman kelas mereka baik. Hanya saja mereka sebal dengan sikap Junkyu yang lalu. Mereka jahil berharap Junkyu mau berubah dan mereka bisa memiliki celah untuk dekat dengannya.

"Ru?"

"Hmm?"

"Tidak jadi. Hehehe."

Haruto merengut. Junkyu tertawa kecil. Tangannya masih asyik mengelus perut Cibul yang makin lelap tidurnya. Lihat saja lidahnya bahkan keluar.

"GENDUUUUTTTTTTTTTT!"

Baik Haruto dan Junkyu terkejut ketika sebuah suara keras menyapa gendang telinga. Lalu suara langkah mendekat dan berhenti didepan mereka.

"Pak Taeyang? Lagi ngga jualan?" Sapa Haruto pada Pak Taeyang yang terkenal karena seblaknya yang mantap dan ramai. Warung sekaligus rumahnya berada di sebelah sekolah persis.

"Udah ada pegawai. Ini anak bandel dicariin malah anteng dipangku anak manis ya? Helehhhhh."

Haruto menoleh pada Junkyu. Mereka ber-oh pelan sebelum Junkyu menyerahkan Cibul yang masih anteng.

Pak Taeyang menerima kucing tersebut lalu menyelentik telinga Cibul. Aneh, langsung bangun dan mengeong keras.

"Berapa kali sudah aku bilang. Dirumah saja. Wetfood mahal sudah ada. Royal canin bentuk hiu sudah ada. Susu sapi pun sudah ada. Astaga masiiiih saja kabur!"

"Meow~"

"Saya pulang dulu. Terima kasih sudah jaga dan rawat Gendut ya. Nanti kalau mau makan seblak saya gratisin buat kalian berdua."

"Kok gratis pak? Ngga rugi?" Tanya Haruto.

"Karena kata satpam, kalian berdua yang sering bawa makan dan main sama Gendut. Jadi ini bentuk terima kasih dari saya buat kalian. Saya pulang dulu. Kiss bye, Ndut."

"Meow~"

Junkyu dan Haruto tertawa kecil ketika Cibul dipaksa melakukan kiss bye dengan wajah galak. Lalu setelah Pak Taeyang pergi, keduanya saling bertatapan.

"Kalau kangen Cibul gimana?" Tanya Junkyu kemudian.

"Paling minggat lagi kesini." Jawab Haruto riang. Ia berterima kasih pada kucing gembul yang akhirnya mendekatkannya pada Junkyu, cinta pandangan pertamanya. Hingga akhirnya mereka bisa berteman seperti sekarang.

Haruto melihat Junkyu yang berdiri dihadapannya. Tersenyum.

Entah kenapa, sejak mereka bersama, masing-masing diri mereka merasakan sering tersenyum. Terlebih pada satu sama lain.

"Aku mau bilang sesuatu."

"Apa?" Jawab Haruto tak sabar.

Kemudian hening panjang menguasai taman belakang sekolah.


Random Shoot ( Treasure Ship ) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang