"Selamat datang! Silakan~"
Itu bukan suara mbak-mbak SPG departement store. Itu suara mamaku.
Aku menghela napas dari depan kamar, melihat Mama yang tampil cantik dengan dress floral berwarna cokelat tengah berdiri di depan pintu utama seraya menyambut ketiga manusia yang akan kerja kelompok di rumahku.
Sena memamerkan cengiran begitu Mama menyambut riang.
"Assalamualaikum, Tante~"
"Waalaikumussalam~" jawab Mama kegirangan. "Ayo, ayo. Jangan malu-malu. Sini masuk! Panggil Mama aja nggak papa, kok. Anggap aja rumah sendiri."
Mama menarik tangan Sena yang masih nyengir untuk masuk ke dalam rumah sementara Gilang dan Prita membuka sepatu di luar. Aku sendiri memutuskan untuk menyusul ke ruang tamu.
"Duh, Papa kapan pulang, ya?" Aku berceloteh sambil pura-pura mengipasi wajah dengan tangan. Berharap Mama berhenti bersikap layaknya remaja kasmaran.
Namun bukannya peka, Mama malah berkomentar, "Kenapa, Naura? Kamu mau ngenalin cowok ganteng ini ke Papa, ya?" Membuatku melotot.
"S-siapa juga yang mau!"
Mama dan Sena tertawa bersamaan, setelah itu beliau pamit untuk pergi ke belakang setelah Gilang dan Prita menyalami tangan beliau.
"Ayo, mulai." Prita tiba-tiba mengambil alih setelah ruang tamu hanya sisa kami berempat. "Aku nggak punya banyak waktu."
Aku berdecih dalam hati. Anak ini benar-benar, deh. Dia pikir dunia berporos padanya apa?
"Oke, sekarang kita langsung bagi tugas aja." Sena menjadi penengah di antara kami. Aku, Gilang, dan Prita memerhatikan si manis yang mulai menggulung lengan jaketnya.
Dia menatap ke arahku. "Karena Naura bisa baca puisi, kamu yang jadi pembacanya, Nau."
Aku mengangguk. "Oke."
Pandangan Sena lantas beralih ke Gilang. "Nah, kita juga tadi udah denger kalo suara Gilang bagus buat nyanyi, jadi kamu bagian nyanyi sambil main gitar ya, Lang."
"Hm."
"Terus, kalo Prita ...." Untuk beberapa saat, Sena berpikir. "Kamu mau bagian main alat musik, atau nyanyi?"
Sekilas, aku melihat Prita sedikit tersentak dengan pertanyaan itu. Dia melirik kami bertiga dengan datar, membetulkan letak kacamata, lalu menjawab, "Nyanyi aja, biar ada harmonisasi vokal cewek cowoknya."
"Oke, deh!" Sena membenturkan telapak tangan dengan kencang. Memandang kami bertiga satu per satu. "Berarti udah fiks, ya. Naura yang baca puisi, Gilang dan Prita nyanyi, Gilang juga yang main gitar."
Aku mengernyit. "Kalo kamu ngapain?"
"Jadi MC," seloroh Sena, membuatku memukul pelan lengannya. "Bercanda. Nanti aku bantu main perkusi," lanjutnya lagi usai terkekeh. "Kalo gitu, ayo kita mulai!"
Prita dan Gilang mengangguk di tempatnya masing-masing, lantas kembali fokus dengan kegiatan yang seharusnya mereka lakukan. Sena membuka bungkus beng-beng sambil mengajak ngobrol Prita yang sedang menulis ulang puisi ke dalam buku catatannya. Bertanya apakah Prita bisa bermain gitar dan sebagainya? Prita menjawab bahwa dia bisa main beberapa alat musik petik dan melodis, membuat Sena spontan tertarik dengan bahasan selanjutnya.
Aku memerhatikan aksi Sena yang berceloteh ini itu dan melihat si manis beberapa kali tertawa saat mencoba berbicara dengan Prita. Dia juga sempat membercandai gadis itu tentang beberapa hal yang tidak terlalu aku dengar. Hebatnya, Prita bisa mengangkat senyum dengan lelucon Sena.

KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI) ✔️
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...